Cerita Dewasa Cinta Sayur Asem Episode 29

Darah itu Merah


Seseorang yang pernah memberikan kehidupan kepada orang lain
Pasti akan diampuni
~ by Anonymous

Mas Yogi menemuiku di Surabaya. Aku agak terkejut juga dia menemuiku. Aku buru-buru membereskan berkas-berkas yang tercecer di atas meja kerjaku.

"Gimana kabar?" tanyanya.

"Yo ngene iki mas," jawabku. 

"Yan, aku wis ngerti sopo sing nabrak awakmu (Yan, aku tahu siapa yang nabrak dirimu)" 

Aku yang saat itu sedang beres-beres menghentikan aktivitasku. Aku menoleh ke Mas Yogi yang duduk di sofa.

"Siapa?" tanyaku.

"Salsa," jawabnya. 

"Dari mana mas tahu?" 

"Ceritanya panjang. Duduklah aku ceritain!" kata Mas Yogi.

Mas Yogi kemudian cerita panjang lebar mengenai Salsa. Semenjak kami pergoki Salsa di Hotel itu dia benar-benar dendam kepadaku. Apalagi setelah Mas Yogi menceraikan dia. Dia merana hidupnya dan menjadi lonte high class. Dia hanya menerima mereka yang mau membayarnya mahal. Hingga kemudian dia pun merayu salah seorang konglomerat agar bisa menikahinya. Akhirnya mereka pun menikah. 

Salsa kemudian mulai mengumpulkan banyak uang dari sana. Hidupnya cukup royal dan mewah. Dan kebetulan waktu itu dia melihatku dan Rahma sedang berada di jalur Pantura. Karena kalut ia pun menabrakkan mobil SUV warna merahnya ke arah mobilku. Akhirnya ia tabrakkan mobilnya ke mobilku hingga terjadilah hal itu. Dia membalas dendam kepadaku. Setelah itu ia lari dan mencoba menyembunyikan mobilnya, tapi sudah terlacak. Ia sekarang menjadi buron. 

Mendengar cerita Mas Yogi ini membuatku pedih. Hatiku seperti terluka yang amat dalam. Aku menarik nafas dalam-dalam menghirup banyak-banyak oksigen ke dalam paru-paruku. 

"Trus, sekarang?" tanyaku.

"Salsa sudah terendus pihak kepolisian dari plat nomor kendaraannya. Tapi...aku berhasil menangkapnya," jawab Mas Yogi.

"Maksud mas?"

"Aku tangkap dia. Sekarang aku sekap ama teman-temanku. Aku ingin memberitahukannya kepadamu, barangkali kamu ingin melakukan sesuatu kepadanya. Sebelum ia diserahkan kepada yang berwajib."

"Di mana dia?"

"Di Surabaya sini aja. Mau ikut?"

Aku agak ragu. Aku melihat fotoku dan Rahma. Darahku tiba-tiba mendidih. Salsa, ia harus membayar mahal. 

Aku diajak Mas Yogi ke sebuah daerah di salah satu sudut Kota Surabaya. Daerah ini di kawasan Keputih, suasananya sangat sepi. Perumahannya juga terlihat sepi tak ada orang yang lalu lalang. Kami pun berhenti di sebuah rumah yang pagarnya tertutup. Rumah lantai dua yang kanan-kirinya masih sepi. Setelah pagar dibuka mobil kami pun masuk. Mas Yogi mengunci pagar lagi. Aku disuruh masuk dan naik ke lantai dua. 

Di lantai dua ini ada sebuah kamar yang luas. Tampak ada empat orang di dalam kamar itu. Badan mereka cukup kekar, bahkan salah seorang dari mereka tatoan. 

"Kenalin ini temen-temenku," kata Mas Yogi. 

Aku menyalami teman-teman Mas Yogi, nama mereka Ucek, Kancil, Raihan dan Aswan. Kancil lebih terlihat seperti preman. Badannya besar, gendut, nggak ada kekarnya sama sekali. 

"Noh, Si Salsa!" Mas Yogi menunjuk ke seorang cewek berkerudung merah terikat dan mulutnya disumpal. Matanya melotot melihatku.

Darahku benar-benar mendidih sekarang. Aku jadi ingat bahwa ia akan membalasku. Jadi ini balas dendamnya. Baiklah. Aku ambil sebuah kursi dan duduk menghadap kepadanya. Kakiku kusilangkan.

"Mulutnya, biar dia bisa bicara!" kataku.

Mas Yogi mengambil sumpalan di mulut Salsa.

"Rian, apa kabar? Hahahaha, gimana rasanya kehilangan? Enak nggak?" kata Salsa. "Aku puas Rian, aku puaasss...puas sekali."

Aku tak bicara. Mas Yogi ingin menampar Salsa aku larang.

"Biar dia bicara mas," kataku.

"Mau apa kalian? Mau bunuh aku? Silakan! Biar kita sama-sama jadi kriminal, kalau toh kalian lepaskan aku akan laporkan kalian ke yang berwajib. Suamiku orang kaya, punya uang buat nangkap kalian," kata Salsa.

Aku memejamkan mata. Rasa sakit hatiku sudah tak tertahankan lagi.

"Mas, boleh aku melakukan sesuatu kepada Salsa?" tanyaku.

"Ya silakan aja, dia milikmu. Dia hakmu," kata Mas Yogi. "Lakukan apa yang mesti kamu lakukan kepadanya."

Aku beranjak dari tempat dudukku. Aku lepas kerudungnya Salsa dengan kasar.

"Engkau nggak pantas pakai ini," kataku. 

Dengan kasar aku melepaskan seluruh bajunya, aku robek, branya aku copot. Aku lepas seluruh pakaiannya hingga ia telanjang. 

"Nah, ini baru pas," kataku.

"Mau apa kau?" tanya Salsa. "Lepasin aku! Kau mau merkosa aku?"

"Dari dulu kamu itu emang Lonte, nggak puas ama satu kontol. Kamu ingin dipuaskan ama banyak kontol bukan? Mas Yogi, perkosa dia rame-rame!" kataku.

"Hah? Yan, kowe yakin?" tanya Mas Yogi.

"Salsa itu nggak akan bisa disakiti pake pukulan atau pun dibunuh. Aku nggak mau bunuh dia dengan cara itu. Aku ingin dia diperkosa sampai mampus. Biar memeknya kerasa ngilu, karena hanya dengan cara itu ia bisa mati dan aku bisa puas," kataku.

Semua teman-temannya Mas Yogi saling berpandangan. 

Mas Yogi menghela nafa, "Kamu denger kan apa kata adikku? Silakan bersenang-senang."

"Naah, gitu dong, dari tadi kek. Yuk!" kata Kancil. Ia mulai melepaskan bajunya satu-per-satu. 

"Mau apa kalian? Brengsek! Lepasin aku, lepasin aku!" Salsa meronta-ronta.

PLAK! Sebuah tamparan mendarat di pipi Salsa. Belum ia sempat mengaduh Kancil sudah mengenyot payudaranya. Disusul dengan yang lain, mereka juga telanjang mulai menggeranyangi Salsa. Salsa meronta-ronta ketika kedua dadanya dikenyot oleh dua orang laki-laki. Memeknya pun disodok-sodok oleh jari Ucek. Sedangkan Aswan sibuk menciumi paha Salsa.

"Brengsek kamu Rian! Brengsek! Kamu kira istrimu bakal kembali kamu giniin aku?" tanya Salsa.

"Aku tahu istriku nggak bakal kembali. Aku hanya ingin memberikan apa yang kamu inginkan, kamu kepingin dipuasin kan? Ya, aku berikan sekarang. Dan kamu jangan bilang aku brengsek karena hal ini," kataku.

Maka digaraplah Salsa oleh keempat temannya Mas Yogi. Aku dan Mas Yogi hanya melihat mereka saja. Aku lihat semuanya tanpa berkedip. Bagaimana Salsa meronta-ronta ketika tubuhnya digeranyangi. Ketika kemaluannya disodok bergiliran oleh keempat preman ini. Ketika duburnya dianal. Semua lubang diperkosa oleh keempat lelaki ini. Aku menyaksikan tanpa berkedip. Rasanya aku benar-benar belum puas. Penyiksaannya kurang. Keempat pria ini pun sampai lelah menggarap Salsa, tubuh Salsa belepotan sperma di mana-mana. Tapi ia terus mengumpatku. 

"Ayo, siapa lagi? Aku masih kuat! Ayo!" kata Salsa. 

"j*nc*k, lonte ini kuat juga," kata Kancil.

"Istirahat aja dulu, masih banyak waktu," kataku.

Setelah istirahat beberapa waktu, kembali lagi Salsa digarap. Kini Mas Yogi ikutan menggarap mantan istrinya itu. Tapi tidak sebagai seorang istri, melainkan sebagai seorang pelacur. Ditamparnya mantan istrinya itu berkali-kali. Lalu digarapnya. Entah berapa lama Mas Yogi menggarap Salsa, yang jelas hari sudah larut malam dan mereka terus menggarap Salsa. Aku tetap duduk di kursi tak berkedip. Pemandangan ini sama sekali tak membuatku horni karena dadaku benar-benar dipenuhi oleh dendam. 

Semua orang sudah terkapar menggarap Salsa. Salsa sendiri sudah tak berdaya. Tubuhnya lemes. Ia bahkan sampai be'ol di atas ranjang gara-gara disodok terus duburnya. Salsa sekarang malah mirip mayat hidup, ia masih bernafas dan menatapku. Kali ini dengan mengiba.

"Rian, sudah Rian. Aku sudah tak sanggup lagi, tolong sudahi. Aku minta maaf, memekku ngilu, duburku ngilu, udah Rian. Tolong sudahi," katanya.

Aku masih duduk melihatnya. Menatap tajam kepada matanya. Aku belum beranjak dari tempatku duduk. Aku lihat keempat teman Mas Yogi dan Mas Yogi sendiri duduk di lantai bawah. Mereka lemes juga menggarap Salsa. 

"Kamu mengaku salah?" tanyaku.

"Iya, aku mengaku salah. Maafkan aku. Aku menyesal, aku menyesal Rian," katanya. 

"Aku akan membiarkanmu hidup. Tapi kalau aku lihat lagi batang hidungmu, aku akan menghabisimu," kataku. Aku berdir dari kursiku. "Mas Yogi, udah mas. Lepaskan dia!"

"Tapi Yan, dia udah bikin istrimu pergi!" katanya. 

"Aku tahu, tapi dia juga ibu dari anak-anak mas bukan? Aku tak mau jadi orang jahat. Biarkan dia pergi," kataku. Setelah itu aku keluar dari kamarnya.

0 Response to "Cerita Dewasa Cinta Sayur Asem Episode 29"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel