Cerita Dewasa Cinta Sayur Asem Episode 30

My Love

#Pov Anik#

Setelah Rian menelponku, hatiku entah kenapa gembiraaaaaaaa banget. Setelah beberapa saat lalu aku diputuskan ama Zain karena permasalahan keluarganya, akhirnya aku sendiri lagi. Zain tampak terlibat cekcok ama keluarganya setelah mengetahui aku adalah pacarnya. Mereka sampai bawa-bawa silsilah segala. Duh, aku jadi nggak enak. Akhirnya malam itu Zain mohon maaf atas perlakuan orang tuanya. Dan ia pun dengan sangat terpaksa memutuskan aku. 

Aku sempat marah.

"Kamu ini jadi cowok gimana sih? Aku ada di sini mencintaimu tapi kamu sama sekali tak berkorban untukku?" kataku kepada Zain. "Kamu lihat tadi di dalam aku dihina, pake bawa-bawa silsilah segala."

"Nik, maafin aku yah. Tapi mau bagaimana lagi, mereka itu...iya, kami masih ada keluarga bangsawan. Aku nggak pernah bilang ini ke kamu. Aku anggap mereka bakal menerimamu," katanya.

"Setidaknya bela aku dong Zain, kamu cinta aku kan?" tanyaku. 

"Iya, aku cinta kamu, tapi Nik.....aku sendiri bingung," jawabnya. 

"Kamu beda ama Rian. Rian berani berkorban apapun buat aku. Kamu tidak," kataku.

"Koq kamu bandingin aku ama Rian sih?"

"Iya jelas, ia berkorban buatku, ia juga berkorban buat istrinya. Ia berkorban buat orang-orang yang disayanginya. Kamu nggak!" kataku.

"Aku juga berkorban buat kamu, Nik!"

"Korban apa? Kamu selama ini hanya kepengen agar aku jadi pacarmu sebagai status itu aja kan? Dan ketika statusmu berubah kamu sudah senang, itu aja!" 

"Nik, aku juga berkorban. Aku khawatir ama kamu, aku sampai bela-belain kamu, melindungi kamu."

"Trus kenapa kamu diam saja ketika aku dilecehkan sama keluargamu? Kenapa?"

"Itu..."

"Ah, sudahlah Zain. Nikmati saja kamu sama keluargamu itu. Semoga kamu juga dapat istri dari keluarga bangsawan."

"Nik, tunggu Nik!" 

Aku langsung pergi meninggalkan Zain. Zain memanggilku berkali-kali, tapi aku terus melangkah meninggalkannya. Hingga kemudian aku nyegat taksi. Aku tinggalkan restoran tempat kami makan malam tadi. Sebel aku. Sebel dengan Zain dan kelakuan keluarganya. Mereka dari orang Palembang, entah keluarga bangsawan apa namanya aku juga nggak jelas. Masih ingat aku bagaimana dengan pedas ibunya menyindirku, "Cari jodoh itu harus jelas bibit, bobot dan bebetnya. Kalau orang ningrat maka harus dengan orang ningrat biar serasi. Bukan dengan orang biasa."

Persetan ama mereka masa bodoh.

Baru setelah tiga hari kemudian Rian BBM dan nelpon aku ingin kembali. Aku rasanya bahagia banget. Ketika aku pulang dari kantor Yuli malah mengerutkan dahi. Tatapannya menyelidik.

"Lo kenapa?" tanyanya.

"Ada deh," jawabku.

"Tiga hari lalu sedih, sekarang ceria lagi, dah dapat cowok baru?" 

"Hmm....nggak juga sih."

"Halah, gue itu heran ama elu, koq cepet banget dapat cowok."

"Yee...nggak juga kale," kataku sambil mencibir.

"Habis Zain siapa lagi sekarang?"

"Rian."

"HAH?! Serius lo?"

"Iya, hari Sabtu itu...ah besok berarti dia mau ke sini."

"Serius LO?" Lagi-lagi Yuli menggoyang-goyang bahuku.

"Seriuslah. Besok ia mau ke sini," kataku.

"ADUUUUUHHHHHH Aniiiikk!" Yuli meluk aku.

"Lho, Yul, kenapa lo?" tanyaku.

"Aku turut seneeeeeng!" jawabnya.

"Apaan sih? Yang harusnya senengkan aku," kataku.

"Yah, gue juga seneng dong. Duh mulai dari mana ya? Pokoknya seneng deh. Lo nggak bakal ngerti kalau nggak lihat sendiri Nik. Gue bener-bener nggak habis pikir akhirnya lo bakal kembali ama Rian."

"Emangnya kenapa sih?"

"Udahlah, dari lubuk hati yang paling dalam, lo itu masih suka ama Rian. Gue tau itu, lo nggak usah munafik deh. Selama ini, lo pasti ngarepin ini kan? Jujur deh ama gue!"

Aku memikirkannya dalam-dalam. Bener sih, selama ini memang masih ngarepin dia. "Iya juga sih."

"Nah kaan, kalian berdua itu sama-sama O'onnya dari dulu. Sama-sama suka tapi dipendeeeem terus ampe asem. Udah bersatu eh pisah lagi, habis itu saling memendam rasa lagi. Dah kayak sayur asem. Pake coba-coba mencari cinta segala. Niik Anik. Moga kalian lancar deh."

"Makasih Yul," kataku. Aku tersenyum. Dia sekarang menjadi satu-satunya orang yang sering mendengarkan curhatku. Aku tiba-tiba bisa kangen ama Rian sekarang. Perasaanku yang terkubur selama ini sekarang mulai bangkit lagi. Cintaku kepada dia mulai tumbuh lagi.

****

Pukul sepuluh pagi pesawat Rian datang. Aku sudah menunggunya di Bandara. Rian kulihat sedang berjalan mendorong trolli. Aku dan Yuli melambai kepadanya. Rian segera berjalan cepat ke arahku.

Aku dan dia tinggal beberapa langkah saja sih. Yuli menatap kami berdua, kemudian bilang, "Aku tinggalin kalian dulu deh, sepertinya ada yang ingin disampaikan."

Yuli buru-buru pergi. 

Aku hanya menatap mata Rian lekat-lekat. Dia sepertinya lebih tinggi. Nafasku sesak. Melihat dirinya di depanku, menatapku seperti ini. Dan kita tidak ada yang menghalangi selain udara di sekitar kita bahkan kita sampai mematung untuk dua menit. Iya dua menit yang panjang. Kami hanya saling berhadapan tanpa suara. Tanpa bergerak. Mulai menebak-nebak apa yang akan terjadi selanjutnya. 

Nggak Rian, jangan cium aku. Ini tempat publik. Aku nggak mau malu di tempat umum. Itu yang aku batin. Moga dia nggak menciumku. Tapi aku salah. Dia maju ke arahku dan langsung menciumku. Aaaaaakkkkk....no no no...tidaaaak.....Yuliiii, tolong aku. Tolong akuuu...Yuulll aku dicium Rian Yul, dia menciumku lagi Yul. Aduuuuhhh...

Aku emang aneh, dicium di tempat umum tapi nggak ngelawan malah kepengen terus dan terus. Setelah itu Rian melepaskan ciumannya. Iya, Rian tambah tinggi, aku saja sampai mendongak. 

Aku mendorong Rian. 

"Ini tempat umum, apa nggak nunggu nanti aja?" kataku.

"Bodo amat," katanya. 

"Ihh...," aku dorong lagi dia. 

"So dengan ini. Kita kembali?" tanyanya. 

"Ya deh, terserah," jawabku.

"Ya udah deh, aku pulang," Rian berbalik.

"Rian, Rian koq marah sih!"

Ia berbalik lagi lalu tertawa. "Nggaklah, aku nggak bakal balik pulang tanpa dirimu. Kamu mau pulang bersamaku?"

"Maksudnya?" 

"Kembali Ke Kediri, menikah denganku, jadi ibu dari anak-anakku?"

Tiba-tiba Rian berlutut di depanku. Beberapa orang yang lalu lalang di tempat itu tampak tertarik melihat kami. Aku malu. Apalagi dia memegang tanganku. Matanya menatapku. 

"Anik Yuanawati. Aku cuma orang biasa, temanmu sejak kecil, sekaligus sahabatmu. Aku tak ingin menyia-nyiakan waktuku untuk terus memikirkanmu. Aku ingin kamu menjadi istriku, menjadi pendamping hidupku. Untuk selamanya, hingga maut memisahkan kita. Apakah kamu bersedia ikut denganku? Kembali ke rumah, ke kampung halaman kita dan kita menulis kisah-kisah kita di sana?" 

"Rian..."

"Terima! Terima! Terima!" aku mendengar suara Yuli dari kejauhan. Dan tiba-tiba setiap orang yang melihat kami ikut bersorak juga. Aduuuuhhh....aku harus jawab apa?? Teriakannya makin ramai diiringi tepuk tangan. Udah doong....aku maluuu...

Akhirnya aku pun mengangguk, "Iya deh." Daripada disoraki terus.

"YEEEEE!" sorak semua orang. Mereka bertepuk tangan. Rian langsung berdiri memelukku. Kami berpelukan eraat sekali. Aku tak pernah dipeluk Rian seerat ini seolah-olah ia tak ingin melepaskan diriku lagi. Ini sesuatu yang tak akan pernah aku lupakan seumur hidupku. Rian Rian, dari dulu kek kamu ngelamar aku. 

****

Seminggu kemudian aku mengundurkan diri jadi reporter. Aku kembali ke Kediri, dan secara resmi Rian melamarku kepada keluargaku. Ibuku ketawa saja mendengar itu sambil bilang begini, "Sudah dapat mbaknya kepengen adiknya juga."

Aku kangen ama keponakanku yang lucu itu. Duh Rangga imutnya. Lucunya adalah tiap kali nangis aku gendong eh, dia diem. Sepertinya nurut ama aku. Bahkan ketika tidur dinina bobokan susah, aku gendong bisa tidur dia. Hihihihi. Lucu. Sampai ibuku nyeletuk "Ya udah, kamu jadi ibunya aja."

Dua hari menjelang pernikahanku dengan Rian. Sesuatu yang tak terkira datang. Zain datang bersama keluarganya ke rumahku.

0 Response to "Cerita Dewasa Cinta Sayur Asem Episode 30"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel