Cerita Anak Nakal Season 2 (Episode 5)

Kenapa?

NARASI PUTRI


Aku bersalah kepada Faiz. Aku hanya memanfaatkannya saja. Itulah yang terjadi sebenarnya. Hanya karena aku diputusin pacar dan dikhianati aku teganya memanfaatkan adik sendiri. Ia pasti marah kepadaku. Dengar-dengar ia mulai move on sekarang dengan teman sekolahnya. Denger kabar sih seorang penyanyi, seorang anak band. Aku pun penasaran seperti apa sih cewek yang mampu menaklukkan hati adikku ini.

Tentu saja aku sudah tahu tentang Vira yang sekarang jalan ama Pandu. Well, boleh dibilang selera Faiz ini boleh juga ya. Vira itu ideal banget. Sayang sekali ia tak mendapatkannya. Beruntung si Pandu. 

Aku sendiri tak terlalu dekat dengan Pandu sebenarnya. Aku lebih dekat dengan Faiz karena memang kami lahir dari rahim yang sama. Mungkin karena itulah aku nyaman dengan Faiz. Sejak kecil Faiz itu selalu melindungiku. Mungkin karena dia adalah anak laki-laki pertama. Sejak kecil ayah menasehati Faiz untuk melindungiku, karena dia adalah anak laki-laki. Dan nasehatnya itu berhasil. Dia pasti melindungiku, ketika aku sakit ia pasti merawatku dan aku jadi terlalu butuh kepadanya. 

Faiz pun juga demikian. Ia sangat menyayangiku. Mungkin saja akulah yang terkena sindrom suka kepada saudara sendiri. Karena itulah aku tahu mencintai saudara sendiri itu tidak baik, itu hal yang tabu dalam masyarakat. Aku pun mulai membuka diriku untuk cowok-cowok yang mulai mendekatiku. Akhirnya aku pacaran. Satu orang, dua orang, tiga orang, dan yang ketiga inilah aku melepas keperawananku. Jangan dibandingin ama penisnya Faiz, dia mah kecil. Karena aku belum pernah pengalaman ngentot, maka aku kira ya penisnya normal. Tapi setelah itu aku putus. Pacaran berikutnya kami juga melakukan ML. Dan aku mulai lebih terpuaskan hanya saja. Dasar brengsek, dia mengkhianatiku. Hampir semua pacarku hanya memanfaatkanku. Pacar pertama hanya ingin uangku, pacar kedua hanya ingin namaku dan ia memanfaatkanku untuk maksud yang jelek. Pacar ketiga orangnya bodoh. Pacar keempat brengsek. AKhirnya aku kira semua laki-laki itu sama saja.

Tak ada yang seperhatian Faiz. Tak ada lelaki yang lebih baik daripada dia. Jadi, rasanya tak salah kalau aku menyukainya. Tak salah dong aku mencintainya. Ahhh...aku akhirnya mendapatkan keperjakaannya. Sejak saat itulah aku cinta ama Faiz. Aku nasehati dia untuk move on karena tidak bisa bersama Vira. Kan ada aku. Tapi ternyata dia punya pilihan lain. Iskha.

Dia selalu cerita kepadaku, Iskha, Iskha dan Iskha. Kalau dari arti nama berasal dari kata Isk bahasa India artinya cinta. Iseng saja aku cari di youtube seperti apa sih band The Zombie Girls itu? Dan aku cemburu. Sang vokalis itu, aksinya di panggung luar biasa. Aku saja yang nggak tahu tentang band lokal ini jadi tertarik ama lagu-lagunya. 

Sore itu aku mengikuti Faiz. Dia menjemput pacarnya. Rumah pacarnya bukan rumah mewah. Biasa saja. Aku nggak menyangka Faiz bisa semesra itu dengan pacarnya. Aku masih mengikutinya, mereka masuk di sebuah Kafe. Oh, ini ya kafe yang sering dibicarakan Faiz. Dia memang cantik, pantas Faiz tergila-gila kepadanya, tapi aku juga cantik koq. Aku cantik. Siapa bilang aku jelek?

Tapi dia pintar bermain musik. Faiz sendiri di ponselnya menyimpan lagu-lagu pacarnya itu. Dia dengarkan setiap hari. Aku sempat melihat playlistnya. Semuanya adalah suara si Iskha. Dia benar-benar tergila-gila ama cewek ini. Aku pun masuk saja ke kafe itu. Diam di mobil juga nggak ada hasilnya. Aku menjauh dan mengamati Faiz dari jauh. Dia duduk dengan seorang pegawai dari kafe ini. Tampaknya mereka juga saling kenal. Setelah pertunjukan musik selesai, Faiz pun berpisah dengan pegawai kafe ini. Ia keluar bersama Iskha. 

Aku mengamati mereka saja dari dalam kafe. Di luar mereka berpelukan. Duh...sakit hatiku. Faiz, apa nilai lebih dari Iskha? Apa yang tidak ada pada diriku tapi ada pada dirinya? Duh, mereka berciuman? Wajah mereka mendekat. Mereka berciuman? Tak berapa lama kemudian mereka pergi. Aku buru-buru menyusul mereka. 

Ternyata Faiz tidak memulangkan pacarnya. Dia menuju ke sebuah tempat yang jauh dari jalan pulang. Di sini ternyata ada balapan liar. Aku melihat dari jauh, bagaimana Faiz berlomba malam itu. Ternyata Faiz suka balapan liar ya? Aku baru tahu. Sebab ia tak pernah cerita tentang hal ini. Dan dia menang malam itu. Aku masih mengikutinya setelah itu.

Dia menuju jalan pulang ke rumah Iskha. Tapi kenapa mobilnya diparkir agak jauh dari rumah? Mana gelap lagi? Aku tak jelas apa yang mereka lakukan di sana. Aku pun penasaran. Aku turun dari mobil dan mencoba mendekat ke mobil itu. Mungkin karena kegelapan inilah yang sedikit menguntungkanku. Mereka tak melihat aku mengintip mereka. Mereka....oh tidak, Faiz... kau membuat hatiku sakit. Kamu melakukan hal itu dengan dia?? Kamu bercinta dengan dia?? 

Air mataku meleleh. Aku segera berbalik dan meninggalkan mereka di dalam mobil. Aku masuk ke mobilku dan menangis. Faizku sekarang sudah punya tambatan hati. Dia sudah benar-benar move on. Faiz.... kenapa kita harus menjadi saudara? Aku mencintaimu. Kembalilah kepadaku. Kembalilah ke Kak Putrimu. Aku pun pulang setelah itu. 

Setelah pagar dibuka oleh satpam aku segera memasukkan mobil ke garasi. Kemudian buru-buru masuk ke dalam kamar. Kukunci pintu kamarku dan aku menutup mukaku dengan bantal. Siapa lagi yang bisa menyayangiku sekarang? Satu-satunya orang yang bisa mencintaiku sekarang telah punya tambatan hati. Hancur hatiku. Ayahku sudah sibuk dengan dunianya, ibu juga sudah tidak perhatian lagi, dan kini Faiz. Kubenamkan wajahku dalam bantal dan aku berteriak keras. Suaraku tertahan di dalam bantal sehingga tak terdengar apapun. 

Aku terbakar rasa cemburu. Aku menangis sejadi-jadinya. Aku marah. Marah sekali. Faiz, adikku yang aku cintai. Yang aku sayangi. 

Tunggu dulu....Tidak. Ini tak boleh terjadi. Aku tak akan ijinkan Faizku direbut olehnya. Tidak oleh siapapun. Sekarang saatnya aku harus memperoleh apa yang menjadi kebahagiaanku. Sejak aku kecil aku ditinggal oleh ayah kandungku. Aku dikhianati oleh pacarku. Masa' aku harus ditinggalkan oleh Faiz juga? Tidak. Kau boleh menang sekarang setan kecil. Tapi aku akan merebut Faiz darimu. Faiz hanya milikku. Milikku selamanya. Kalau aku tak bisa mendapatkan Faiz, maka kau juga tak akan bisa mendapatkannya. Itulah janjiku.

****

NARASI ISKHA

Ahhh...segarnya tubuhku pagi ini. Udaranya sejuk. Hari minggu, ngapain enaknya? Biasanya sih aku jalan-jalan buat olahraga. Aku mengambil ponselku. Eh, ada BBM dari Mas Faiz. Aku buka, ada foto dia barusan bangun tidur. "Aku mimpi basah nih tadi malam" katanya. Hihihi. Aku kemudian membalasnya, "Kalau mau beneran, sama guling aja". Dia lalu membalasnya dengan icon senyuman. 

Aku ganti baju dengan training dan kaos. Tubuhku sudah kangen ingin digerakkan. Nanti aja deh mandinya setelah berkeringat. Kuambil sepatu kets. setelah itu segera keluar dari kamar. Kulihat piano yang ada di tengah ruangan. Satu-satunya benda berharga pemberian Mas Faiz. Aku selalu memainkannya tiap hari. Benda ini juga membantuku dalam membuat lagu-lagu atau sekedar meredakan emosiku. Ibu dan ayah juga senang koq. Bahkan ayah mulai nyoba-nyoba mainin. Hihihihi. 

Aku masih ingat ketika beliau mergoki aku ciuman ama Mas Faiz. Kalau diingat-ingat aku malu sendiri. Habis olahraga, mandi, terus nyuci baju. Kerjaan hari minggu. Apalagi coba? Moga aja Mas Faiz nggak kemari lagi. Malu aku kalau dia ikutan jemurin bajuku. :P

Aku jadi teringat kejadian tadi malem. Itu pengalaman pertamaku petting. Dan untuk pertama kalinya Mas Faiz menyentuh payudaraku. Dan untuk pertama kalinya aku ngocokin punya cowok. Duh, emang ya yang namanya ngesek itu bikin ketagihan. Sekarang aja aku mikirin Mas Faiz terus. Aku makin sayang ama dia. Tapi aku sungguh bangga jadi pacarnya karena ia berkomitmen untuk tidak ML sampai kami menikah. Entahlah, dia jujur apa nggak. Tadi malem aja hampir saja aku dan dia begituan. 

Sebenarnya aku heran. Dia kan katanya bilang Vira itu cinta pertamanya. Tapi koq dia bilang sudah tidak perjaka?? Trus setelah Vira katanya aku. Tapi dia bilang juga prinsipnya adalah nggak bakal ML ama orang yang dicintainya sampai nikah. Lha trus dia ngelakuin sama siapa dong? Duh, aku pusing sendiri mikirnya. Dia nggak mau cerita siapa wanita yang beruntung itu. Eh, beruntung apa nggak sih? Atau ada sesuatu yang dia sembunyikan dariku? Tapi aku menyadari koq setiap orang punya masa lalu, ada sesuatu yang pasti disembunyikan, everybody has a secret. Aku tak punya hak untuk memaksanya untuk memberitahu.

Kulihat Bayu sedang nonton acara kartun di tv. Percuma gangguin dia, nggak bakal bergeming sampai acara tv itu selesai. Aku tak lihat ibu, pasti sedang pergi berbelanja. Kulihat ayah sedang ngelap sepeda motornya. 

"Pergi dulu yah, lari pagi," ujarku. 

"Hati-hati!" kata ayahku. Dia masih menggosok pelek sepeda motornya yang sebenarnya sudah mengkilap.

Ketika aku keluar ada sebuah kardus di sana. Apa ini? 

"Yah, koq ada kardus?" tanyaku.

"Eh, masa'? Buat siapa?" tanya ayah.

Aku lihat ada namaku. To : ISKHA. Aku mengangkat kardus itu. Tak ada nama pengirimnya. Isinya juga tak begitu berat. Aku kocok-kocok, suaranya agak berisik. Gluduk-gluduk! Apaan sih? Jangan-jangan bom lagi. Tapi, ngapain juga aku di bom coba? Aku pun penasaran. Langsung aku buka bungkusnya. Satu lapis, dua lapis....dan aku mencium sesuatu yang aneh. Bau anyir. Ini apaan sih?

Dan ketika sudah terbuka, aku pun terkejut. Aku melompat dan menjerit. Ayah pun segera keluar rumah. Aku segera memeluk ayahku.

"Ada apa?" tanya ayahku.

"I..itu...kucing...kucing mati...!" kataku sambil tergagap-gagap. 

Iseng sekali, ini keterlaluan. Siapa? Siapa yang melakukannya? Kenapa? Kenapa???? 

Segera aku langsung menelpon Mas Faiz. 

"Mas Faiz, mas Faiz!" kataku begitu dia mengangkat telepon.

"Ya, ada apa ya?" tanyanya.

"Ke sini mas, cepet ke sini. Cepetan!!" kataku.

"Ada apa?" tanyanya.

"Sudah, pokoknya ke sini. AKu butuh mas!" kataku sambil menangis.

"Iya, aku segera ke sana," katanya setelah itu.

Aku lalu ambruk, ayahkulah yang langsung menangkapku. Aku tak sadar setelah itu. Karena benar-benar shock. Dan ketika aku sadar. Ibu, ayah, adikku dan mas Faiz sudah ada di sana. Aku langsung merangkulnya. Aku pun merasa tenang setelah itu. 

"Ibu, ayah, bisa tinggalin kami sebentar?" kataku.

Ayah dan ibu saling berpandangan. Kemudian mereka mengajak Bayu pergi. Aku dan mas Faiz berada di dalam kamar. 

"Jangan ngelakuin yang aneh-aneh lho ya!" kata ayahnya.

"Tenang aja, aku percaya ama Mas Faiz koq. Aku ingin ngobrol empat mata saja," kata Iskha. 

Setelah semuanya pergi aku lalu mulai menginterogasi mas Faiz.

"Siapa menurut mas yang melakukannya?" tanya 

Mas Faiz menatap langit-langit. Ia lalu mengangkat bahu, "Aku tak tahu."

"Kalau misalnya Vira?" tanyaku.

"Nggak, nggak bakal Vira melakukan ini. Dia lihat darah aja pingsan koq," jawabnya. 

"Siapa tahu menyuruh orang lain?"

"Aku tahu bagaimana Vira. Dia tak akan melakukannya. DIa sudah punya Pandu, buat apa ngejar aku? Kamu masih cemburu ama Vira?"

Aku mengangguk. Eh...dia malah tersenyum. Sebel. Aku langsung pasang muka cemberut.

"Sudah, yakinlah. Vira nggak bakal melakukan ini. Dia terlalu lugu dan polos. Waktu aku ajak balapan liar, dia malah ketakutan. Kamu nggak. Kalian itu beda," kata Mas Faiz sambil mengusap-usap kepalaku.

"Trus, orang yang pernah mas berikan keperjakaan mas itu? Jangan-jangan dia," kataku.

"Itu juga nggak bakal," katanya langsung ia percaya diri sekali bilang itu. AKu jadi curiga siapa orang itu.

"Kenapa? Mas koq tidak pernah cerita tentang dia? Cerita dong!"

"Begini Iskha. Yang satu itu dia tak akan pernah melakukan ini. Aku percaya," katanya sambil memegah wajahku.

"Alasannya?" 

Mas Faiz diam sejenak. 

"Kamu tak akan marah kalau aku bicara sejujurnya?" tanya Faiz.

Aku mengangguk. "Kejujuran mas lebih aku sukai, biarkanlah aku nggak penasaran lagi."

"Dan kamu masih tetap mencintaiku setelah aku berkata yang sejujurnya?"

"Aku janji. Mas benar-benar mencintaiku. Dan aku janji aku tak akan marah, aku tetap akan mencintai mas."

Mas Faiz mendesah. Mendekatkan wajahnya ke telingaku. Dia berbisik, "Aku melakukan pertama kali dengan Kakakku, Putri."

JDERRRR!! Aku kaget. Mas Faiz, ama kakaknya sendiri?? No way. Dia pernah melakukan incest...!! Aku terbengong. 

"Jangan salah sangka. Aku saat itu melakukannya karena kakakku sedang depresi, ditinggal cowoknya, dikhianati. Dan aku melakukannya karena kasihan kepadanya, ini juga atas inisiatif kakakku sendiri," katanya lirih, takut ayah dan ibuku dengar. Sebab sudah pasti mereka menguping. Mana mungkin putrinya ditinggal sendirian di dalam kamar.

Aku menunuduk. Kalau dia begituan sama kakaknya ya memang nggak mungkin saudaranya itu berbuat begitu kejam ama aku. Lagian dari semua orang, mas Faiz tak pernah mengajak satupun anggota keluarganya ke sini.

"Lagian kakakku nggak tahu tempat tinggalmu, jadi mana mungkin dia melakukannya? Apalagi di rumah kami punya kucing koq. Dia sangat penyayang ama kucing. Jadi nggak mungkin," katanya lagi-lagi membela kakaknya. "Sekarang, kamu masih mencintaiku?"

Aku mengangguk pelan, "Sebenarnya aku masih shock. Ternyata orang itu adalah ... iya sih, dia mana mungkin melakukannya. Maafkan aku mas. Tapi, mas nggak ngelakuin lagi kan sama dia?"

Mas Faiz menggeleng, "Tidak"

"Syukurlah kalau begitu. Paling tidak, aku tak mau saingannya adalah Kak PUtri. Sebab kalau sainganku adalah dia. Aku pasti kalah. Dia lebih tahu mas, lebih kenal mas, lebih dekat sama mas,..." bibirku tiba-tiba sudah dibekap dengan bibirnya. Aku sedikit kaget. 

"Sudah, aku tak mau membahas lagi. Yang jelas sekarang kau sabar, tenang," kata Mas Faiz setelah menciumku.

Aku mengangguk.

"Mungkin ini perbuatan fansmu yang nggak suka aku jalan bareng sama kamu," kata Mas Faiz. "Atau perbuatan orang-orang yang nggak suka aku jalan bareng sama kamu. Kamu tahu sendiri di lokerku ada 300 lebih surat cinta. Tersangkanya sangat banyak sekarang ini."

"Iya mas, benar."Spark

NARASI DONI


Aku lagi-lagi mengunjungi sekolah anakku Faiz dan Pandu. Aku ingin tanya saja kabar keadaan Pandu kepada dokter yang aku pekerjakan di sekolah ini. Dr. Dhana. Sebenarnya boleh dibilang Dr. Dhana ini adalah dokter pribadiku dulu, tapi setelah itu aku memberikan dia pekerjaan di sekolah ini. Gajinya cukup besar untuk seorang dokter, karena ia selain jadi dokter untuk para siswa juga jadi "dokter" khusus. Ya, pakai tanda kutip.

Seperti hari ini, aku ada di ruangannya sedang berciuman dengan dia. Ciuman panas dan hot. Walaupun aku sudah beristri dan berkeluarga dengan wanita-wanita yang aku cintai. Tapi aku tetap tak bisa lepas dari statusku sebagai PK (Penjahat Kelamin). Entah mungkin emang sudah sifatku. Sifat jelek ini tak bisa lepas begitu saja. Saudara-saudaraku sendiri aku hamili semuanya, bahkan keponakanku sendiri juga demikian. Tapi, aku tidak pernah melakukannya kepada anak-anakku, jangan sampai deh. Cukup berhenti di aku saja penyakit family compo ini. 

Kuhisap leher Dhana, kulepas kemejanya satu persatu. Jas dokternya kulepas. Wajah Dhana sudah pasrah. Kami sudah melakukannya berkali-kali setiap kali aku berkunjung di sini. Bahkan keperawanannya pun akulah yang merobeknya dua tahun lalu. Dalam sekejap tubuh bagian atasnya sudah terekspos. Payudaranya masih kencang, maklum belum turun onderdil. Ia mengeluh berkali-kali ketika lidahku sudah menjilati dadanya dan memainkan putingnya. Kuhisap puting berwarna coklat ini. 

"Uuuggghh....Don...hmm....dasar, tua-tua keladi, teruss...!" katanya.

"Kamu juga suka kan?" tanyaku.

Ia meremas-remas senjataku dari luar celana. Punyaku sudah mengeras sekarang. "Aku suka yang ini, sangat membuatku ketagihan," katanya.

Ia lalu melepas ikat pinggangku. Celanku diturunkan dan kini tubuh bagian bawahku sudah tak ada penutup. Kulepas sepatuku. Dhana pun berlutut. Ia langsung melahap kepala penisku, dibasahinya benda lunak-lunak keras itu. Lebih dari itu dijilati dan kemudian dia hisap-hisap buah pelerku. Owwhh...enak banget. Aku perhatikan wajah Dhana. Ia memejamkan mata meresapi rasa penisku. 

Walaupun usiaku hampir kepala empat tapi tetap aku masih sanggup untuk menggagahi para wanita seperti Dr. Dhana ini. Dhana sesekali mengapit penisku dengan payudaranya. Dia melakukan titfuck. Dan dia melakukannya sambil menjilati lubang kencingku. Karena aku makin bernafsu segera aku naikkan dia dan kurebahkan di atas meja kerjanya. Persetanlah dengan kertas-kertas yang ada di atasnya. kupelorotkan rok dan celana dalamnya hingga ia telanjang bulat. 

"Nafsu banget?" tanyanya.

"Udah nggak tahan," kataku. 

Dia mengakangkan kakinya. Aku siapkan pusakaku di depan lubang kenikmatan miliknya. Klitorisnya aku colok-colok dan kugeseki. Dhana menjerit kecil. Ia sudah basah di bawah sana. Bibirnya dia gigit, tangannya menggapai lenganku. Matanya memohonku untuk segera memasukkan punyaku ke dalam sarangnya. Aku lalu memasukkannya. SLEBBB! 

"AAaahhh...sama seperti ketika pertama kali kau gagahi aku, masih keras dan panjang," kata Dhana.

Aku pun menggerakkan pinggulku maju mundur. Suara beceknya kemaluan kami serta rintihan Dhana membuat ruang UKS ini kian panas. Dhana sudah memejamkan matanya, merasakan tiap gesekan kulit kemaluan kami. Kedua tanganku pun aktif meremasi toketnya yang lumayan besar itu. Ukurannya cukup besar untuk wanita seusia dia, 36B. Mirip toketnya ibu hamil. Tapi ia tak pernah suntik silikon. Tentunya aku tahu mana yang suntik silikon ama yang tidak. Suntik silikon itu tak selembut ini, payudara dokter ini kenyal, lembut, enak diremas. 

Puas dengan gaya misionari, aku balikkan tubuhnya. Kini ia tidur tengkurap di atas meja kerjanya. Kedua payudaranya menempel di atas meja. Kalau dari depan mungkin akan terlihat buah dadanya yang montok dan wajah mesumnya. Sangat wajar misalnya kalau aku bernafsu sekali kepada dia. Apalagi pantatnya bahenol dan menggoda untuk disodok. Dia lebih mirip Vidia, istriku. Maka dari itulah aku sama sekali tak kecewa dengan affair ini. Gaya doggy style ini adalah salah satu favoritku, karena aku bisa membelai punggung dan menyodok pantatnya. 

Aku menggoyangnya hingga ia ampun-ampun. Suara decitan meja kerjanya makin membuat gaduh ruang UKS.

"Pak...enak paaakk....oooohhh....ohhh!" jeritnya. Mungkin bisa-bisa jeritannya terdengar sampai keluar ruangan.

Makin lama makin licin saja ini lubang memeknya. Aku terus bersemangat menggenjotnya, sementara memeknya terus memijat-mijat batangku. Aku tak takut ia mau hamil atau tidak, aku selalu mengeluarkan spermaku di dalam sana. Entah sudah berapa wanita yang aku hamili. Terus terang pesonaku tak hilang walaupun usiaku sudah tidak muda lagi. Buktinya masih banyak orang yang mengantri untukku. Dan, aku mau nyampe ini rasanya. Aku lalu menjambak rambutnya. Dhana menaikkan kepalanya. Ia tahu kalau aku akan keluar. 

Dhana mulai menaikkan tubuhnya pantatnya ikut dia goyangkan. Payudara Dhana bergoyang-goyang. Menggairahkan sekali. Aku meremas-remasnya. Sementara itu penisku makin keras, keras, keras. Akhirnya meledaklah semburan lahar lendirku. Satu, dua, tiga, empat aaahhhh....nikmatnya. Penisku berkedut-kedut, entah berapa banyak yang tumpah di rahim Dhana. Setelah itu aku mencabut kemaluanku. Spermaku sebagian meleleh keluar.

"Aahhh....nikmat banget," kataku.

Dr. Dhana tampak lemas. Nafasnya terengah-engah. Dia mengambil kursi dan duduk di sana. Dia mengambil tissue di atas mejanya dan mengelap lelehan sperma agar tak mengotori kursi. Aku maju ke arahnya mengarahkan penisku ke wajahnya. Dhana segera melahap dan membersihkan penisku. Ouuhhh...nikmat sekali.

Setelah pertempuran itu aku pun membenahi bajuku, membetulkan dasiku. Sebentar lagi jam istirahat. Nggak lucu kalau murid-murid memergoki diriku sedang ngentot di dalam ruang UKS dengan dokter UKS sekolah. Dokter Dhana pun membuka pintu yang dikuncinya.

"Kau masih hebat, usia sudah tidak muda lagi lho," katanya.

"Tentu saja, punya istri empat nggak cukup bagiku," kataku.

"Dasar, tua-tua keladi," kata Dr. Dhana. 

"Aku ingin tanya keadaan Pandu di sini. Apa dia baik-baik saja?" 

"Semenjak dia pingsan, sementara ini sih belum ada lagi perkembangan yang signifikan."

"Apa dia pernah mengeluh di UKS, misalnya sakit atau apa?"

"Semenjak pingsan itu tidak."

Aku pun merenung. Dokter memang telah memvonis kelainan otak pada Pandu sudah lama. Aku yakin setelah ini efeknya akan terasa. Mulai pingsan, hilang keseimbangan, kaki lumpuh, tubuh lumpuh, tidak bisa menulis, dan terakhir fungsi otaknya terhenti. Dan itu saat-saat terakhirnya. Ketika aku memberitahukan kepada Pandu kondisi dirinya, ia sama sekali tak shock harus bagaimana. Ia malah dengan enteng berkata, "Trus aku harus mengasihani hidupku?"

Memang sebagai seorang ayah, aku serba salah. Mau gimana lagi? Dia adalah anak bundaku. Ya, hasil hubunganku dengan ibu kandungku sendiri. Memang keturunan dari incest pasti akan ada sebuah penyakit atau kelainan. Aku sudah menyadari akan hal ini. Awalnya aku kira aku akan memberikan perusahaanku kepada Pandu, tapi melihat kondisinya seperti ini, aku takut hal yang sama akan menimpa anak-anakku yang lain yang juga dari hubungan incest. Maka dari itu aku memilih Faiz. Dia dan adik-adiknya satu-satunya yang tidak ada hubungan incest. 

Aula satu-satunya istriku yang bukan keluargaku. Dan memang diantara istri-istriku aku paling mencintainya. Dan itulah sebabnya aku pun mencintai anak-anaknya. Faiz mendapatkan kedudukan yang lain dimataku. Dia berbeda dari semua anak-anakku. Yang paling pintar, yang paling semangat, tidak pernah malas dan selalu menjadi juara kelas. Maka cocoklah kalau aku memilihnya daripada Pandu.

Tiba-tiba dari luar ada beberapa orang anak berlari ke UKS.

"Bu dokter, bu dokter!" seru mereka. 

"Ada apa?" tanya Dr. Dhana.

"Pandu pingsan lagi!" katanya.

Tak berapa lama kemudian Pandu yang tak sadarkan diri dibawa ke ruang UKS dengan bantuan teman-teman mereka. Dia langsung ditaruh di atas ranjang pasien. Aku langsung menemaninya. Dr. Dhana memeriksanya.

"Nggak apa-apa, ia hanya kecapekan," kata Dr. Dhana.

"Syukurlah kalau begitu," kataku.

"Tunggu saja, sebentar lagi juga akan sadar koq," kata Dr. Dhana.

Aku pun menemani Pandu di ruang perawatan. Sampai ia sadar. Begitu ia sadar, ia agak kaget melihatku.

"Ayah?" kata-kata itulah yang keluar pertama kali dari mulutnya.

"Kau tak apa-apa?" tanyaku.

"Sepertinya begitu. Aku tadi seperti melihat kilat gitu setiap aku melangkahkan kaki. Tapi aku duga itu cuma perasaanku saja. Lambat laun makin terlihat dan tiba-tiba aku tak bisa merasakan kakiku. Lalu aku tak sadarkan diri," jelas Pandu. 

"Trus?"

"Hei...mana kakiku?" tanya Pandu.

"Apa maksudmu? Itu kakimu," jawabku.

"Ayah,Ayah! Tidak, aku tidak bisa merasakan kakiku sendiri!" ujarnya.

"Kau tidak bercanda kan?" 

"AKU TIDAK BERCANDA! AYAH! Tolong! Tolong kakiku. Aku tak bisa menggerakkannya. Ayah....aku tak bisa merasakan kakiku! Ayaaaahh! Kembalikan kakiku, kembalikan!" jerit Pandu.

Pandu berteriak histeris. Ia tak bisa lagi merasakan kakinya. Aku tak menduga secepat ini. Sungguh. Setelah itu aku pun memanggil ambulance dan langsung membawanya ke rumah sakit. Akhirnya, hari itu pun dinyatakan bahwa Pandu tidak bisa menggunakan kakinya lagi untuk selamanya dan harus naik kursi roda.I Hate You

NARASI ISKHA


Tentunya kabar mengejutkan tentang Mas Pandu ini membuatku juga shock. Pasti Faiz juga bersedih. Aku dan Faiz sedang jalan-jalan di lapangan sepak bola sambil membicarakan hal ini. Sekolah elit ini emang gedhe. Punya lapangan basket, sepak bola dan lapangan baseball. Mas Faiz tampak bersedih.

"Sebentar lagi kenaikan kelas," ujarku. "Mas udah punya rencana mau kuliah di mana?"

Mas Faiz mengangkat bahu. 

"Koq nggak tahu sih?" tanyaku.

"Aku belum kepikiran sampai ke sana. Ingin menikmati masa putih abu-abu dulu deh," jawabnya. "Tapi aku kasihan ama Pandu, belum lulus tapi dia sudah harus pakai kursi roda. Di rumah ia shock banget, bahkan marah-marah. Salah sedikit marah, ini marah itu marah."

"Yah, mungkin dia sedang tertekan mas. Nggak banyak orang yang bisa menerima kenyataan nggak bisa jalan lagi," kataku.

"Tapi, aku lihat Vira selalu menyemangatinya. Mungkin karena alasan Vira akhirnya dia lambat laun mengerti dan bisa menerima," katanya.

"Mbak Vira setia banget ya sama Mas Pandu," kataku.

"Iya, tentu saja," katanya. "Vira adalah hidupnya Pandu, kalau tanpa Vira mungkin Pandu sekarang ini sudah tiada."

"Sebentar lagi kan dia lulus. Trus habis itu pisah dong sama mas Pandu?" tanyaku.

"Betul juga ya, sepertinya begitu. Tapi kalau dari apa yang aku lihat, dia tak mungkin begitu saja meninggalkan Mas Pandu. Terlebih lagi dia sudah memberikan banyak hal kepada Mas Pandu."

Aku melihat dari jauh seseorang yang didorong dengan menggunakan kursi roda. Itu mereka! Aku bisa melihat Mas Pandu didorong dengan menggunakan kursi roda. Seorang gadis cantik rambutnya panjang, matanya tampak bersinar, pupilnya sangat gelap, bibirnya tipis dia lebih tinggi dari aku. Itu adalah Vira. 

"Itu mereka," kataku.

Faiz menggandeng tanganku dengan erat, entah kenapa. Seolah-olah ia tak ingin lepas dari aku. Atau mungkin ada alasan lain? Apakah karena Vira? Kami pun berpapasan.

"Hai, Mas Pandu, Vira?!" sapa Faiz. 

"Hai Bro, mau kemana?" tanya Pandu.

"Mau pulanglah," jawabku.

"Oh, nggak bawa kendaraan?" tanya Pandu.

"Nyante aja, aku mau nemenin Iskha jalan-jalan dulu," jawab Faiz. 

Mataku tak berkedip melihat Vira. Aku iri. Iri sekali. Dia lebih cantik dariku. Aku tahu sekarang kenapa Mas Faiz dulu memilihnya. Dan kalau aku merasa cemburu, maka itu wajar. Dia menyibakkan rambutnya yang menutup matanya. Aduuh...cakepnya, aku yang sesama wanita saja bisa iri. Dan aku bisa merasakan tangan Mas Faiz erat sekali menggenggam tanganku. 

"Ya sudahlah, aku mau pergi. Hati-hati Vir, jangan dijatohin!" kata Faiz.

"Iya," jawab Vira singkat. 

Vira tak banyak bicara. Tapi ia juga dari tadi menatapku. Seakan-akan berbicara, "Apakah kau yang sekarang jadi tambatan hati Faiz?" Dan tatapan mataku pun membalas dengan perkataan, "Iya, aku sekarang jadi tambatan hatinya." Kami pun berpisah. Kami berjalan beberapa meter menjauh dari mereka, lalu tangan Faiz mengendur. Kenapa?

"Kenapa tangan Mas tadi menggenggam tanganku erat?" tanyaku.

"Karena aku takut," jawabnya. Ia menghentikan langkahnya. Aku pun ikut berhenti. Aku menoleh kepadanya.

"Takut apa?"

"Aku takut aku kehilangan dirimu. Aku takut kalau aku melihat Vira lagi aku akan melupakan dirimu, aku tadi megenggam erat tanganmu karena aku tak ingin lari darimu," katanya sambil menatap mataku tanpa berkedip. Mas Faiz jujur kepadaku. Berat memang melupakan cinta pertama, aku bisa merasakanmo itu. Dan mungkin Mas Faiz adalah cinta pertamaku. Yang sebelumnya? Anggap aja cinta monyet.

***

Sebenarnya teror itu belum selesai. Setelah aku diberikan kardus berisi bangkai kucing. Beberapa minggu kemudian dikirimi bangkai tikus. Lalu dikirimi bangkai kepala anjing. Dan itu yang paling membuatku shock. Ayahku sampai marah dan menyuruh pihak kepolisian untuk menangani kasus ini. Awalnya dikirim tanpa kurir, tapi setelah itu dikirim pakai paket eskpedisi resmi. Hanya saja alamat pengirimnya palsu semua. Polisi pun sampai bingung menangani kasus ini. Akhirnya setiap paket yang datang kepada kami untuk sementara ini kalau dari orang yang tidak dikenal langsung kami buang. 

Tak hanya itu saja. Ternyata ada juga surat. Seminggu ada dua kali surat. Isinya senada. Tulisan haters. Misalnya "AKu Benci Kamu", "PELACUR MURAHAN", "PERGI KAU DARI SINI!" Apa-apaan sih? Siapa juga yang mengirimi ini. Sebegitu bencinyakah dia kepadaku? Aku sampai tak habis pikir.

Akhirnya kami pun melaksanakan Ujian Akhir Semester. Aku tentu saja sangat percaya diri. Belajarku nggak bakal sia-sia. Singkat cerita ujianku memuaskan. Aku dapat nilai yang paling tinggi di kelas. Itu juga aku sangat terkejut. Aku naik kelas. Mas Faiz juga, iya dong. Dia peringkat pertama di sekolah ini. Dan mbak Vira sudah lulus. Akhirnya tak ada lagi penghalang hubunganku ama Mas Faiz. Setidaknya dengan tidak adanya mbak Vira di sekolah, aku tak perlu lagi merasa cemburu ketika kami berpapasan. Setelah kenaikan kelas ada libur panjang sebenarnya. Hanya saja ada kejadian yang sangat menyakitkan sampai aku tak pernah menduganya ini bakal terjadi.

Pada liburan sekolah ini jadwal manggungku padat. Aku tidak lagi mengisi di Kafe Brontoseno untuk beberapa waktu, karena ngisi di beberapa tempat. Kemudian juga ngisi jumpa fans, sampai capek rasanya. Ada salah satu event organizer yang mengontrakku untuk manggung di sebuah Konser salah satu band papan atas. Tentu saja kami sangat senang. Seminggu bisa tiga kali manggung. Dan aku butuh tenaga ekstra tentunya. Salah satu yang perlu dijaga adalah aku nggak boleh makan gorengan, harus banyak-banyak minum air putih.

Biar pun jadwal manggungku padat, Mas Faiz setia banget dampingi aku. Duh, udah kaya' suami istri aja. Hihihi, kemana-mana lengket kaya' perangko. Apalagi ketika aku manggung ia pasti ada di deretan paling depan. Dia bilang aksi panggungku selalu luar biasa. Makasih mas atas pujiannya. Tapi semenjak jadi pacarnya lagu-lagu ciptaanku kebanyakan selalu romance, teman-teman bandku saja sampai mengatakan ini itu "efek jatuh cinta". Aku ketawa aja mendengarnya. 

Malam ini akhir dari manggungku. Semua kontrak udah selesai. Duit sudah dikantongi dong. Waktunya pulang. Sekali lagi aku dianter ama Mas Faizku yang cakep. 

"Kamu bisa lihat nggak pake lensa kontak merah kaya' gitu?" tanyanya. 

"Sebenarnya sih nggak, tapi berhubung aku konsen ama nyanyi jadinya ya nggak kerasa," jawabnya.

"Ohh, gitu."

Aku sudah melepas lensa kontakku dan memakai kacamata minusku lagi. Di mobil ini aku masih ingat bagaimana aku petting ama dia dulu. Aduhhh....kalau ingat itu lagi jadi gimana gitu. Untungnya energiku selalu aku arahkan untuk gerak dan latihan, sehingga kalau untuk masalah horni pasti aku bisa mengontrolnya. Nggak tahu Mas Faiz. Apa dia ingat ama kejadian itu atau nggak? Atau ia malah sering bayangin itu sampe "self service"? Aku sejujurnya nggak pernah melakukan "self service". Kalau lagi kepengen ya...itu tadi yang penting gerak sampe keringetan dan sampai nggak kepengen lagi. 

Kami sebenarnya bercumbu sudah beberapa kali. Dan Mas Faiz termasuk lelaki yang kuat tidak mengajakku untuk melakukan ML. Dan lucunya setiap kali petting akulah yang selalu memintanya, kadang juga mancing. Trus dia sendiri yang nanggepin. Hihihi. Hari ini aku ingin ngasih dia sesuatu. Rencananya aku ingin melakukan oral sex ke dia. Tapi nggak tahu ia mau apa nggak. Aku beberapa kali ini melihat bokep lewat internet, gimana sih caranya blowjob. Aku juga sampai belajar buku Kamasutra. Iya, emang lebay, trus ngapain? Emang nggak pernah ML. 

"Mas, berhenti di depan situ deh, sebentar!" kataku.

"Ok," katanya. 

Mobil pun berhenti. Tempat itu lumayan sepi dan gelap. Sebenarnya tinggal satu blok lagi kami sudah sampai di rumahku. 

"Ada apa?" tanyanya.

"Matiin mesinnya dong!" kataku. 

Ia memutar kunci kontak. Mobil pun berhenti. Ia juga mematikan lampu. 

"Ada apa?" tanyanya. 

Aku segera mengusap-usap dadanya. Kumundurkan kursinya sehingga aku dan dia sekarang bisa berpelukan. Ia rupanya tanggap dan segera melumat bibirku. Kami berciuman dengan ganas. "Hmmhhh....muachh...hhmmm," keluhku. 

Hari ini aku sudah berniat untuk memberikan sesuatu yang spesial. Aku pun mengelus-elus batangnya yang besar itu. Besar banget dan panjang. Begitu aku elus-elus tambah keras saja. Aku pun berinisiatif.

"Aku buka ya?" tanyaku.

Ia mengangguk. Segera kubuka ikat pinggangnya. Kemudian kancing celananya, lalu resletingnya. Kuturunkan celananya dan menyembulah sebuah tongkat lunak hangat berurat. Gede banget. Sudah mengacung seperti Menara Eifel. Hihihi lebay ah...

"Hari ini, aku mau ngasih mas sesuatu, sudah siap?" tanyaku.

"Sesuatu apa?" tanyanya. 

Aku mendekatkan wajahku ke penisnya itu. Kucium kepala penisnya. Ada bau khas pria di sana. Sesuatu yang sangat berbeda dengan bau milik wanita. Tapi aku baru tahu seperti ini bau Mas Faiz. Kutempelkan hidungku di kulit batang kemaluannya dan kuhirup dalam-dalam aromanya.

"Oohh..Iskhaaa....ahhh!"

Aku genggam batangnya lalu aku jilati. Ku remas-remas, kukocok lalu dengan perlahan kujilati di belahan kepalanya. Menurut buku Kamasutra itu salah satu tempat yang bisa menstimulus libido laki-laki. Kemudian aku ke buah dzakarnya. Mulutku sudah menangkap satu bola. Mas Faiz meremas rambutku, pinggulnya menggeliat.

"Ohh...Iskhaa..hhmmhh..." katanya dengan mata terpejam. Ia sangat menikmati ternyata. Aku lalu segera memasukkan ujung penis itu ke mulutku. HAP! 

Rasanya seperti apa yaa...ya seperti kulit sih, rasanya seperti ketika aku mencium leher Mas Faiz. Ada rasa keringat. Ada rasa seperti agak asin, tapi lembut. Rasa seorang lelaki. Lidahku aku putar-putar di kepala penisnya. Mas Faiz keenakan lagi. Kugelitiki penisnya hingga ia melenguh berkali-kali. Menggeliat.

"Iskhaa...kamu apain itu....enak banget," ujarnya.

Hihihi. Aku lakuin lagi, sambil kepalaku aku majuin pelan-pelan, lalu aku mengulum batangnya. Kepalaku naik turun sambil kuhisap. Sesekali aku berhenti mengocok penisnya dengan tanganku, tapi lebih ke menghisapnya sampai pipiku kempot. Ketika itu aku pun meremas buah dzakarnya. Itu akan memberikan efek melayang kepadanya. Dan benar. Mas Faiz matanya terpejam dan pasrah. Ia pasti keenakan. Aku kemudian mengocok penisnya, lalu lidahku berputar-putar di kepala penisnya, sambil terus kuhisap. 

"Isskhaa...jangan! Aarghh..aku mau keluar...!" katanya.

Aku tidak pernah merasakan rasa sperma laki-laki. Hari ini aku ingin merasakannya. Mas Faiz sudah jadi milikku. Aku ingin membuat dia tak pernah melupakanku. Aku ingin menampung spermanya di mulutku. Ini semata-mata untuk orang yang aku cintai. Aku pun makin cepat mengocok penisnya dan mulutku menahan kepala penisnya.

"Iskhh....uuuggghhh.....KELUARRRRR!" jeritnya.

Penisnya berkedut-kedut. Sebuah semburan cairan panas menyemprot mulutku. Rasanya asin, kental, gurih, amis...campur aduk jadi satu. Banyak sekali, entah berapa kali kedutan penis itu menyemprot. Aku tetap menahannya hingga benda itu tenang tidak menyemprot lagi. Pipiku sekarang tembem, menampung mungkin ada setengah gelas sperma. Kuambil tissue. Kemudian kumuntahkan di tissue itu hingga semua isinya tumpah di sana bersama ludahku. Tampak sperma Mas Faiz yang asin itu kental, berwarna putih dan sedikit berbusa. Mungkin itu karena campuran ludahku. Sebagian spermanya sudah masuk ke kerongkonganku tertelan. Agak gimana gitu rasanya. Tapi aku tak merasa jijik sama sekali. Karena ini aku lakukan demi cintaku kepadanya. Cintaku kepada Mas Faiz adalah seutuhnya. 

"Iskha, kamu...," Mas Faiz tak melanjutkan kata-katanya. 

Aku lalu membuka kaca jendela mobil dan membuang tissue yang penuh sperma tadi. 

"Enak?" tanyaku.

Mas Faiz mengangguk. 

"Mau lagi?" ledekku. 

"Ya kalau boleh sih," ujarnya.

"Huuu...maunya," aku mencubit perutnya. "Ntar yah, kalau kita udah resmi suami istri. Mas Faiz minta kapanpun aku akan memberikannya. Anggap saja ini hadiah biar Mas Faiz nggak lupa kepadaku."

"Tidak kamu beri pun aku tak akan lupa padamu," kata Mas Faiz sambil mengusap pipiku.

Wajahku tiba-tiba memerah. Habis dioral eh dia malah tambah romantis. Aku jadi malu. 

****

Tak berapa lama mobil sudah ada di depan rumah. Setelah mas Faiz menciumku ia pun pergi. Hmm, lampunya koq sudah mati sih? Padahal masih jam sepuluh malam. Aku membuka pintu rumah. Lho, nggak dikunci? Saat aku masuk tiba-tiba lampu menyala. Dan...ada yang aneh. Seluruh perabot yang ada di rumahku tidak ada. Pianoku, tidak ada. Lemariku, foto-foto yang ada di dinding, mesin jahit ibu, sepedaku juga. Ada apa ini? Kemana semuanya? Dan di sana ada seorang wanita duduk di sebuah kursi menghadapku.

"Selamat malam Iskha," sapanya.

"Siapa?" tanyaku. "Ayah? Ibu? Bayu??"

"Tak perlu khawatirkan mereka. Mereka semua sudah aku suruh pergi jauh beserta barang-barang mereka. Di depanmu ada sebuah rekomendasi pindah sekolah ke kota lain," kata wanita itu.

Aku melihat sebuah map yang berisi kertas-kertas. Aku pun mengambil map itu. Di dalamnya ada surat rekomendasi dari Diknas bahwa aku telah menyetujui untuk pindah ke sekolah lain. Apa-apaan ini? Siapa wanita ini?

"Maaf, membuatmu bingung. Aku Putri Hendrajaya, kakak Faiz. Hari ini, aku ingin kamu tidak ada lagi di kota ini," katanya.

Aku terkejut,"Apaa?? Ti...tidak bisa begitu!" 

"Kenapa tidak? Semua kepindahanmu sudah selesai, hanya kamu saja yang belum pergi. Seluruh barang-barang semuanya sudah diangkut tadi siang. Aku sudah mentransfer ke rekenigmu uang sebesar 700 juta. Dengan uang sebesar itu kau bisa memulai kehidupan baru. Dan sekarang aku minta, jangan pernah menemui Faiz lagi, jangan pernah datang ke sekolah lagi, jangan pernah menghubungi dia lagi, dan jangan pernah mencintai dia lagi!"

"Apa-apaan ini? Kau kakaknya Mas Faiz? Kenapa? Kenapa mbak melakukan ini? Apa salahku?"

"Salahmu? Salahmu adalah karena engkau telah merebut Faiz dariku! Dan aku tak terima ini, aku tak terima. Faiz adalah milikku untuk selamanya!" kata Putri. Dia kemudin berdiri dan berjalan menghampiriku. Ia mencengkram leherku sambil menatap tajam mataku. "Ingatlah, kalau sekali lagi kamu mencoba menghubungi Faiz, menemuinya, atau masih di kota ini, ingatlah nyawa keluargamu ada ditanganku. Apa kamu ingin Bayu yang masih kecil itu aku hilangkan dari hadapanmu?"

"Jangan! Jangan mbak, jangan! Kumohon lepaskan mereka! Kenapa harus keluargaku? Mereka tak ada hubungannya ama masalah ini," kataku gemetar. Jelas sekali yang ada di hadapanku ini sekarang benar-benar wanita terjahat yang pernah aku kenal.

"Tentu saja ada hubungannya. Tanpa mereka, aku tak ada senjata untuk bisa mengusirmu. Ingat! Sekali kamu menghubungi Faiz...itu akhir dari keluargamu!" ancam Putri. Dia lalu melepaskan cengkramannya.

Dia mengeluarkan sebuah kertas dan pena. Ia menyerahkan dua benda itu kepadaku. Aku menerimanya.

"Tulislah pesan terakhirmu untuk Faiz. Aku bukan wania yang jahat sepenuhnya. Paling tidak hal itu akan membuatnya tenang dengan kepergianmu," katanya.

"Jangan mbak, kumohon. Aku tak bisa hidup tanpa Mas Faiz!" kataku memohon.

"Jadi apakah kira-kira hadiah-hadiah yang aku kirimkan dari bangkai kucing oh, sebenarnya itu kucingku sendiri yang aku bunuh. Lalu tikus, anjing apa nggak cukup? Kamu mau bangkai adikmu juga?" ancamnya.

"Tidak mbak, tidak! Baiklah, baiklah! Aku akan menurut. Aku akan menulis. surat buat Mas Faiz," kataku. 

"Bagus, sebaiknya kamu cepat menulisnya. Karena sebentar lagi kamu akan dijemput oleh orang yang akan mengantarkanmu ke rumahmu yang baru. Aku sudah membelikan rumah buatmu, bahkan di sekolahmu yang baru nanti aku juga sudah mengurus semuanya. Aku tidak jahat-jahat amat kan?" katanya.

Putri kemudian pergi keluar rumah. Aku berbalik melihatnya yang dengan tenang berjalan keluar rumah. Tampak di luar sebuah mobil sedan hitam sedang menunggunya. Sebelum masuk ke mobil ia menatapku tajam sambil melambaikan tanganku dengan senyum penuh kemenangan.
Pahit

NARASI FAIZ


Kemana Iskha? Aneh dan lucu. BBM tidak pernah dibalas, dibaca pun tidak. Nomornya tak bisa lagi dihubungi. SMS tak pernah sampai. Dan rumahnya tiba-tiba sepi, tak ada siapa-siapa. Apa yang sebenarnya terjadi? Beberapa kali ia curhat kepadaku tentang terror yang selalu menimpanya. Memang ini sangat tak bisa dimaafkan. Tapi kalau dia pergi juga, apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa ia tak memberiku kabar? Apakah aku punya salah kepadanya?

Aku hanya menerima sebuah surat yang ia tulis. Dia menempelkan surat itu di pintu rumahnya. Aku membaca surat itu.

Mas Faiz yang sangat aku cintai, 

Aku sekarang pergi mas. Maaf kalau mendadak dan tidak mengabarimu sebelumnya. Tapi ini adalah keputusanku. Aku tak bisa lagi menemui mas. Maafkan aku ya. Tidak ada kabar tidak ada apa-apa, tiba-tiba menghilang. Aku tak bisa berkata apa-apa lagi mas. Aku bingung. Ini semua karena keluargaku. 

Mas Faiz, jangan cari aku ya. Kumohon. Mungkin takdir cinta kita hanya sampai di sini. Tapi sungguh aku sangat mencintai Mas Faiz. Aku tak akan melupakan Mas Faiz. Semoga Mas Faiz mendapatkan wanita yang lebih baik lagi dari aku. Aku masih ingat tentang first kiss kita. Itu adalah kenangan yang tak akan aku bisa lupakan. Sejak saat itulah aku mencintaimu. Aku cinta Mas Faiz. Aku cinta Mas Faiz. Mas Faiz, maafkan aku. Tapi kita tak bisa bertemu lagi. 

Tertanda

Iskha yang mencintaimu


Mataku pun berkaca-kaca. Tidak mungkin. Kenapa harus terjadi lagi. Dulu Vira sekarang Iskha. Iskha, kemana kamu? Kemana kamu?

Setelah hari itu aku pun galau tingkat tinggi. Aku tidak lagi bersemangat sekolah. Setiap pagi biasanya aku menunggu Iskha di pagar sekolah hanya untuk menyapa dia. Sekarang dia tidak ada. Bahkan sampai satpam menutup gerbang pun aku tak melihat lagi wajahnya. Aku pun bertanya ke pihak sekolahan ia sudah pindah tapi tak dijelaskan pindah ke mana. Aneh sekali.

Di Kafe tempat biasanya dia ngamen pun sudah tidak ada dia lagi. Hani sahabat dekatnya pun tidak tahu. Iskha seperti tiba-tiba lenyap. Iskha, kemana kamu?

Erik pun merasakan kegalauanku. Dia menyapaku, "Kenapa kamu?"

"Iskha menghilang, aku tak tahu kemana dia," jawabku.

"Lho, koq aneh? Perasaan kamu deket banget ama dia," katanya.

"Nah, itulah. Aku tak tahu apa yang terjadi tapi dia pergi begitu saja. Dia menghilang begitu saja," kataku. 

"Nggak ninggalin pesan?" tanyanya.

"Ada sih, sepucuk surat," jawabku.

"Boleh lihat?" tanya Erik.

Aku memberikan surat itu kepada Erik. Erik memicingkan mata, mengerutkan dahinya. 

"Hmm...parah nih," kata Erik.

"Kenapa?"

"Kamu punya musuh ya?"

"Kalau perasaanku sih nggak, tapi kalau ada yang nggak suka ama Iskha memang ada. Dia sering diterror."

"Nah, ini dia. Kira-kira kamu tahu pelakunya? Soalnya sepertinya suratnya ini terpaksa ditulis. Dia sepertinya takut sekali kepada orang yang menerornya."

"Aku khawatir sekali kepadanya. Takut kalau-kalau terjadi sesuatu kepada Iskha."

Erik menepuk pundakku, "Jangan khawatir bro. Aku akan bantu kamu. Aku punya kenalan yang bisa mengurus ini. Akan aku cari dia bersama kawan-kawanku."

"Yang bener Rik?" tanyaku sumringah

"Kau bisa percayakan ini kepadaku," jawabnya. "Tapi aku tak janji ini akan mudah."

"Tak masalah, yang penting bisa menemukannya," kataku.

"OK, no problem," kata Erik.

"Kau butuh apa aja tinggal bilang, aku akan dengan senang hati memberikannya kepadamu," kataku.

"Aku tak butuh duit, tenang aja. Aku melakukannya karena kamu temanku. Semenjak kamu mengenal Iskha, kamu berubah. Lebih banyak terbuka dengan teman-teman yang lain. Aku suka Faiz yang ini, jangan seperti yang dulu. Dan menemukan Iskha adalah hal yang paling aku ingin lakukan," kata Erik.

Aku langsung memeluk Erik, "Makasih Rik."

***

Aku pulang ke rumah. Rumahku sepi. Sepertinya tak ada orang. Bunda tak ada. Icha dan Rendi tak ada. Pandu ada di rumah. Tapi dia mengurung diri di kamar. Sama seperti sebelumnya. Aku hanya melihat Kak Putri di ruang keluarga sedang menonton tv. Dia pakai tanktop dan hotpants. Di pinggangnya aku sampai lihat G-String yang dia pakai. Pakaiannya menggoda banget.

"Hai Iz, baru pulang?" tanyanya.

"Iya, nonton apa?"

"Ah, cuma sinetron aja."

Aku langsung merebahkan diri di sofa. Capek banget. Suntuk, stress. 

"Mana bunda dan yang lain?" tanyaku.

"Bunda sedang pergi sama Icha, Rendi ama ayah. Pandu ada di kamar," katanya. 

"Oh begitu," kataku.

"Capek yah? Aku buatin minum ya?" kata Kak Putri menawarkan diri. 

"Tumben baik," kataku.

"Halaah, emangnya selama ini nggak baik?" 

"Hehehehe, nggak koq, bercanda. Boleh deh."

Kak Putri mengedipkan matanya kepadaku. Aku mulai malas-malasan di kursi. Iskha, lagi-lagi Iskha. Wajahnya terus terbayang dibenakku. Aku pun memasang earphone ke telingaku. Kuputar rekaman lagu-lagunya. Dan semua kenangan itu kembali ada di kepalaku. Kenangan tentang Iskha. Aku seolah-olah masih bisa merasakan sentuhan bibirnya, aku juga masih bisa merasakan ciumannya, halus kulitnya, bau rambutnya. Aku ingat semuanya. Iskha jangan pergi, kumohon. Engkau adalah nyaawaku, bagaimana aku bisa hidup tanpa dirimu???

"Hoi!" Kak Putri mengagetkanku. Earphoneku dilepasnya. "Dipanggil daritadi malah bengong."

"Sorry, nggak denger," kataku.

"Nih, minumannya. Jus mangga. Kesukaanmu," katanya.

"Siapa bilang aku suka jus mangga, jus sirsak kali," kataku.

"Jus Sirsaknya nggak ada, adanya jus mangga. Mau nggak nih? Kalau nggak aku minum lho," kata Kak Putri sambil bersiap meminum jus itu.

"Iya deh, iya deh!" aku merebut gelas berisi jus mangga itu.

Aku kemudian meminumnya. Seger dah, lumayan. Ia sepertinya senang aku meminum jus buatannya. Kak Putri tersenyum sambil menatapku. 

"Apaan? Ngelihat terus, ada yang aneh ama mukaku?" tanyaku.

"Aku suka kalau kamu minum jus kaya' gitu. Jadi teringat waktu kamu kecil merengek minta jus mangga," jawabnya. "Kamu nangis ama bunda buat dibuatin jus mangga, trus aku yang buatin. Ekspresimu minum itu masih sama."

Melankolis banget sih Kak Putri. Tiba-tiba ia langsung duduk di sampingku dan memelukku. Aku meletakkan jus mangga ke meja. Kak Putri tiba-tiba langsung menciumku. Wah, dia mulai kepengen nih. 

"Kak Putri kepengen?" tanyaku.

"Tahu aja," jawabnya. 

"Kak, aku minta maaf. Tapi,...rasanya aku tidak ingin deh, meneruskan hal ini," kataku.

"Maksudnya?"

"Ini itu salah kak, kita itu melakukan hubungan incest. Ini nggak bener," kataku. "Kalau kakak sampai hamil gimana? Aku nggak mau keluarga ini hancur gara-gara ini."

"Ayolah Iz, kakak udah horni nih. Petting aja deh gak papa. Yang penting puasin kakak," katanya. 

"Kak..???" 

"Ke kamar yuk!" ajaknya. "Ssshhh...Jangan sampai Pandu tahu."

Aku pun ditarik olehnya menuju ke kamarnya. Entah kenapa aku tak menolak. Begitu kami sudah masuk kamar dan mengunci pintu Kak Putri langsung menciumiku dengan ganas. Ia melepas seragamku, lalu dia langsung melepas bajunya. Dalam sekejap kami sudah telanjang bulat. Kak Putri terus menciumiku dan menyuruhku untuk meremas dadanya. Petting aja? Dasar, nyatanya kepengen ngentot juga.

Kak Putri menciumi seluruh tubuhku, lalu ia berlutut di hadapanku. Dengan penuh nafsu dia melumat penisku. Dikulumnya penisku dengan mulutnya yang seksi itu. Ouuwwhhh...siapapun pasti bakal takluk dengan blowjob dari Kak Putri ini. Aku lemas, penisku seperti dipelintir-pelintir. Jelas saja ia sudah pengalaman banyak, kalau dibandingkan dengan Iskha, maka Iskha tak ada apa-apanya. Dia cepat sekali mengocok penisku dengan mulutnya itu. Ganas sekali. Penisku makin lama makin tegang. Hampir saja aku keluar tapi dengan cepat Kak Putri berdiri. Sehingga penisku berkedut-kedut karena hampir keluar. 

Ladies and gentlemen, tiba-tiba saja libidoku naik. Tidak cuma itu, rasanya aku makin bernafsu saja. Iskha....lagi-lagi aku ingat dia. Entah kenapa tiba-tiba aku meliha Iskha ada di depanku, aku melihat Kak Putri sebagai Iskha. Aku merindukan dia. Aku langsung memeluk bayangan Iskha, aku menciumnya, kulumat bibirnya. Kuremas dadanya. Kami lalu bergumul di atas ranjang. Aku benar-benar bernafsu sekarang. Kuhisapi puting susunya, kuberikan rangsangan-rangsangan. Ohh...Iskha...aku rindu kamu. Biarlah aku curahkan rinduku ini sekarang.

"Ohhh...Faiz!" aku dengar suara erangan kakakku. Aku tiba-tiba tersadar. Ini bukan Iskha. 

Aku terdiam dan melihat wajah Kakakku. Dia tersenyum kepadaku. Tapi kemudian berubah lagi menjadi Iskha. Aku kembali menciumnya, Kemudian tangannya mengarahkan penisku ke lubang memeknya. Gatal sekali rasanya ketika ujung penisku digesek-gesekkan di bibir vaginanya. Rasanya ingin saja kutusuk. Kakinya melingkar di pinggangku dan aku pun mendorongnya. BLESSS....

Wajah Iskha tiba-tiba berubah menjadi Kak Putri. Tidak, aku tidak akan ngentotin Iskha, karena aku sudah janji tak akan menyentuhnya sampai kita menikah. Ini Kak Putri. Ini Kak Putri. Tidak, aku tak mau melakukan ini. Aku memang tak ingin melakukannya tapi aku tak bisa menolaknya. Aku menggoyangkan pinggangku maju mundur secara otomatis. Menggesek-gesekkan kemaluanku di dinding kemaluan Kak Putri. 

Fuck...fuck...fuccccckk! Yang terjadi biarlah terjadi. Aku percepat goyanganku. 

"Aaahh...Faiz, robek memek kakak, ayo yang kencang, biar robek memek kakak!" kata Kak Putri.

"AAAAAAHHHHHHH......," aku pun keluar. Kak Putri melenguh panjang. Kami orgasme bersama-sama. 

Walaupun sudah keluar anehnya aku tidak lemas. Aku masih bersemangat. Dan aku menggarap kakakku lagi dengan berbagai gaya. Entah apa yang terjadi kepadaku kenapa aku sampai kesetanan seperti ini. Yang jelas setelah aku menumpahkan spermaku lima kali ke dalam memeknya aku pun lemas. Kak Putri tampak terlihat puas. 

Aku tak terasa hari sudah larut. Penisku ngilu sekali. 

"Makasih ya Faiz, hari ini kamu luar biasa. Memek kakak sampe ngilu," katanya. 

Aku tak menjawabnya. Aku segera ambil pakaianku. Kupakai lalu keluar kamarnya. Mungkin Kak Putri merasakannya, tapi aku sama sekali tidak. Rasa bercinta ini hambar. Atau mungkin malah pahit. Tak ada nikmatnya berciuman, tak ada rasa. Aku tak mencintai Kakakku. Itu mungkin sebabnya. Aku cuma berciuman dengan Iskha saja rasanya selangit, tapi tidak dengan kakakku. 


Lanjut Ke Episode 6

0 Response to "Cerita Anak Nakal Season 2 (Episode 5)"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel