Cerita Dewasa Cinta Sayur Asem Episode 6

He Loves Me He Loves Me Not

#Pov Anik#


Bener kaan, aku nggak bisa bilang suka ke Rian. Ia udah jadi sahabatku sejak kecil. Sialan si Elok. Ini sih bukan pembalasan, tapi penyiksaan. Kemarin saja waktu dia di rumah, aku bingung banget mau ngomong apa. Aku lesu hari ini di sekolah mikirin tantangannya Elok. 

"Nik, kapan nih jadiannya?" sindir Elok.

"Aku butuh waktu," jawabku.

"Seminggu, dapetin dia dalam waktu seminggu. Kalau nggak. Kowe ngerti dewe (kamu ngerti sendiri). Hehehehe"

Aku serba salah sekarang. Aku nggak mau mengkhianati persahabatanku ama Rian. Ia sudah terlalu baik kepadaku. Aku masih keingat peristiwa kemarin di mall. Dia rela nunggu aku di sana. Emang bego banget dia. Tapi justru karena begonya itu aku jadi nggak tega mau ngancurin hatinya. Aku harus gimana??

Takut kalau misalnya Rian bener-bener jatuh cinta ama aku. Kenapa juga aku iyain tantangan si Elok. Rasanya saat itu aku seperti ketiban (kejatuhan) gunung. Beraaat banget.

Rian masuk kelas. Dia lalu duduk di bangkunya. Ia menguap lebar. Pasti tadi malam nonton film sampai lupa waktu. Dia menoleh ke arahku. Tiba-tiba saja raut mukanya berubah. Yang tadi ngantuk sekarang seperti orang yang sadar sepenuhnya. Eh, emang bisa kaya' gitu? Koq bisa. Wah, cocok jadi pemain pantomim nih anak. 

Elok menaik-naikkan alisnya ketika kulihat dia. Sinting anak ini. Aku memberi isyarat kepadanya, 'Belum saatnya'. 

Bel berbunyi dan kelas pun masuk. Hari itu pelajaran berlangsung seperti biasa. Aku malah tak memperhatikan apa yang disampaikan oleh guru. Aku cuma menatap ke arah Rian. 

Rian, sosok cowok yang tidak sempurna. Anak Pak Jaelani salah seorang yang dihormati di kampungku. Bapakku dan bapaknya berteman baik. Aku dan dia sejak kecil mainannya ya di kebon, empang, di sawah. Kami sama-sama menikmati masa kecil kami bersama-sama. Ia selalu baik kepadaku. Nggak pernah sedikit pun menyakiti aku. Walaupun kadang ada pertengkaran kecil, tapi itu bukan pertengkaran yang membuat persahabatan kami retak.

Dia sahabatku, orang yang pertama kali menjengukku ketika aku sakit. Orang yang care kepadaku ketika aku sedang ketinggalan pelajaran. Dia mau membagikan catatannya. Pas aku kena maag, dia orang pertama yang tahu. Pas aku butuh obat asma, dialah rela beliin obatnya ke apotek. Dari sini dia baru tahu kalau aku ngidap penyakit asma. Orang tuaku dan Mbak Rahma saja nggak tahu. Apa iya tega aku harus nyakitin cowok yang udah baik kepadaku selama ini? 

Jam istirahat datang. Rian mengambil sebuah kotak bekal, kemudian ia berjalan menuju ke kantin. Ah iya. Dia sering bawa kotak bekal. Aku ikuti dia sampai ke kantin. Di sana dia duduk sendiri. Seperti biasanya. Menikmati makan paginya seorang diri. Aku pun segera menghampirinya. Duduk di depannya.

"Hai," sapaku.

"Uhuk uhuk uhuk!" ia terkejut melihatku dan tersedak. Buru-buru ia mengambil minum air mineral yang ada di meja. "Aaahh...bikin kaget aja Nik. Ada apa?"

"Nggak apa-apa, cuma kepengen nemenin kamu aja," jawabku.

Matanya menyelidik ke mataku. Ia sepertinya mengetahui ada yang aneh.

"Apaan sih?" tanyaku.

"Nggak, tumben aja. Pasti kamu ada masalah," ini yang kusuka dari Rian. Dia itu seperti punya radar di kepalanya. Kalau aku punya masalah ia pasti tahu. 

"Iya juga sih," kataku.

"Naah, bener kan? Cerita aja, tapi aku sambil makan yah. Belum sarapan dari rumah," katanya.

Rian melanjutkan makannya. Enak sekali cara dia makan. Padahal lauknya cuma sayur oseng ama tempe goreng. Entah kenapa nasi itu bisa ia kunyah dengan sayurnya, ia sangat menikmati sarapan paginya. Aku menyangga kepalaku dengan tangan. Kutatap lekat-lekat wajahnya itu. Aku harus mulai dari mana ya?

"Silakan ngobrol!" katanya.

"Eh, iya. Anu...itu...hhmmm," aku nggak berani ngomong. Nggak, aku biasanya punya sesuatu yang bisa dibahas ama dia koq. "Ah iya, aku udah tobat Yan. Nggak mau lagi nyakitin hati cowok."

Dia menghentikan kunyahannya. Diambilnya air minum. Setelah isi mulutnya bersih ia baru bicara, "Serius?"

Aku mengangguk.

"Nah, gitu dong. Beneran lho ya, kalau habis ini kamu melakukan hal-hal gitu lagi, aku bakalan buenci ama kamu," katanya. "Cowok itu punya hati juga soalnya. ....(aku nggak dengerin dia karena aku sudah menerawang jauh)."

Kata-katanya itu. Dia akan membenci aku kalau sampai melakukannya lagi. Tapi masalahnya kamu yang jadi targetnya Rian. Masalahnya kamu yang jadi targetnya. 

"Kamu sibuk nggak nanti?" tanyaku.

Dia menatap langit-langit seperti berpikir keras. "Nggak juga sih, kenapa?"

"Aku kepengen jalan-jalan aja, nenangin pikiran. Temenin yah!"

"Kapan? Nanti sore?"

"Habis pulang sekolah anterin aku."

"OK!" Begitulah Rian, selalu bilang OK walaupun dia sebenarnya nggak OK. 

***

Pulang sekolah aku ama dia naik angkot menuju ke salah satu taman wisata yang ada Guanya di sebelah barat. Di sebelah selatan ada water parknya. Kami jalan-jalan di sekitar gua ini. Lalu duduk di atas tanah yang berada di atas gua. Dari sini aku bisa melihat pemandangan kota Kediri yang luas. Tampak dari kejauhan susunan kompleks pabrik rokok Gudang Garam terlihat dari sini. Tentu saja terlihat, kami ada di atas gunung soalnya. 

"Dari tadi diem aja?" tanya Rian. Dia duduk di sampingku. 

Aku kemudian menaruh kepalaku di bahunya. "Aku ingin bersandar sebentar Rian."

"Yah, silakan!" 

Angin sepoi-sepoi menerpa kami berdua. Semilirnya membawa terbang beberapa dedaunan kering. Suara gesekan daun beringin yang pohonnya tumbuh di bawah kami terdengar. Agak jauh bisa kulihat bangunan Museum Airlangga dan pedagang kaki lima yang terjejer rapi menjajakan barang dagangan. 

"Yan, kamu punya perasaan ama aku nggak sih?" tanyaku tiba-tiba.

Rian nggak menjawab.

"Punya nggak?" aku kembali bertanya. 

"Kalau punya emang kenapa kalau nggak kenapa?"

"Koq jadi tanya balik sih?"

"Kalau aku suka ama kamu, bukannya itu wajar? Kamu kan sahabatku."

"Maksudku bukan itu," aku menegakkan kepalaku. Kutatap wajahnya. "Kamu, suka ama aku? Suka dalam arti cinta ama aku?"

Rian lagi-lagi nggak menjawab. Aku ingin tahu. Apakah dia benar-benar suka ama aku atau tidak? Kalau dia menyukaiku aku yakin dia makin benci kepadaku nantinya. Tapi kalau tidak, aku bisa minta tolong kepadanya untuk pura-pura menyukaiku di hadapan Elok. 

"Sejujurnya...."

Aku menunggu. Ayo katakan.

"Ah, koq malah bahas ini? Udah ah, bahas yang lain aja."

"Riaaan...katakan dong!"

"Iya aku suka ama kamu. Aku jujur suka ama kamu, sejak dulu, sejak dulu aku suka ama kamu. Sejak kecil aku sudah suka ama kamu, sejak aku masih punya cinta monyet ama kamu," dia bilang itu sambil nafasnya terengah-engah. Seperti mengeluakan semua yang dipendam dia selama ini. 

Naahh, kaaaaan. Dia suka beneran ama aku. Mati aku. Bego aku. Begooo...dia bakal benci ama aku. Riaan...maafin aku ya. Tak terasa air mataku mengalir. 

"Anterin aku pulang deh," kataku. 

Ia menoleh ke arahku. "Koq kamu nangis?"

"Kamu bego banget jadi cowok. Anterin aku pulang!"

"Iya, iya."

Kami pun berdiri. Selama menuju tempat parkir menuruni anak tangga di tempat wisata ini, kami tak bicara. Rian mungkin tak ingin bicara lagi. Dia sudah ungkapkan kata hatinya selama ini. Sedangkan aku, aku bingung. Hingga akhirnya aku pun mengeluarkannya. 

"Aku juga suka ama kamu," kataku.

"Apa Nik? Kamu tadi ngomong apa?" tanya Rian.

"Aku suka ama kamu," aku memaksa senyum kepadanya. Senyum yang nggak ikhlas. Aku tersenyum tapi air mataku meleleh. 

Untuk sesaat kami berdua saling pandang. Kami berdiri saling berhadapan, dua anak SMA yang masih saling mencari jati diri berdiri mengakui keadaan hati mereka saat ini. Rian, dengan berat hati aku mengatakan ini. Aku juga suka ama kamu sebenarnya. Tapi kenapa harus terjadi seperti ini??

"Ayo kita pulang!" katanya. 

Ia menggandengku. Erat. Seakan ia tak mau melepasnya. Aku jatuh cinta ama dia. Tidak. Aku ini adalah penakluk laki-laki. Kenapa aku harus takluk kepada Rian? Kenapa malah aku yang takluk ama sahabatku sendiri. Ia tak bicara. Memang tak perlu kami bicara. Bahasa tubuh kami sudah mengatakan segalanya. Ia mencintaiku. Aku juga. Oh Rian. Maafkan aku.

0 Response to "Cerita Dewasa Cinta Sayur Asem Episode 6"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel