Cerita Dewasa Cinta Sayur Asem Episode 15

Inikah Rasanya Cinta?


Ibuku berkata Apabila kamu jatuh cinta maka ketahuilah
Dadamu akan terasa sesak yang amat sangat yang kamu sama sekali tak tahu apa penyebabnya
Jantungmu akan berdebar tiga kali lebih cepat daripada biasanya
Panca inderamu tidak akan berfungsi sebagaimana mestinya
Hal itu terjadi ketika dua hati bertemu

#Pov Rian

Ibuku berkata, "Apabila kamu jatuh cinta maka ketahuilah, Dadamu akan terasa sesak yang amat sangat yang kamu sama sekali tak tahu apa penyebabnya, Jantungmu akan berdebar tiga kali lebih cepat daripada biasanya,Panca inderamu tidak akan berfungsi sebagaimana mestinya. Hal itu terjadi ketika dua hati bertemu."

Duh, kaya'nya bener yang diomongin ibu. Aku merasakan hal itu ama Rahma kemarin. Hal yang luar biasa. Tak pernah aku pikirkan sebelumnya. Bagaimana aku bisa berada tepat di depannya. Nembak dia. Jadian ama dia. Aku tak pernah memikirkan hal ini sebelumnya. Duh Rahma, aku buka akun facebooknya. Aku ambil salah satu fotonya dan kujadikan wallpaper ponselku. 

Rahma, yah..mirip sih ama Anik kalau pake kacamata gitu. Koq aku jadi mikirin Anik ya? Udah, ah. Aku komitmen dan janji ama Rahma. Dia bukan pelarianku. Dia adalah Rahma, bukan Anik. Walaupun mereka bersaudara, aku sekarang milih Rahma. Rahma, Rahma, Rahma. Namanya terus aku ucapkan. Susah, tapi aku terus berusaha. Karena di pikiranku ada Anik. Dan anehnya, semakin aku mikirin Rahma, bayangan Aniklah yang tampak. 

Aku ke kamar mandi aku cuci mukaku. Kuguyur kepalaku pake air. Setelah itu aku ke kamar dan melakukan handstand. Hal itu dilihat oleh Erik ama Andi. 

"Kowe lapo?(Kamu ngapain)" tanya Erik. "Salah minum obat?"

"Nggak koq, cuman lagi mikir," jawabku.

"Mikir koq kepalanya dibalik."

"Yan, aku pinjem laptopmu boleh?" tanya Andi.

"Pake aja!" kataku.

Andi masuk kamarku lalu langsung memakai laptopku. 

"Wuihhh...wallpapernya gambar cewek, pacarmu ini?" tanya Andi. 

"Iyo, iku pacare," kata Erik.

"Koq kamu tahu?" tanya Andi.

"Lha, kemaren mereka ketemuan koq," kata Erik. "Namanya Rahma, cakep ya? Aku dari dulu juga kepengen punya cewek berjilbab gitu."

"Wuiihh...belum kuliah udah ada pacar aja nih," kata Andi. "Kamu pake ilmu pelet ya, Yan?"

Aku turun dari handstand. "Pelet apaan? Dia temenku dari kecil koq. Tetanggaku malahan."

"Hmmm...pantes, anak mana ini?" tanya Andi.

"Kedokteran," jawabku.

"Wuiiih....manteb, kedokteran. Pake jilbab pula. Awakmu koq beruntung banget seh, Yan?" kata Erik. 

"Lagi ngapain sih itu?" tanyaku ke Andi.

"Ini mau ngetik," jawab Andi.

"Eh, Yan. Kalau ada temennya Rahma yang nganggur dan berjilbab kasih kenal dong. Eyke juga kan mau, hehehehhe," kata Erik. 

"Hahahaha, Rik Erik. Ya deh, ntar aku tanyain Rahma," kataku.

TUNG! Ada BBM masuk. Aku ambil ponselku. Eh dari Rahma.

Rahma: Rian, jogging yuk! Klo minggu gini banyak yg jogging di sekitaran UNAIR. Aku tunggu di depan kost ya?

Wah, ngajak jogging keliling kampus nih. 

Me: Oke beib.

Rahma: Ih, manggil beib.

Me: Lha? Harusnya gimana?

Rahma: Terserah deh.

Me: Oke beib.

Rahma: :">


"Aku keluar dulu. Kalau udah selesai tutup aja ya laptopnya," kataku.

"Ok, mas bro. Beres!" kata Andi. 

"Mau kemana?" tanya Erik.

"Jogginglah, ikut?" 

"Emoh ah, paling ya nemenin orang pacaran," sindir Erik.

Aku ketawa. "Yowislah."

Aku langsung keluar, ngambil sepatu kets trus menuju ke kampus. Kampus UNAIR memang begitu. Kalau pagi anak-anak mahasiswa yang ngekos di sekitar kampus banyak yang lari pagi di sini. Kadang juga olahraga senam aerobik dengan instruktur. Rame deh. Tapi sekalipun begitu tetep aja Surabaya panas. Aku pakai sweater berhoodie dan celana training. 

Aku melewati depan kost Rahma. Dia sudah ada di sana. Pakai training warna kelabu, kerudung warna kelabu. Ia melambai ke arahku. Aku pun jalan bareng ama dia. 

"Jadi, gimana kemarin tuan putri? Mimpiin aku nggak?" gurauku.

"Nggak," jawab Rahma singkat.

"Waduh."

"Emangnya harus apa mimpiin kamu?"

"Ya nggak juga sih."

"Sebenarnya aku udah terlalu banyak mikirin kamu, jadinya nggak pake mimpi lagi."

"Masa' sih? Nggak percaya aku."

"Terserah," Rahma mulai berlari. Kami menyebrang jalan memasuki gerbang kampus. Aku melihat beberapa anak mahasiswa jogging.

Aku jogging mengitari kampus, cukup besar juga sih kampus tempat Ahmad Dhani dulu kuliah. Di salah satu sudut kampus ada kumpulan ibu-ibu yang melakukan senam aerobik. Rahma pun ikutan di sana. Aku ngikut juga. Ada anak cowok juga koq yang jadi pesertanya. Kami paling nggak sampai keringetan pagi itu. 

Aku ke salah satu penjual air mineral yang sedang mangkal di lokasi kampus. Kubeli dua botol air minum. Maksudku sih yang satu aku kasih ke Rahma. Aku buka satu botol dan kuminum seteguk, setelah itu aku tutup lagi tutup botolnya. Aku kemudian membayar minumannya. 

"Yan, ada air?" tanya Rahma. 

Aku reflek menyerahkan botol air minum itu. Ia langsung membuka dan meminumnya. Glup, glup, glup, glup! 

"Aaaaaahhhhh...segeeeerrr!" serunya. 

Aku melihat tangan kiriku, lho. Botolnya salah. Itu tadi kan botol yang aku minum. Duh. Tadi bibirnya nempel di mulut botolnya. Secara tak langsung ya sama aja aku ciuman ama dia dong. Cessss....hatiku seperti terkena lelehan es. Anclesss (dingin)....

"Heh? Kamu koq bengong, ada apa?" tanya Rahma.

"Nggak apa-apa koq," kataku.

"Lho, itu botolnya masih baru? Lho, jadi ini tadi kamu udah minum?" 

Aku mengangguk. Rahma wajahnya memerah. Ia baru sadar. Tanpa bicara kami pun berjalan beriringan. 

"Maaf Ma, aku mau bilang tapi mbak udah langsung ngambil aja," kataku.

"Nggak apa-apa sih. Nih, kubalikin!" dia menyerahkan botol yang tadi ia minum ke aku. Maksudnya? Ia tersenyum melihatku. 

Aku buka botol yang ada di tangan kiriku lalu aku minum. Setelah itu aku tutup lagi. Kuserahkan ke Rahma. 

"Apaan maksudnya?" tanya dia. 

"Biar, secara tak langsung bisa ciuman ama kamu," jawabku. Muka Rahma makin memerah.

Ia lalu membuka botol air minumnya tadi, kemudian ia siramkan airnya ke aku. "Iiihh...dasar, menggunakan kesempatan dalam kesempitan!" Aku menghindar. Dan kami pun kejar-kejaran. "Awas ya Riaaan!" Momen yang indah. Kami bercanda sampai aku pun nyerah dan kepalaku diguyur ama dia. 

Sehabis itu kami sarapan nasi pecel yang ada di salah satu sudut kampus. Sebuah warung kecil, penjualnya ibu-ibu. Sepiring nasi pecel, segelas teh anget. Cukuplah. Ini aja udah kenyang. Aku yang bayar makan pagi itu. 

"Maaf ya, yang tadi" kataku. 

"Rian, tehnya boleh minta?" tanya Rahma tiba-tiba. Pantes saja Rahma nggak pesen minum. 

"Lho, koq?"

"Biar bisa secara tak langsung ciuman ama kamu," 

Aduuuhhh....ancles lagi deh dadaku. Dia mengambil gelas tehku, lalu ia minum tepat di mana bibirku tadi minum. Satu seruput, dua seruput, tiga seruput. Ia tersenyum melihatku yang melongo. Setelah itu ia genggam tanganku. Aku pun menggenggam tangannya balik. Kami tersenyum penuh arti. Tersenyum karena kami saling mencintai.

****

Hari-hari berikutnya, aku sibuk kuliah. Aku bertekad untuk serius ama Rahma. Maka dari itulah aku tiap hari ketemu ama dia. Hampir sih, sebab ada kalanya emang ia sibuk, jadi aku tak mau mengganggunya. Aku dan Rahma makin dekat. Sering terlihat bersama, sering terlibat diskusi hangat, sering juga terlihat pertengkaran kecil karena memang pemahaman kami soal definisi dari kosakata tertentu berbeda. Iya, aku dan Rahma makin dekat. 

Saat pulang ke rumah pun kami bersama. Sama-sama naik kereta. Duduk bersebelahan selama tiga jam dari stasiun Gubeng ke Stasiun Kediri dengan kereta Api Cepat Dhoho. Dan selama itu juga Rahma bersandar di bahuku. Tangannya menggenggam erat tanganku seolah tak ingin lepas. 

Gelagatku yang dekat dengan Rahma ini pun tercium oleh bapak dan ibu. Terlebih aku mengantarnya tepat di depan rumah Rahma. 

"Sampai nanti ya," kataku ke Rahma. 

"Ya, hati-hati," katanya. 

Aku pun berjalan menuju rumahku. Dan saat itulah sepeda motor berjalan pelan di sebelahku. Aku menoleh, lho Bapak? Ibu? Mereka baru dari belanja sepertinya.

"Nah lhoo...setelah Anik, terbitlah Rahma," goda ibuku.

"Apaan sih bu? Dari mana?" tanyaku.

"Dari belanja, yaudah bapak sama ibu cuma mau ngucapin satu hal," kata ibuku. 

"Semoga langgeng ya," goda bapak. Mereka berdua tertawa dan melajukan motornya.

"Waaahh...bapak ibu, godain anak sendiri. Aarrghh!" kataku sambil lari ngejar mereka. 


#Pov Anik

Aku jalan ama Zain di mall. Aku memang ingin belanja keperluan kuliahku. Tapi harus dihemat karena uangku sedikit. Ibuku nggak mampu kalau aku keluar banyak kuliah di Jakarta ini. Lagian aku nggak dapat beasiswa seperti Mbak Rahma. Dan Zain mulai mendekatiku dengan membelikan seluruh keperluanku. Aku berusaha menolak tapi dia memaksaku. Seperti juga hari ini. Aku ada tugas sebenarnya membuat dokumentasi. Dan itu butuh pocket kamera. Untunglah pak dhe ngasih aku duit buat beli pocket kamera. Karena mbak Yuli nggak bisa nganter, akhirnya aku minta bantuan Zain. 

Zain nembak aku lagi. Tapi, aku tolak. 

"Maaf ya Zain, aku masih ingat ama Rian," kataku dengan halus.

"Udahlah Nik, kamu itu udah dua tahunan putus ama dia. Move on dong, Aku tulus cinta ama kamu, suka ama kamu beneran."

"Aku ngerti koq Zain. Tapi kamu tahu sendirikan kisah kami berdua? Aku masih yakin ada setitik harapanku pada dirinya."

"Dia bakal punya cewek lagi Nik, kamu akan tetap nunggu dia?"

"Aku aka tetap nunggu."

Zain menghela nafasnya. "Sungguh, aku cemburu ama Rian. Beruntung sekali kalau dia dapetin kamu. Kamu orangnya setia dan nggak berubah penilaianmu ama dia. Oke, aku bisa terima."

"Maaf ya, aku tak bermaksud menyakitimu," kataku.

"Aku ngerti. Lanjut belanja nggak nih?"

"Pulang aja yuk!?"

Zain pun nganter aku pulang lagi. Makasih ya Zain. Aku harap kamu ngerti. Ini bukan persoalan aku harus move on atau nggak. Karena ini adalah persoalan hatiku. Dan aku sudah janji kepada diriku sendiri untuk hanya satu cowok yang mengisi hatiku. Dia cuma Rian. Biar dikata ia sekarang pacaran ama cewek lain kek. Aku nggak peduli. Rian tetap satu-satunya dan akan begitu seterusnya.

0 Response to "Cerita Dewasa Cinta Sayur Asem Episode 15"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel