The Dark Lantern Episode 5
Saturday, May 5, 2018
Add Comment
THE DARK LANTERN
NARASI DETEKTIF JOHAN
Aku masih di meja kerjaku, jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam lewat lima belas menit. Aku mulai gusar dengan perilaku putriku yang memakai pakaian seperti itu. Apalagi sekarang hujan gerimis. Mereka masih muda, tentu saja hal itu bisa memancing ke arah yang lebih jauh. Aku tak rela putriku yang cantik itu harus jalan dengan orang seperti Andre. Dari wajah Andre sendiri aku bisa rasakan ia itu playboy kelas kacang goreng. Dia mungkin melihat putriku yang cantik, dengan rambutnya yang panjang, matanya yang sendu, kulitnya yang putih, bibirnya tipis, siapa lelaki seusia Andre yang tak suka kepada putriku. Mungkin mata mereka perlu dioperasi.
Aku makin gelisah kunyalakan rokokku dan kuseruput kopi yang sudah dingin. Di depanku adalah layar monitor yang sedang mencari tahu tentang 8 Miles. Mungkin aku salah karena dari semua hasil pencarian tak ada satupun yang bisa menjelaskan kepadaku tentang simbol ini. Apa maksudnya? Simbol ini seperti menara atau sebuah lentera. Iya, mungkin aku salah. Salah menganggap bahwa 8 Miles itu sesuatu benda, sesuatu tempat. Bagaimana kalau 8 Miles ini dan simbol ini adalah sesuatu, semacam lambang, emblem, atau semacam itu.
Aku pun mencoba memotret simbol yang ada di sapu tangan milik Ray itu. Setelah itu aku cari di Google. Dan berhasil. Nggak dari tadi kek. Aku langsung mendapatkan banyak artikel tentang Dark Lantern. Apa ini?
Dark Lantern adalah kelompok sekte tertua yang pernah ada di bumi. Sekte ini dimulai sejak abad pertengahan. Mereka menganggap diri sebagai pembawa kabar dari Mesiah. Kelompok penghukum siapa saja yang melenceng dari kekuatan tuhan. Apa sih ini? Aku pun melanjutkan membaca.
Dark Lantern didirikan dan diprakarsai oleh Thomas van Bosch seorang Defender dari perang salib yang kemudian mendirikan sekte ini. Mereka akan mencari siapa saja yang mempunyai kekuatan iblis untuk kemudian dihukum dengan hukuman seberat-beratnya. Kepala dipancung dan dipasung atau usus yang ditarik dengan kawat atau digantung dengan isi perut terburai.
Aku juga melihat gambar-gambar mengerikan penyiksaan yang mereka lakukan. Sebentar koq jadi aneh, kekuatan iblis itu seperti apa? Aku pun membaca lagi seperti apa gambaran kekuatan iblis itu. Ada yang membawa api, ada yang membawa air, ada yang bisa pindah tempat dalam sekejap. Ini bukan cerita fiksi horror kan? Mana mungkin orang bisa mengendalikan api, air, bahkan bisa teleport? Teleport? What a freak. Ini pasti bohong. Tapi kalau memang ini benar-benar Dark Lantern, lalu apa hubungannya dengan Ray??
"Aku pulang!" terdengar suara Maria. Aku lihat jam dinding sudah menunjukkan jam sepuluh lewat tiga puluh menit. Hmm...dia tepat waktu.
"Terima kasih sayang sudah pulang tepat waktu," kataku.
"Ya ayah," kata Maria.
Aku lalu beranjak dan menuju ke dapur. Kulihat Maria sedang minum air putih dengan rambut dan bajunya yang basah.
"Tak bawa mantel?" tanyaku.
"Nggak ada janjian dengan air hujan," jawabnya.
"Harusnya kamu tahu ini bulan Desember," kataku sambil menggetok kepalanya.
"Aoww!" Maria mengelus-elus kepalanya. "Sorry dad, I'm so sorry."
Aku lalu memeluknya dan mencium keningnya. "Sudah tidur sana!"
"Thank's dad," kata Maria lalu mencium pipiku dan beranjak pergi ke kamarnya.
"Oh iya, hubungi temanmu Ray, suruh datang ke sini besok! Ada yang ingin aku bicarakan," kataku.
"OK," kata Maria.
Maria langsung masuk kamarnya. Dia seperti ibunya dasar anak remaja.
"Sayang, sudah selesaikah?" tanya istriku. Wah, sepertinya minta jatah.
"I'm done honey. Comming!"
NARASI RAY
"Adudududuh!" aku meringis kesakitan saat ibu asuh menjewerku.
"Ini sudah jam berapa? Anak-anak lain saja tidak aku ijinkan untuk pergi sampai selarut ini! Selesai kebaktian langsung pergi begitu saja," kata Matron.
"Maaf, maaf," kataku sambil memegangi tangannya. Lalu Matron melepaskannya.
"Ray, ibu sangat khawatir kepadamu. Kamu bertemu orang-orang aneh tidak?" tanyanya. Apa maksudnya orang aneh?
"Tidak, cuma preman-preman yang ingin memalakku," jawabku.
"Trus? Kamu tidak terluka?" tanyanya.
"Tenang saja ibu, aku tidak apa-apa. Lihat, masih utuh," jawabku.
Beliau langsung memelukku. Aku tersenyum dalam pelukannya. Beliau sangat menyayangiku sampai-sampai luka kecil saja bisa menghebohkan seluruh penghuni panti. Tangannya yang sudah keriput itu mengusap rambutku.
"Sudah, keringkan tubuhmu sana. Dan segera tidur!" katanya.
"OK," kataku.
Kamarku bukan kamar pribadi. Kami anak-anak panti asuhan tidur dalam satu ruangan besar. Ada kurang lebih dua puluh ranjang dalam satu ruangan ini. Dan aku berada di ranjang paling ujung dekat jendela. Mereka semua sudah tertidur. Aku menuju ke lemari bajuku, kemudian berganti baju.
Sebelum aku naik ke ranjang ponselku berbunyi. Dari...Maria?
"Halo?" sapaku.
"Kamu besok diminta ayah ke kantornya," katanya.
"Baik, aku akan ke sana," kataku.
Kami lalu terdiam lama. Kenapa juga dia diam?
"Ngomong-ngomong aku baru kali ini melihat kamu keluar," kata Maria.
"Ya, sebenarnya aku juga keluar koq tapi lebih suka menyendiri," kataku.
"Kenapa kamu lebih suka menyendiri sih? Padahal sebenarnya kamu itu enak diajak bicara," kata Maria.
"Ada sesuatu yang aku tak ingin orang-orang didekatku melihat diriku yang sebenarnya," kataku.
"Apa itu? Kamu seorang kriminal?"
"Bukan."
"Pecandu narkoba."
"Apa lagi itu."
"Gay?"
"Aku masih normal, buktinya aku suka ama kamu. Ups..."
"Hah? Apa tadi yang kau bilang?"
"Ah, nggak. Maksudku aku suka cewek juga maksudnya. Normal gitu."
"Ohh..., besok datang ke rumah ya."
"Iya, habis ibadah minggu."
"Oke deh. Malem Ray."
"Malam Maria."
Pagi pun datang. Setelah ibadah hari minggu, segera aku ke tempat Detektif Johan. Dan aku langsung disambut oleh Maria yang sedang bersih-bersih rumahnya, terutama kantor detektif ayahnya.
"Pagi?!" sapaku.
"Pagi, Hei Ray," katanya.
"Hai, di mana ayahmu?"
"Sebentar lagi masuk, dia sedang membawa sesuatu dari perpustakaan. Banyak banget bukunya. Sekardus," kata Maria.
Dia hari itu memakai hotpants, kaos dan masker. Ia membersihkan debu. Setelah itu dia lap meja kerja ayahnya dengan kain serbet setelah disemprot dengan cairan pembersih.
Tak berapa lama kemudian sang detektif masuk ke ruangannya. Ia langsung duduk di depanku. Dia memberikanku beberapa lembar kertas.
"Coba baca, kira-kira kamu tertarik ataukah tidak," kata Detektif Johan. Aku menatap matanya. Dia tampaknya serius. Kulirik Maria yang juga menoleh ke arahku dengan pandangan ingin tahu.
Aku membaca tentang sebuah sekte yang disebut Dark Lantern. Sekte yang menganggap dirinya Messenger of Mesiah. Apa ini? Sekte ini sudah ada sejak abad pertengahan dan memburu orang-orang yang dianggap sebagai pembawa kekuatan iblis. Kekuatan iblis itu adalah pengendali api, pengendali air, pengendali udara dan berbagai macam kemampuan yang tak dimiliki oleh manusia biasa pada umumnya. Aku melihat simbol-simbol itu. Sama seperti yang ada pada sapu tanganku.
"Ini, aku kembalikan milikmu," kata Detektif Johan sambil menyerahkan sapu tanganku.
"Ini bohong kan?" tanyaku.
"Kalau kamu bisa menjelaskan kepadaku ini bohong, maka itu aku anggap selesai. Tapi ini sama saja dengan cerita fiksi aku tak percaya terhadap semua ini. Bagaimana mungkin orang bisa mengendalikan unsur elemen? Ini tak masuk akal. Selama ini aku bekerja sebagai detektif tidak pernah aku bertemu dengan hal-hal semacam ini," kata Detektif Johan. "Dan juga, potongan cek itu. Aku sudah periksa semuanya berasal dari satu orang yang bernama Tina Einsburgh. Dia membuka rekening baru, setelah mengirimkan cek dan cek diterima lalu diambil oleh ibu asuhmu, dia langsung menutup rekeningnya. Jejaknya hilang, selalu seperti itu. Dia melakukan gonta-ganti identitas tapi yang menjadi ciri yang sama adalah Tina Einsburgh. Kamu tahu siapa Tina EInsburgh?"
"Aku tahu pengirimnya adalah Tina Einsburgh dan polisi juga sudah melacak rumahnya tapi tak ada hasil karena semua alamatnya palsu," kataku.
"Tina Einsburgh ada ribuan nama dan dari namanya dia bukan warga negara ini. Entah siapa, kemungkinan besar dia adalah ibumu," kata detektif Johan.
"Aku juga sudah menduga itu, dan maaf detektif, lalu apakah kamu sudah menemukan Tina Einsburgh?" tanyaku.
"Tina Einsburgh ini tidak mudah ditemukan. Dia sangat licin. Aku sudah meminta pihak kepolisian dan catatan sipil untuk melacak orang ini tapi hasilnya nihil," kata detektif Johan. "Tapi aku akan terus berusaha. Yang jelas kalau misalnya Dark Lantern ini adalah misteri di balik identitas kedua orang tuamu, berarti selamat kita telah masuk ke dalam dunia fiksi misteri."
"Detektif Johan. Aku tahu ini membuatmu frustasi. Aku akan bayar berapapun agar orang tuaku bisa ketemu," kataku.
"Anak muda, misteri adalah makananku setiap hari dan memang menjadikanku frustasi. Aku masih berusaha. Paling tidak inilah hasil penyelidikanku sementara ini. Jadi informasi ini sudah kamu ketahui kalau begitu?"
"Tina Einsburgh dan alamatnya yang tidak menentu aku sudah tahu, tapi Dark Lantern, aku baru mengetahuinya," kataku.
"Baiklah, itu saja yang ingin aku sampaikan," kata Detektif Johan.
Kulirik Maria. Dia menatapku. Aku mengangguk, "Baiklah, saya permisi dulu."
"Aku akan kabari secepatnya informasi tentang Tina Einsburgh," kata Detektif Johan.
"Terima kasih," kataku. "Sampai nanti Mar!"
"Hati-hati di jalan!" kata Maria.
Aku pun keluar dari kantor detektif itu. Sekte yang memburu orang yang mempunyai kekuatan iblis? Seperti aku? Apakah ini kekuatan iblis? Aku melihat ke telapak tanganku yang dengan mudah bisa menghasilkan es. Kemudian dengan mudah juga bisa menguap. Kalau memang ini benar kekuatan iblis, lalu kenapa aku masih dibiarkan hidup oleh mereka? Seperti apakah sekte Dark Lantern itu?
Aku masih di meja kerjaku, jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam lewat lima belas menit. Aku mulai gusar dengan perilaku putriku yang memakai pakaian seperti itu. Apalagi sekarang hujan gerimis. Mereka masih muda, tentu saja hal itu bisa memancing ke arah yang lebih jauh. Aku tak rela putriku yang cantik itu harus jalan dengan orang seperti Andre. Dari wajah Andre sendiri aku bisa rasakan ia itu playboy kelas kacang goreng. Dia mungkin melihat putriku yang cantik, dengan rambutnya yang panjang, matanya yang sendu, kulitnya yang putih, bibirnya tipis, siapa lelaki seusia Andre yang tak suka kepada putriku. Mungkin mata mereka perlu dioperasi.
Aku makin gelisah kunyalakan rokokku dan kuseruput kopi yang sudah dingin. Di depanku adalah layar monitor yang sedang mencari tahu tentang 8 Miles. Mungkin aku salah karena dari semua hasil pencarian tak ada satupun yang bisa menjelaskan kepadaku tentang simbol ini. Apa maksudnya? Simbol ini seperti menara atau sebuah lentera. Iya, mungkin aku salah. Salah menganggap bahwa 8 Miles itu sesuatu benda, sesuatu tempat. Bagaimana kalau 8 Miles ini dan simbol ini adalah sesuatu, semacam lambang, emblem, atau semacam itu.
Aku pun mencoba memotret simbol yang ada di sapu tangan milik Ray itu. Setelah itu aku cari di Google. Dan berhasil. Nggak dari tadi kek. Aku langsung mendapatkan banyak artikel tentang Dark Lantern. Apa ini?
Dark Lantern adalah kelompok sekte tertua yang pernah ada di bumi. Sekte ini dimulai sejak abad pertengahan. Mereka menganggap diri sebagai pembawa kabar dari Mesiah. Kelompok penghukum siapa saja yang melenceng dari kekuatan tuhan. Apa sih ini? Aku pun melanjutkan membaca.
Dark Lantern didirikan dan diprakarsai oleh Thomas van Bosch seorang Defender dari perang salib yang kemudian mendirikan sekte ini. Mereka akan mencari siapa saja yang mempunyai kekuatan iblis untuk kemudian dihukum dengan hukuman seberat-beratnya. Kepala dipancung dan dipasung atau usus yang ditarik dengan kawat atau digantung dengan isi perut terburai.
Aku juga melihat gambar-gambar mengerikan penyiksaan yang mereka lakukan. Sebentar koq jadi aneh, kekuatan iblis itu seperti apa? Aku pun membaca lagi seperti apa gambaran kekuatan iblis itu. Ada yang membawa api, ada yang membawa air, ada yang bisa pindah tempat dalam sekejap. Ini bukan cerita fiksi horror kan? Mana mungkin orang bisa mengendalikan api, air, bahkan bisa teleport? Teleport? What a freak. Ini pasti bohong. Tapi kalau memang ini benar-benar Dark Lantern, lalu apa hubungannya dengan Ray??
"Aku pulang!" terdengar suara Maria. Aku lihat jam dinding sudah menunjukkan jam sepuluh lewat tiga puluh menit. Hmm...dia tepat waktu.
"Terima kasih sayang sudah pulang tepat waktu," kataku.
"Ya ayah," kata Maria.
Aku lalu beranjak dan menuju ke dapur. Kulihat Maria sedang minum air putih dengan rambut dan bajunya yang basah.
"Tak bawa mantel?" tanyaku.
"Nggak ada janjian dengan air hujan," jawabnya.
"Harusnya kamu tahu ini bulan Desember," kataku sambil menggetok kepalanya.
"Aoww!" Maria mengelus-elus kepalanya. "Sorry dad, I'm so sorry."
Aku lalu memeluknya dan mencium keningnya. "Sudah tidur sana!"
"Thank's dad," kata Maria lalu mencium pipiku dan beranjak pergi ke kamarnya.
"Oh iya, hubungi temanmu Ray, suruh datang ke sini besok! Ada yang ingin aku bicarakan," kataku.
"OK," kata Maria.
Maria langsung masuk kamarnya. Dia seperti ibunya dasar anak remaja.
"Sayang, sudah selesaikah?" tanya istriku. Wah, sepertinya minta jatah.
"I'm done honey. Comming!"
NARASI RAY
"Adudududuh!" aku meringis kesakitan saat ibu asuh menjewerku.
"Ini sudah jam berapa? Anak-anak lain saja tidak aku ijinkan untuk pergi sampai selarut ini! Selesai kebaktian langsung pergi begitu saja," kata Matron.
"Maaf, maaf," kataku sambil memegangi tangannya. Lalu Matron melepaskannya.
"Ray, ibu sangat khawatir kepadamu. Kamu bertemu orang-orang aneh tidak?" tanyanya. Apa maksudnya orang aneh?
"Tidak, cuma preman-preman yang ingin memalakku," jawabku.
"Trus? Kamu tidak terluka?" tanyanya.
"Tenang saja ibu, aku tidak apa-apa. Lihat, masih utuh," jawabku.
Beliau langsung memelukku. Aku tersenyum dalam pelukannya. Beliau sangat menyayangiku sampai-sampai luka kecil saja bisa menghebohkan seluruh penghuni panti. Tangannya yang sudah keriput itu mengusap rambutku.
"Sudah, keringkan tubuhmu sana. Dan segera tidur!" katanya.
"OK," kataku.
Kamarku bukan kamar pribadi. Kami anak-anak panti asuhan tidur dalam satu ruangan besar. Ada kurang lebih dua puluh ranjang dalam satu ruangan ini. Dan aku berada di ranjang paling ujung dekat jendela. Mereka semua sudah tertidur. Aku menuju ke lemari bajuku, kemudian berganti baju.
Sebelum aku naik ke ranjang ponselku berbunyi. Dari...Maria?
"Halo?" sapaku.
"Kamu besok diminta ayah ke kantornya," katanya.
"Baik, aku akan ke sana," kataku.
Kami lalu terdiam lama. Kenapa juga dia diam?
"Ngomong-ngomong aku baru kali ini melihat kamu keluar," kata Maria.
"Ya, sebenarnya aku juga keluar koq tapi lebih suka menyendiri," kataku.
"Kenapa kamu lebih suka menyendiri sih? Padahal sebenarnya kamu itu enak diajak bicara," kata Maria.
"Ada sesuatu yang aku tak ingin orang-orang didekatku melihat diriku yang sebenarnya," kataku.
"Apa itu? Kamu seorang kriminal?"
"Bukan."
"Pecandu narkoba."
"Apa lagi itu."
"Gay?"
"Aku masih normal, buktinya aku suka ama kamu. Ups..."
"Hah? Apa tadi yang kau bilang?"
"Ah, nggak. Maksudku aku suka cewek juga maksudnya. Normal gitu."
"Ohh..., besok datang ke rumah ya."
"Iya, habis ibadah minggu."
"Oke deh. Malem Ray."
"Malam Maria."
Pagi pun datang. Setelah ibadah hari minggu, segera aku ke tempat Detektif Johan. Dan aku langsung disambut oleh Maria yang sedang bersih-bersih rumahnya, terutama kantor detektif ayahnya.
"Pagi?!" sapaku.
"Pagi, Hei Ray," katanya.
"Hai, di mana ayahmu?"
"Sebentar lagi masuk, dia sedang membawa sesuatu dari perpustakaan. Banyak banget bukunya. Sekardus," kata Maria.
Dia hari itu memakai hotpants, kaos dan masker. Ia membersihkan debu. Setelah itu dia lap meja kerja ayahnya dengan kain serbet setelah disemprot dengan cairan pembersih.
Tak berapa lama kemudian sang detektif masuk ke ruangannya. Ia langsung duduk di depanku. Dia memberikanku beberapa lembar kertas.
"Coba baca, kira-kira kamu tertarik ataukah tidak," kata Detektif Johan. Aku menatap matanya. Dia tampaknya serius. Kulirik Maria yang juga menoleh ke arahku dengan pandangan ingin tahu.
Aku membaca tentang sebuah sekte yang disebut Dark Lantern. Sekte yang menganggap dirinya Messenger of Mesiah. Apa ini? Sekte ini sudah ada sejak abad pertengahan dan memburu orang-orang yang dianggap sebagai pembawa kekuatan iblis. Kekuatan iblis itu adalah pengendali api, pengendali air, pengendali udara dan berbagai macam kemampuan yang tak dimiliki oleh manusia biasa pada umumnya. Aku melihat simbol-simbol itu. Sama seperti yang ada pada sapu tanganku.
"Ini, aku kembalikan milikmu," kata Detektif Johan sambil menyerahkan sapu tanganku.
"Ini bohong kan?" tanyaku.
"Kalau kamu bisa menjelaskan kepadaku ini bohong, maka itu aku anggap selesai. Tapi ini sama saja dengan cerita fiksi aku tak percaya terhadap semua ini. Bagaimana mungkin orang bisa mengendalikan unsur elemen? Ini tak masuk akal. Selama ini aku bekerja sebagai detektif tidak pernah aku bertemu dengan hal-hal semacam ini," kata Detektif Johan. "Dan juga, potongan cek itu. Aku sudah periksa semuanya berasal dari satu orang yang bernama Tina Einsburgh. Dia membuka rekening baru, setelah mengirimkan cek dan cek diterima lalu diambil oleh ibu asuhmu, dia langsung menutup rekeningnya. Jejaknya hilang, selalu seperti itu. Dia melakukan gonta-ganti identitas tapi yang menjadi ciri yang sama adalah Tina Einsburgh. Kamu tahu siapa Tina EInsburgh?"
"Aku tahu pengirimnya adalah Tina Einsburgh dan polisi juga sudah melacak rumahnya tapi tak ada hasil karena semua alamatnya palsu," kataku.
"Tina Einsburgh ada ribuan nama dan dari namanya dia bukan warga negara ini. Entah siapa, kemungkinan besar dia adalah ibumu," kata detektif Johan.
"Aku juga sudah menduga itu, dan maaf detektif, lalu apakah kamu sudah menemukan Tina Einsburgh?" tanyaku.
"Tina Einsburgh ini tidak mudah ditemukan. Dia sangat licin. Aku sudah meminta pihak kepolisian dan catatan sipil untuk melacak orang ini tapi hasilnya nihil," kata detektif Johan. "Tapi aku akan terus berusaha. Yang jelas kalau misalnya Dark Lantern ini adalah misteri di balik identitas kedua orang tuamu, berarti selamat kita telah masuk ke dalam dunia fiksi misteri."
"Detektif Johan. Aku tahu ini membuatmu frustasi. Aku akan bayar berapapun agar orang tuaku bisa ketemu," kataku.
"Anak muda, misteri adalah makananku setiap hari dan memang menjadikanku frustasi. Aku masih berusaha. Paling tidak inilah hasil penyelidikanku sementara ini. Jadi informasi ini sudah kamu ketahui kalau begitu?"
"Tina Einsburgh dan alamatnya yang tidak menentu aku sudah tahu, tapi Dark Lantern, aku baru mengetahuinya," kataku.
"Baiklah, itu saja yang ingin aku sampaikan," kata Detektif Johan.
Kulirik Maria. Dia menatapku. Aku mengangguk, "Baiklah, saya permisi dulu."
"Aku akan kabari secepatnya informasi tentang Tina Einsburgh," kata Detektif Johan.
"Terima kasih," kataku. "Sampai nanti Mar!"
"Hati-hati di jalan!" kata Maria.
Aku pun keluar dari kantor detektif itu. Sekte yang memburu orang yang mempunyai kekuatan iblis? Seperti aku? Apakah ini kekuatan iblis? Aku melihat ke telapak tanganku yang dengan mudah bisa menghasilkan es. Kemudian dengan mudah juga bisa menguap. Kalau memang ini benar kekuatan iblis, lalu kenapa aku masih dibiarkan hidup oleh mereka? Seperti apakah sekte Dark Lantern itu?
0 Response to "The Dark Lantern Episode 5"
Post a Comment