The Dark Lantern "I Hate When You Are Weak" Episode 10
Thursday, June 7, 2018
Add Comment
Agni sedikit senang melihat aku sudah keluar dari kamar. Aku pun mulai ikut makan bersama setelah sebelumnya tidak pernah sama sekali. Aku juga ikut kebaktian walaupun terlihat pasif. Lambat laun aku tak bisa membohongi perasaanku bahwa aku masih berkabung, aku masih bersedih.
Malam itu aku duduk di atap lagi. Agni menemaniku. Ia lalu memelukku.
"Sudahlah Ray, yang pergi biarkan pergi," katanya. "Relakanlah!"
"Aku juga punya pemikiran seperti itu Ray," kata Agni. "Tapi semuanya pasti ada hikmah. Kamu yakin saja."
"Aku takut kekuatan ini nantinya malah menyakitimu. Sekarang ini cuma kamu yang paling aku sayangi Ni," kataku.
"Oh, Ray!" Agni lalu memeluku lebih erat lagi. "Aku juga sayang kamu."
Rasanya pelukan Agni itu sedikit memberikan rasa nyaman kepadaku. Karena memang pelukannyalah yang saat itu aku perlukan.
***
Sudah selama sebulan ini aku tak menggunakan kekuatanku. Beda dengan Agni yang masih bermain-main. Seperti bikin kembang api, atau membantu ibu asuh ketika tak ada api gara-gara tabung gas habis. Aku masih takut menggunakan kekuatanku. Sampai suatu ketika. Ada sekelompok preman yang memalak diriku. Aku dihajar hingga babak belur gara-gara nggak memberikan uang. Pulang dengan luka lebam membuat Agni marah.
"Siapa yang melakukannya? Bilang sama aku!" kata Agni.
"Sudahlah Ni, nggak usah," kataku.
"Kamu ini gimana sih Ray, kamu itu kuat. Punya kekuatan tapi kenapa kamu lemah?!" ujar Agni. "Aku benci kamu Ray, aku benci. Mati saja sana!"
Agni marah kepadaku hari itu. Besok dan besoknya lagi. Kejadian pun terulang lagi. Aku dipalak preman yang sama, tapi aku memberikan mereka uang. Hal itu diketahui oleh Agni dan lagi-lagi ia marah kepadaku.
"Kamu itu lemah dan aku benci cowok lemah!" katanya.
Agni tidak lagi menyapaku. Tidak lagi memperlakukan aku seperti biasanya. Aku pun sedih.
"Ni,...maafkan aku!" kataku. "Aku tak ingin lagi memakai kekuatanku."
"Kamu pengecut Ray, kamu lemah!" kata Agni.
"Kamu harus tahu alasanku tidak memakainya, aku tak ingin menyakiti orang lagi. Aku tak tahu bagaimana mengendalikannya!" kataku.
"Itu karena kamu lemah dan aku benci kamu yang lemah seperti ini! Jangan lagi memanggil namaku. Dasar lemah!" katanya.
"Agni, please!" kataku memohon.
Ribut-ribut itu membuat semua orang menonton. Seluruh penghuni panti asuhan seperti mendapatkan tontonan gratis dari kami. Aku mencoba meraih tangan Agni. Tapi dia mengeluarkan apinya dari tangannya. Segera aku melepaskan peganganku. Kucoba mengendalikan suhu panas dengan kekuatanku.
Agni menatapku tajam. "Katakan kamu mencintaiku!"
"Ni..aku..!" aku melihat semua orang. Mereka terkejut ketika Agni bicara seperti itu.
"Katakan!" bentaknya.
"Iya, aku cinta kamu!" kataku.
"Kalau begitu aku menantangmu bertarung!" katanya Agni.
"Kenapa?" tanyaku.
"Kalau begitu kamu tak mencintaiku," katanya.
"Agni!" panggilku.
Tangannya kini sudah memancarkan api lagi. Dia melemparkan bola api ke arahku. Aku menangkap bola api itu dan hancur dengan kekuatan esku.
"Tunggu Ni, jangan!" pintaku.
"Lawan aku! Dasar lemah, cowok lemah!" katanya. Ia melemparkan api lagi kini aku menghindarinya malah terkena meja yang ada di pinggir ruangan. Meja itu pun terbakar. Para penghuni panti langsung mengambil pemadam kebakaran dan memadamkannya. "Lawan aku Ray! Lawan! Kamu tidak cinta aku. Kamu tidak mencintaiku!"
Ibu kepala yang melihat ribut-ribut itu segera keluar. "Ada apa ini? Agni? Ray?"
Agni lalu berlari. Ia keluar dari panti.
"Tunggu Agni!" teriakku.
"Kalau kamu mencintaiku maka kejar aku!" katanya.
"Ada masalah apa ini?" tanya ibu kepala ke Alex.
"Masalah cinta," jawab Alex.
"Ray dan Agni?" tanya ibu kepala.
"Sejak kapan?"
"Sudah lama ibu," kata Troya.
Aku lalu berlari mengejar Agni. "Tunggu Agni! Jangan pergi!"
Aku terus mengejar Agni. Larinya cukup cepat hingga kami berhenti di sebuah jalanan sepi.
"Agni, jangan tinggalkan aku. Aku tak punya siapa-siapa lagi!" kataku.
"Kau kira aku juga punya?"
"Agni...aku...,"
"Aku tak ingin kamu lemah Ray. Lawan aku!"
"Tidak Agni, aku tak bisa!"
Agni berbalik menghadapku. Kini matanya menyala merah. Ia benar-benar marah. Seluruh pakaiannya serasa terbakar. Dan dalam sekejap dari kedua tangan dan seluruh tubuhnya mengeluarkan api. Seluruh bajunya terbakar. Rambutnya menyala seperti api yang membara.
"Agni...jangan! Aku mohon bagaimana aku bisa melawan orang yang aku cintai?" kataku.
"Kamu lemah! Aku benci cowok lemah!" katanya. "Kalau kamu tak melawanku, aku akan membakar semua yang ada di sini hingga tak tersisa. Kamu tak tahu betapa kesepiannya diriku melihatmu berduka Ray? Kamu tak mengertikah perasaanku? Kami selalu berusaha mengerti perasaanmu, tapi kamu egois. Kamu tak tahu perasaanku."
"Ni, tak perlu seperti ini juga kan?"
"Perlu, sangat perlu. Padamkan apiku Ray, karena aku tak akan memadamkannya kecuali dengan kekuatanmu!"
Aku tak tahu harus bagaimana lagi. Dia sungguh-sungguh. Aku seperti melihat Human Torch dalam wujud seorang wanita yang membakar dirinya tanpa busana. Air mataku pun meleleh.
Angin dan air bergetar. Mereka mengerti kesedihanku. Dan mereka pun menghiburku. Walaupun mereka tak bicara tapi dengan bahasa hati aku bisa mendengarkan mereka, bisa merasakan mereka. Kini seluruh kekuatan angin dan air menyatu ke dalam tanganku. Mereka berkumpul semuanya memberikan sebuah efek yang tidak biasa. Tubuhku seperti terbungkus oleh perisai pelindung berlapis-lapis. Angin dan Air menyatu di dalam tubuhku, tanganku pun kini berwarna putih, mulutku pun mengeluarkan uap air. Aku membeku, tapi aku tak merasakan kebekuan itu.
Agni, maafkan aku. Bapa Joseph, maafkan aku. Tuhan, maafkan aku.
Aku berjalan mendekat ke Agni. Ia mulai tersenyum. Kedua telapak tanganku mengeluarkan cahaya birunya dan cahayanya makin terang. Kedua kekuatan saling menghantam sekarang. Di sisi Agni semua di sekelilingnya terbakar, sedangkan di sisiku semuanya membeku. Aku makin mendekat dan sekarang mendekapnya. Tangannya menyentuh pipiku.
"Aku mencintai dirimu yang seperti ini Ray," katanya sambil tersenyum.
"Jangan tinggalkan aku Ni," kataku.
"Maafkan aku, kalau tidak seperti ini kamu tidak akan jadi kuat. Karena aku benci dirimu yang lemah Ray. Aku benci. Tapi yang seperti ini aku suka, aku cinta," katanya.
"Hentikan ini Ni, hentikan!" kataku.
"Tidak bisa Ray. Aku sudah mengeluarkan seluruh kekuatanku sampai aku membakar diriku sendiri. Tak ada yang bisa memadamkannya," katanya.
"Aku bisa aku akan padamkan!" kataku.
Ia menggeleng. "Aku tahu kamu bisa memadamkannya, tapi aku tak akan selamat. Kamu tak akan bisa menyelamatkanku."
Perlahan-lahan tubuhnya melepuh tangannya habis terbakar. Tidak! Jangan! Jangan lagi.
Saat itulah Alex dan Troya menyusulku. Melihat aku sedang beradu kekuatan dengan Agni mereka tak berani mendekat. Ibu kepala juga melihatku dan Agni. Ia berteriak, "Agniii! RAAY! Hentikan! Kumohon nak hentikan!"
"Sampaikan maafku ke ibu kepala ya?! Kamu harus kuat Ray, kamu harus kuat!" katanya.
"Jangan lakukan ini Agni, bagaimana aku bisa hidup tanpamu?" tanyaku.
"Kamu pasti bisa. Akan ada seorang wanita yang akan mengisi hidupmu nanti. Dia pasti lebih baik dariku."
Api pun akhirnya membakar habis tubuh Agni. Aku pun mencoba menangkap seluruh sisa-sisa abunya. Aku menangis di tempat itu. Kekuatanku pun mulai aku padamkan hingga cahaya biru di kedua tanganku pun padam. Hari itu kami semua bersedih lagi. Aku telah kehilangan cinta pertamaku untuk selama-lamanya. Agni, maafkan aku. Bahkan dengan kekuatan sebesar ini aku tak bisa menyelamatkan siapapun.
****
Itulah cerita masa laluku. Itulah sebabnya aku banyak menutup diri. Menghabiskan waktuku dengan membaca. Takut dekat dengan perempuan. Bahkan ketika aku tahu bahwa aku menyukai Maria, aku tak pernah bisa dekat dengan dirinya. Alex dan Troya menyadari bahwa mereka akan membahayakan yang lainnya kalau terus tinggal di panti asuhan. Alex kemudian membuat kelompok sendiri bersama Troya. Empat sekawan pun pecah dengan sendirinya setelah kematian Agni. Misteri tentang orang-orang yang mengejar kami pun akhirnya terkuak. Mereka adalah sekte Dark Lantern. Sekte Lentera Kegelapan yang memang ingin menghukum orang-orang yang mempunyai kekuatan iblis.
Ya, kekuatan kami memang berbahaya. Kekuatan kami luar biasa. Kekuatan kami bisa menghancurkan apapun. Pantas mereka ingin membunuh kami. Tapi kami juga manusia, kami punya hati dan kami bukan hewan yang seenaknya saja bisa diburu. Sampai sekarang pun aku tetap mengira perasaanku kepada Agni bukanlah perasan jahat. Melainkan perasaan cinta. Perasaanku kepada Bapa Joseph. Kepada teman-temanku.
Aku memang bersedih ketika Troya dibunuh oleh mereka. Karena memang kami dulu pernah menjadi kawan. Misteriku selanjutnya adalah aku harus menemukan kedua orang tuaku, dan atas alasan apa mereka membuangku. Dark Lantern, aku sudah bersumpah aku akan menghancurkannya seorang diri. Aku tak ingin membahayakan orang-orang yang aku cintai. Aku bukan lagi orang yang lemah.
NARASI DETEKTIF JOHAN
Mengejar orang yang bernama Tina Einsburgh ini seperti mencari jarum di tumpukan jerami. Aku mulai yakin bahwa apa yang aku selidiki juga diselidiki oleh Divisi ATFIP. Mereka beberapa kali mengikuti jejakku untuk menemukan wanita dengan identitas Tina Einsburgh. Siapa dia sebenarnya, kenapa divisi semacam ATFIP juga mencarinya? Aku pun jadi lebih yakin lagi bahwa ATFIP adalah kelompok sekte Dark Lantern. Tapi bagaimana mungkin mereka bisa sampai berada di divisi kepolisian? Siapa yang memasukkannya?
Kasusnya makin menarik. Aku tahu aku sangat bersemangat. Tapi aku harus berpura-pura bahwa aku sedang suntuk menangani kasus ini agar tak membuat setiap orang curiga kepadaku bahwa permainan nyawa sedang berlangsung, dan bisa-bisa keluargaku juga terkena korbannya. Mereka bisa mendapatkan rekaman CCTV itu udah cukup bagiku bahwa mereka punya hak akses tak terbatas. Dan aku membencinya.
Aku pun mulai masuk ke dalam permainan gelap. Aku tak menyadari bahwa aku makin masuk ke dalamnya hingga relung-relung jiwaku menyelami kegelapan tanpa cahaya. Aku pun mulai takut, bagaimana aku bisa keluar dari tempat ini? Aku sungguh tak menyangka urusan seorang anak tujuh belas tahun bisa serumit ini.
Saat aku menggapai dalam kegelapan, aku pun menemukan sebuah titik cahaya. Seseorang bernama Tina Einsburgh menghubungiku. Dan aku kira dia cuma membual. Namun saat aku serius mencari kebenaran tentang dirinya, dia mengatakan mengetahui apa yang aku cari. Emailnya memang misterius dan menyuruhku untuk ketemu di sebuah hotel.
Aku tidak siap dengan semua ini, bagaimana kalau ini cuma jebakan? Bagaimana kalau ini cuma tipuan? Siap atau tidak, inilah yang akan aku lakukan. Aku sudah mempersiapkan senjataku, pistol Glock, dua magz. Hari itu tanpa banyak cing-cong aku segera pergi ke hotel yang dimaksudkan.
Hari itu tanggal 20 Desember. Lima hari menjelang natal. Orang-orang sudah sibuk memasang pohon natal dan pernak-perniknya. Pegawai tahunan yang menyamar menjadi Sinterklas pun sudah menempati posisinya berpose sebagai sinterklas. Aku belum mempersiapkannya, setidaknya dengan kasus yang masih aku selidiki ini akan sulit merayakan natal.
Hotel itu cukup mewah. Entah apa yang akan aku hadapi di tempat ini. Aku sudah masuk di tempat itu. Ia menyuruhku untuk pergi ke restoran dan duduk di meja nomor 15. Cukup mudah aku menemukan meja nomor 15 karena sudah bisa terlihat begitu aku masuk ke dalam restoran itu. Belum ada orang. Dan aku pun duduk menunggu kira-kira apa yang akan terjadi?
Lima menit, lima belas menit, setengah jam, satu jam aku pun bosan dengan anggur yang sudah aku pesan. Akhirnya aku merasa ini pasti cuma gurauan orang-orang iseng. Hebat juga sampai memesankan meja untukku. Tapi sebelum aku beranjak sang pelayan menyerahkan sebuah nampan yang ditutup kepadaku.
"Maaf tuan, ada pesanan untuk Anda silakan di ambil," kata sang pelayan.
"Maksudnya?" tanyaku. Ia membuka nampan itu.
Aku langsung menyaksikan sebuah kertas bertuliskan sesuatu "Maaf, aku harus melihatmu aman dulu. Kamu diikuti tapi aku sudah beresan mereka. Sekarang pergi ke kamar 307." Apa-apaan ini? Baiklah aku coba ikuti permainannya ia mau apa sebenarnya. Aku benci sekali misteri ini. Aku mengeluarkan tip kepada pelayan namun ditolaknya. Katanya sudah dibayar. What?
Aku makin gila dengan ini. Siapa yang mempermainkan aku sekarang ini?
Aku pun segera masuk ke dalam hotel. Di meja lobi aku bertanya letak kamar nomor 307. Sang pegawai memberitahu bahwa letaknya ada di lantai tiga. Aku pun segera masuk ke dalam lift. Setelah lift naik dan sampai di lantai tiga aku keluar. Sepi sekali. Aku berjalan menelusuri karpet berwarna merah bercorak. Ku perhatikan tulisan angka kamarnya. Adakah yang bernomor 307? Aku pun mendapatinya.
"Hmm? Permisi?" sapaku sambil mengetuk pintunya.
Pintu pun dibuka. Seorang perempuan cantik berambut lurus dengan wajah oriental menyambutku. What the heck?
"Masuklah tuan detektif," katanya.
Dia tak salah. Dia memanggilku detektif. Akhirnya aku masuk. Tapi aku lirik dirinya memberikan tag Do Not Distrub. Dia mengambil remote dan musik pun dimainkan. Perempuan itu memakai baju yang seksi. Dia memakai lingerie dan g-string. Bentar, apa-apaan ini? Dia langsung menciumku, dasiku ditariknya.
"Nona apa yang...kamu lakukan?" tanyaku gelagapan.
"Ikuti saja!" katanya.
Aku kemudian didorongnya hingga terjerembab ke atas ranjang. Wanita ini pun mulai berjoget seirama iringan musik. Dia lalu mulai melucuti kancingku satu per satu. Dia mengambil senjataku, eh?? dia menjilati senjataku (senjata beneran). Pistol glockku itu kemudian di lemparkan ke lantai. Juga dengan kedua magz-nya. Ia mengambil ponselku, lalu ditaruh di atas meja. Pakaianku dilepaskan semua, bahkan aku sekarang sudah bugil dan dia memborgolku. Tak cukup itu ia pun mengusap-usapkan payudaranya ke wajahku.
Dia membelai kepalaku kemudian menggigit-gigit kecil telingaku.
"Detektif, apa hubunganmu dengan Dark Lantern? Kenapa mereka mengikutimu?" bisik wanita itu.
"Aku tak tahu kalau mereka mengikutiku," bisikku.
"Jangan bodoh detektif, kamu bertemu dengan mereka beberapa kali. Aku tahu siapa Robert!" bisik wanita itu. "Tenang aja, dia wanita suruhanku, bukan diriku yang sebenarnya. Dia akan bicara seperti aku bicara. Dia akan memberikanmu kepuasan jadi kamu nikmati saja. Yang menyaksikan aksi stripease itu bukan saja aku, tapi mereka, jadi berlakulah natural!"
"Aku akan coba," bisikku.
Sang wanita kemudian mulai menciumiku, mulai dari bibirku, leher lalu dia menjilati putingku. Lidahnya menari-nari di sana, merangsangku, syaraf-syaraf birahiku pun mulai naik. Dia tahu saja kalau batangku mulai mengeras. Kemudian dikocoknya lembut.
"Katakan kepadaku detektif, kenapa kamu sangat tertarik kepadaku?" tanya sang wanita.
"A..ada sss...seorang klien," jawabku.
"Klien? Siapa? Dari mana?" tanyanya.
"Seorang anak yatim dari ...ppanti asuhan...," kataku. Gila enak bener kocokan wanita ini ke penisku. "Ohhh...fuck!"
"Kamu bisa request mau diapakan, selama kamu bisa menjawab seluruh pertanyaanku," kata sang wanita.
"Suck me!" kataku.
Sang wanita langsung menurunkan kepalanya. Dalam sekejap dia sudah mengulum penisku. Kepalanya sudah naik turun memberikan stimulus yang memabukkan. Gilaaa enak banget.
"Detektif, jawab! Siapa?" kata sang wanita.
"Ray, seorang anak dari panti asuhan Kasih Ibu," jawabku.
"Apa dia pernah bertemu dengan Robert?" tanya sang wanita.
"Belum," kataku.
"Apakah kamu tahu tentang Ray?"
"Ohh...aku hanya tahu dia.....hmmm....teman putriku dan dia meminta bantuanku. Dia juga mau mmm...mmemmbayar mahal untuk bertemu deng...an...orang tuanya," kataku.
"Ray...," bisik sang wanita.
"Kamu tahu anak itu?" tanyaku.
"Aku ingin memintamu detektif, tolong lakukan satu hal untukku," kata sang wanita.
"Ohh...hhmmm...i...iya," kataku. Sang wanita itu sekarang menyedot-nyedot telurku. "Cukup...let's fuck right now!"
Sang wanita lalu menungging. Dia membelakangiku. Menurutku sudah terlanjur makan saja sekalian. Lagian, aku tak bisa berbuat apa-apa dengan kondisi terborgol seperti ini. Kepala penisku sekarang sudah berada di bibir vagina pelacur ini. Aku agak ragu, dia bersih apa nggak nih? Aku tak ingin kena AIDS juga dong.
"Tak perlu takut, dia bersih. Aku sengaja pilihkan wanita yang paling terbaik dan paling sehat. Dia aman," kata sang wanita.
Aku pun tak ragu-ragu lagi. Sang wanita membantuku menggesek-gesek lubang kemaluannya. Lalu ia mundurkan pantatnya. Dan SLEBBB...uuhggg...batangku meluncur. Seret sekali. Aku bisa merasakan kemaluanku hangat sekali di dalamnya.
"Ohh...aahh...," desah sang wanita.
"Jadi, apa hubungamu dengan Ray? Kamu belum jawab," kataku.
"Aku...adalah...ibunya, aku...sss...senga...ja menn...nitipkan...diri....nya ke pan....ti asuhan itu!" kata sang wanita terbata-bata karena ia kerja dua kali. Menjadi penghubung tuannya dan merasakan kenikmatan sex. Goyangannya makin liar. Enak juga pantat pelacur ini.
"Jadi uang...itu....kamu yang mengghhirim?" tanyaku.
"I..iyaaa...sebbbaghii..aann...suamikkuu...," jawabnya.
"Jjjadi...kedua orang tuanya ....Rrrayy....mmmasss...ih...hidup?" tanyaku.
"I...iyyyyaaahh...ohhh...aahhh...aaaahhh....hhmm," ujar sang wanita.
Gila bokong wanita ini berputar-putar. Ingin matahin batangku??? Aku pun makin cepat menggoyang pantatku.
"Bbbaik...laah...detekkktiiifff...ccukuuuuppppppp!" kata sang wanita disusul dia menekan pantatnya kuat kuat ke penisku.
Aku pun mengeluarkan mani yang tidak sedikit menyemprotkan semuanya ke dalam rahimnya. Sang wanita pun ambruk di depanku dan dari lubang kemaluannya kulihat lendir hasil jerih payahku. Aku pun terkapar hari itu di dalam kamar hotel. Tidur dalam keadaan terborgol.
Ketika bangun borgolku sudah terlepas dan aku terlentang di atas kasur. Wanita itu tidur di sampingku sambil memelukku. Aku lalu bangun, kemudian memunguti satu-per-satu pakaianku dan memakainya kembali. Wanita itu kemudian terbangun, karena suara ributku.
"Tuan detektif, dia berkata akan menghubungimu secepatnya, pesan terakhirnya tolong lindungi Ray," kata wanita itu. "Kau hebat tuan detektif."
Aku menoleh ke arahnya. Dia sudah tertidur lagi. Dasar pelacur. Aku segera membenahi pakaianku dan keluar dari kamar.
Mengejar orang yang bernama Tina Einsburgh ini seperti mencari jarum di tumpukan jerami. Aku mulai yakin bahwa apa yang aku selidiki juga diselidiki oleh Divisi ATFIP. Mereka beberapa kali mengikuti jejakku untuk menemukan wanita dengan identitas Tina Einsburgh. Siapa dia sebenarnya, kenapa divisi semacam ATFIP juga mencarinya? Aku pun jadi lebih yakin lagi bahwa ATFIP adalah kelompok sekte Dark Lantern. Tapi bagaimana mungkin mereka bisa sampai berada di divisi kepolisian? Siapa yang memasukkannya?
Kasusnya makin menarik. Aku tahu aku sangat bersemangat. Tapi aku harus berpura-pura bahwa aku sedang suntuk menangani kasus ini agar tak membuat setiap orang curiga kepadaku bahwa permainan nyawa sedang berlangsung, dan bisa-bisa keluargaku juga terkena korbannya. Mereka bisa mendapatkan rekaman CCTV itu udah cukup bagiku bahwa mereka punya hak akses tak terbatas. Dan aku membencinya.
Aku pun mulai masuk ke dalam permainan gelap. Aku tak menyadari bahwa aku makin masuk ke dalamnya hingga relung-relung jiwaku menyelami kegelapan tanpa cahaya. Aku pun mulai takut, bagaimana aku bisa keluar dari tempat ini? Aku sungguh tak menyangka urusan seorang anak tujuh belas tahun bisa serumit ini.
Saat aku menggapai dalam kegelapan, aku pun menemukan sebuah titik cahaya. Seseorang bernama Tina Einsburgh menghubungiku. Dan aku kira dia cuma membual. Namun saat aku serius mencari kebenaran tentang dirinya, dia mengatakan mengetahui apa yang aku cari. Emailnya memang misterius dan menyuruhku untuk ketemu di sebuah hotel.
Aku tidak siap dengan semua ini, bagaimana kalau ini cuma jebakan? Bagaimana kalau ini cuma tipuan? Siap atau tidak, inilah yang akan aku lakukan. Aku sudah mempersiapkan senjataku, pistol Glock, dua magz. Hari itu tanpa banyak cing-cong aku segera pergi ke hotel yang dimaksudkan.
Hari itu tanggal 20 Desember. Lima hari menjelang natal. Orang-orang sudah sibuk memasang pohon natal dan pernak-perniknya. Pegawai tahunan yang menyamar menjadi Sinterklas pun sudah menempati posisinya berpose sebagai sinterklas. Aku belum mempersiapkannya, setidaknya dengan kasus yang masih aku selidiki ini akan sulit merayakan natal.
Hotel itu cukup mewah. Entah apa yang akan aku hadapi di tempat ini. Aku sudah masuk di tempat itu. Ia menyuruhku untuk pergi ke restoran dan duduk di meja nomor 15. Cukup mudah aku menemukan meja nomor 15 karena sudah bisa terlihat begitu aku masuk ke dalam restoran itu. Belum ada orang. Dan aku pun duduk menunggu kira-kira apa yang akan terjadi?
Lima menit, lima belas menit, setengah jam, satu jam aku pun bosan dengan anggur yang sudah aku pesan. Akhirnya aku merasa ini pasti cuma gurauan orang-orang iseng. Hebat juga sampai memesankan meja untukku. Tapi sebelum aku beranjak sang pelayan menyerahkan sebuah nampan yang ditutup kepadaku.
"Maaf tuan, ada pesanan untuk Anda silakan di ambil," kata sang pelayan.
"Maksudnya?" tanyaku. Ia membuka nampan itu.
Aku langsung menyaksikan sebuah kertas bertuliskan sesuatu "Maaf, aku harus melihatmu aman dulu. Kamu diikuti tapi aku sudah beresan mereka. Sekarang pergi ke kamar 307." Apa-apaan ini? Baiklah aku coba ikuti permainannya ia mau apa sebenarnya. Aku benci sekali misteri ini. Aku mengeluarkan tip kepada pelayan namun ditolaknya. Katanya sudah dibayar. What?
Aku makin gila dengan ini. Siapa yang mempermainkan aku sekarang ini?
Aku pun segera masuk ke dalam hotel. Di meja lobi aku bertanya letak kamar nomor 307. Sang pegawai memberitahu bahwa letaknya ada di lantai tiga. Aku pun segera masuk ke dalam lift. Setelah lift naik dan sampai di lantai tiga aku keluar. Sepi sekali. Aku berjalan menelusuri karpet berwarna merah bercorak. Ku perhatikan tulisan angka kamarnya. Adakah yang bernomor 307? Aku pun mendapatinya.
"Hmm? Permisi?" sapaku sambil mengetuk pintunya.
Pintu pun dibuka. Seorang perempuan cantik berambut lurus dengan wajah oriental menyambutku. What the heck?
"Masuklah tuan detektif," katanya.
Dia tak salah. Dia memanggilku detektif. Akhirnya aku masuk. Tapi aku lirik dirinya memberikan tag Do Not Distrub. Dia mengambil remote dan musik pun dimainkan. Perempuan itu memakai baju yang seksi. Dia memakai lingerie dan g-string. Bentar, apa-apaan ini? Dia langsung menciumku, dasiku ditariknya.
"Nona apa yang...kamu lakukan?" tanyaku gelagapan.
"Ikuti saja!" katanya.
Aku kemudian didorongnya hingga terjerembab ke atas ranjang. Wanita ini pun mulai berjoget seirama iringan musik. Dia lalu mulai melucuti kancingku satu per satu. Dia mengambil senjataku, eh?? dia menjilati senjataku (senjata beneran). Pistol glockku itu kemudian di lemparkan ke lantai. Juga dengan kedua magz-nya. Ia mengambil ponselku, lalu ditaruh di atas meja. Pakaianku dilepaskan semua, bahkan aku sekarang sudah bugil dan dia memborgolku. Tak cukup itu ia pun mengusap-usapkan payudaranya ke wajahku.
Dia membelai kepalaku kemudian menggigit-gigit kecil telingaku.
"Detektif, apa hubunganmu dengan Dark Lantern? Kenapa mereka mengikutimu?" bisik wanita itu.
"Aku tak tahu kalau mereka mengikutiku," bisikku.
"Jangan bodoh detektif, kamu bertemu dengan mereka beberapa kali. Aku tahu siapa Robert!" bisik wanita itu. "Tenang aja, dia wanita suruhanku, bukan diriku yang sebenarnya. Dia akan bicara seperti aku bicara. Dia akan memberikanmu kepuasan jadi kamu nikmati saja. Yang menyaksikan aksi stripease itu bukan saja aku, tapi mereka, jadi berlakulah natural!"
"Aku akan coba," bisikku.
Sang wanita kemudian mulai menciumiku, mulai dari bibirku, leher lalu dia menjilati putingku. Lidahnya menari-nari di sana, merangsangku, syaraf-syaraf birahiku pun mulai naik. Dia tahu saja kalau batangku mulai mengeras. Kemudian dikocoknya lembut.
"Katakan kepadaku detektif, kenapa kamu sangat tertarik kepadaku?" tanya sang wanita.
"A..ada sss...seorang klien," jawabku.
"Klien? Siapa? Dari mana?" tanyanya.
"Seorang anak yatim dari ...ppanti asuhan...," kataku. Gila enak bener kocokan wanita ini ke penisku. "Ohhh...fuck!"
"Kamu bisa request mau diapakan, selama kamu bisa menjawab seluruh pertanyaanku," kata sang wanita.
"Suck me!" kataku.
Sang wanita langsung menurunkan kepalanya. Dalam sekejap dia sudah mengulum penisku. Kepalanya sudah naik turun memberikan stimulus yang memabukkan. Gilaaa enak banget.
"Detektif, jawab! Siapa?" kata sang wanita.
"Ray, seorang anak dari panti asuhan Kasih Ibu," jawabku.
"Apa dia pernah bertemu dengan Robert?" tanya sang wanita.
"Belum," kataku.
"Apakah kamu tahu tentang Ray?"
"Ohh...aku hanya tahu dia.....hmmm....teman putriku dan dia meminta bantuanku. Dia juga mau mmm...mmemmbayar mahal untuk bertemu deng...an...orang tuanya," kataku.
"Ray...," bisik sang wanita.
"Kamu tahu anak itu?" tanyaku.
"Aku ingin memintamu detektif, tolong lakukan satu hal untukku," kata sang wanita.
"Ohh...hhmmm...i...iya," kataku. Sang wanita itu sekarang menyedot-nyedot telurku. "Cukup...let's fuck right now!"
Sang wanita lalu menungging. Dia membelakangiku. Menurutku sudah terlanjur makan saja sekalian. Lagian, aku tak bisa berbuat apa-apa dengan kondisi terborgol seperti ini. Kepala penisku sekarang sudah berada di bibir vagina pelacur ini. Aku agak ragu, dia bersih apa nggak nih? Aku tak ingin kena AIDS juga dong.
"Tak perlu takut, dia bersih. Aku sengaja pilihkan wanita yang paling terbaik dan paling sehat. Dia aman," kata sang wanita.
Aku pun tak ragu-ragu lagi. Sang wanita membantuku menggesek-gesek lubang kemaluannya. Lalu ia mundurkan pantatnya. Dan SLEBBB...uuhggg...batangku meluncur. Seret sekali. Aku bisa merasakan kemaluanku hangat sekali di dalamnya.
"Ohh...aahh...," desah sang wanita.
"Jadi, apa hubungamu dengan Ray? Kamu belum jawab," kataku.
"Aku...adalah...ibunya, aku...sss...senga...ja menn...nitipkan...diri....nya ke pan....ti asuhan itu!" kata sang wanita terbata-bata karena ia kerja dua kali. Menjadi penghubung tuannya dan merasakan kenikmatan sex. Goyangannya makin liar. Enak juga pantat pelacur ini.
"Jadi uang...itu....kamu yang mengghhirim?" tanyaku.
"I..iyaaa...sebbbaghii..aann...suamikkuu...," jawabnya.
"Jjjadi...kedua orang tuanya ....Rrrayy....mmmasss...ih...hidup?" tanyaku.
"I...iyyyyaaahh...ohhh...aahhh...aaaahhh....hhmm," ujar sang wanita.
Gila bokong wanita ini berputar-putar. Ingin matahin batangku??? Aku pun makin cepat menggoyang pantatku.
"Bbbaik...laah...detekkktiiifff...ccukuuuuppppppp!" kata sang wanita disusul dia menekan pantatnya kuat kuat ke penisku.
Aku pun mengeluarkan mani yang tidak sedikit menyemprotkan semuanya ke dalam rahimnya. Sang wanita pun ambruk di depanku dan dari lubang kemaluannya kulihat lendir hasil jerih payahku. Aku pun terkapar hari itu di dalam kamar hotel. Tidur dalam keadaan terborgol.
Ketika bangun borgolku sudah terlepas dan aku terlentang di atas kasur. Wanita itu tidur di sampingku sambil memelukku. Aku lalu bangun, kemudian memunguti satu-per-satu pakaianku dan memakainya kembali. Wanita itu kemudian terbangun, karena suara ributku.
"Tuan detektif, dia berkata akan menghubungimu secepatnya, pesan terakhirnya tolong lindungi Ray," kata wanita itu. "Kau hebat tuan detektif."
Aku menoleh ke arahnya. Dia sudah tertidur lagi. Dasar pelacur. Aku segera membenahi pakaianku dan keluar dari kamar.
0 Response to "The Dark Lantern "I Hate When You Are Weak" Episode 10"
Post a Comment