Cerita Dewasa Cinta Sayur Asem Episode 21

Bertemu dengan Masa Lalu

#Pov Anik#

Aku sulit Move on. Itulah yang terjadi. Biar dikata aku move on, tetep aja nggak bisa. Seolah-olah ada sesuatu denganku ama Rian yang belum tuntas. Sebagai seorang cewek aku memang bodoh. Bodoh banget. Ada cowok yang berkorban untukku tapi aku bego. Rian benar, aku harusnya tahu kalau dia itu O'on, lalu kenapa aku nggak berusaha dulu? 

Setelah pernikahan Rahma, aku putuskan untuk segera kembali ke Jakarta. Aku tak mau membuat hatiku makin hancur. Biarlah semuanya berjalan apa adanya. Aku pun akan bertekad untuk menerima lelaki yang ingin mendekatiku nanti. Walaupun mungkin berat. Aku tak pamitan kepada Rian. Aku takut hatiku makin sakit. Apalagi sebelum pernikahan dia malah menciumku. Aku takut malah terjadi lagi nanti. Akhirnya aku pergi. 

Dan ceritaku kini sampai kepada dimana aku menikmati hari-hari perkuliahan lagi. Agar aku tak ingat Rian lagi, aku konsentrasi kepada perkuliahan. Aku ingin buktikan bahwa aku bisa. Dan sebagaimana yang telah aku prediksikan, Zain tak menyerah untuk mendekatiku. Tapi kali ini ia main cara yang alus. Ia tak memaksaku. Tetap menganggapku berkawan baik dengannya. 

Aku berada di perpustakaan waktu itu sambil konsentrasi menulis tugas-tugasku. Zain pun kemudian nimbrung. 

"Hai Nik?!" sapanya.

"Zain?"

"Ngerjain tugas dari Pak Cahyo ya?"

"Iya nih. Kamu udah selesai emangnya?"

"Udah. Lagi ngumpulin bahan buat skripsi," jelasnya.

"Ohh...iya ya, kamu pinter sih. Cepet banget mau skripsi. Aku masih ada matkul yang nyantol," kataku.

"Hehehe, ya udah semangat aja kalau gitu. Oh iya, kamu nanti ada acara?"

"Nggak ada, kenapa?" 

"Jalan yuk. Udah lama aku nggak nonton. Nggak, jangan anggap ini kencan. Mumpung filmnya bagus tuh."

"Hmm, tapi aku sama Pak Dhe nggak boleh keluar malam-malam lho."

"Iya, aku ngerti. Kita nontonnya yang sorean aja. Biar nggak kemaleman."

"Oke," kataku.

Zain pasti gembira. Iyalah. Baru kali ini aku mau diajak keluar. Aku sudah bertekad untuk bisa menerima laki-laki lain. Yah, memang tak mudah tapi harus aku lakukan. Zain dan aku ngobrol sebentar soal perkuliahan dan dia cabut setelah itu. Aku keluar dari perpustakaan, tiba-tiba ada cowok yang manggil aku.

"Anik?!" sapanya.

"Siapa ya?" tanyaku.

"Ini aku Fajrul. Kamu Anik kan?" kata cowok itu.

"Fajrul?...ya ampuuuunnn....Fajrul?! Lho, kamu kuliah di sini?" tanyaku.

Fajrul adalah cowok yang dulu pernah jadi korbanku. Dia orang yang pertama. Aku nggak nyangka dia juga di UI juga. Anaknya tampangnya agak alim gitu. Pake kemeja, rapi, ia bawa ransel Eiger dan sepatu kets.

"Kamu kuliah di sini juga?" tanya Fajrul.

"Iya, hehehe. Wah kamu ikut UKI ya? Tampang-tampang gini," kataku.

"Wahahahaha, iya. Anak komunikasi?"

Aku mengangguk.

"OOoo sama Zain berarti ya?"

"Iya, koq tahu?"

"Ya tahulah. Zain nggak cerita kalau kamu juga kuliah di sini."

"Kamu anak mana?"

"Anak Psikolog."

"Ohh..."

"Eh, ya udah. Aku mau cabut."

"Ok."

"Eh bentar, minta no hp atau BBM?"

Setelah kita bertukar no hp dan BBM dia pun pergi meninggalkan aku. Hari ini aku mau ngumpulin tugas, trus setelah itu pulang. Gerah banget.

***

"Anik, dicariin Zain tuh," seru Yuli. Yuli ternyata juga baru pulang dari kampus. Aku hampir lupa kalau hari ini aku ada janji ama Zain buat nonton. 

"Suruh tunggu sebentar!" seruku dari dalam kamar. Aku buru-buru dandan. Pakai baju apa yah? Koq aku pusing sih? Ambil aja deh baju warna hitam, kerudung kotak-kotak warna hijau dan rok panjang. Aku akhir-akhir ini lebih sering pake rok daripada celana kalau keluar. Nggak tahu kenapa. Mungkin ngikuti cara berpakaiannya Mbak Rahma. Ibu saja sampai bilang aku mirip banget ama Rahma kalau pake rok. Masa' iya?

Tapi memang, sekilas kami memang mirip satu sama lain. Awalnya Ibu bilang Mbak Rahma yang mirip aku karena pakai kacamata. Trus sekarang makin mirip ketika aku pakai rok. Setelah rapi aku pun keluar dari kamar. Kulihat Zain sudah ada di ruang tamu sedang membaca-baca majalah. 

"Hai, jadi berangkat?" tanyaku.

"Yuk!" kata Zain.

Sore itu aku habiskan waktu bersama Zain. Aku tahu dia punya perasaan kepadaku. Tapi, apa aku sudah siap untuk membuka diriku. Aku mencoba memahami diriku sendiri. Bagaimana perang batin agar aku bisa merupakan Rian bergejolak. Aku mengutuk diriku sendiri sekarang. Pikiranku benar-benar kacau. Masalah kuliah, masalah Rian. Kenapa dia mesti hadir di dalam kehidupanku? 

Dibonceng Zain seperti ini, aku jadi ingat bagaimana dulu aku dibonceng oleh Rian. Aku jadi kangen ama Rian. Aku ingat dulu ketika aku dibonceng aku pasti menciumi punggung Rian. Entah dia merasakannya atau tidak. Pipiku kutempelkan di punggung Zain. Aku ingin menganggap ini adalah Rian. Kupeluk Zain dengan erat. 

"Kamu nggak apa-apa, Nik?" tanya Zain.

"Nggak apa-apa koq. Udah nyetir aja!" 


#Pov Yuli#

[narator: Timeline Yuli ini adalah sebelum pernikahan Rahma]

Arrghh...gue nggak nyangka punya sepupu yang O'onnya nggak ketulungan. Ya, si Anik itu. Dulu ada cowok yang suka ama dia dengan tulus, eh dipermainkan. Sekarang ia menyesal. Dan gue baru tahu kalau sepupuku ini orang yang sangat gagal Move On. Anik, Anik gemes deh dengerin kisah cintanya. 

Hari ini gue lihat Anik udah mau berangkat ke kampus aja. Rajin banget dia. Kalah deh gue. Tiap pagi dia sudah bangun buat sholat subuh. gue malah molor. Hihihihi. Gara-gara Anik juga gue bisa berubah, mulai yang nggak pernah sholat jadi mulai agak rajin sholat. Walaupun masih ada yang bolong. Dan gara-gara Anik jugalah akhirnya gue mulai jaga kelakukan. Nggak pake baju-baju seksi lagi kalau keluar. Yah, walaupun begitu tetep aja kalau udah ketemu ama temen-temenku jadi liar deh. 

Gue boleh dibilang masih single, jomblowati. Aneh juga dan heran karena gue ini nggak dibilang jelek juga sih, pakaianku tiap keluar juga seksi, bahkan banyak pasang mata cowok yang ngelirik, tapi yang nembak gue lho koq nggak ada. Apa ada yang salah sih? Bau badan? No way! gue itu pasti pake parfum. Wangi! Beda ama Anik, dia pake kerudung, rapi, modist, sopan, banyak banget yang deket dia. 

Baru semester satu aja udah ada tiga cowok berbeda yang berkunjung buat maen ke rumah. Dari Zain, Irwan ama seniornya namanya Luki. Entah deh, apa dia pake pelet ya? gue pun tanya ama dia sebelum berangkat ke kampus.

"Eh, Nik. Boleh tanya nggak?" tanyaku.

"Apaan?" 

"Lo itu koq banyak cowok yang deketin sih? Dari mulai Rian, Zain, Irwan, Luki. Lo pake pelet yah?"

"Yul yul, jaman sekarang pake pelet? Nggak lah. Aku biasa aja koq."

"Lha itu buktinya, koq banyak cowok yang ngamplok kayak cicak?"

"Entah deh, aku juga nggak ngerti. Yang jelas, aku tahu koq siapa cowok yang bener-bener tulus, mana yang nggak."

"Dari mana lo tahu?"

"Dari ini Yul," Anik menunjuk ke hatiku. 

Gue selama ini menganggap itu cuma bualan. Karena cowok itu pastinya ya suka cewek yang modelnya seperti gue ini. Tapi ternyata cara itu emang nggak cocok koq. Buktinya gue masih sendiri aja tuh sampai sekarang. Makanya gue coba deh berguru ama Anik, siapa tahu emang ada caranya. Tapi kalau kata dia tahu cowok yang tulus atau nggak dari hati ya aku bingung, gimana nilainya?

"Gue selama ini mikir itu semua cuma omong kosong, Nik," kataku. "Buktinya aku sudah pake pakaian seksi, pake parfum wangi, ya banyak sih yang ngelirik tapi yang nembak gue nggak pernah ada."

"Yul coba deh sekarang mbak ubah sedikit sifat mbak. Maaf lho ya, aku nggak bermaksud menggurui. Siapa tahu jodoh mbak itu bukan di tempat yang biasanya mbak nongkrong. Kalau selama ini mbak pergi ke kafe atau mall coba deh yul ubah haluan. Pergi ke perpustakaan kek, pergi ke tempat-tempat yang menyejukkan mata, merilekskan pikiran, biasanya akan ada yang nyamperin."

"Apa ya di Jakarta ini, tempat yang seperti itu mana ada? yang menyejukkan mata dan merilekskan pikiran?"

"Kalau kamu berusaha pasti ada koq. Trus cowok itu suka ama cewek yang jual mahal. Semakin mahal harga seorang cewek maka dia akan banyak yang ngejar."

"Maksudnya gue harus matre gitu?"

"Bukan. Hargailah diri mbak sebagai wanita yang dihormati. Coba deh sekarang pakaiannya nggak seksi, tapi tetep modist. Norma, jadi diri sendiri."

Gue terdiam. Kaget denger kata-katanya. Apa selama ini aku seperti itu? Nggak menghormati diriku sendiri? Terlalu murah memampangkan diriku kepada cowok-cowok?? Tapi emang bener koq. Gue kepengen nyoba. Nggak ada salahnya kan nyoba?

"Udah ah, Yul. Aku berangkat dulu. Be a good girl ya?"

Gue tersenyum kepadanya. Dan mulai saat itulah gue berubah. Efeknya cukup luar biasa sih. Hehehehe. Mulai banyak cowok-cowok yang deketin. Dan setelah itu ada cowok yang nembak gue, namanya Fajrul seorang pengurus UKI. Adik kelas sih. Awalnya aku kira cowok UKI itu orangnya alim-alim, tapi yaaahhh...sama aja. 

Awal pertama kali kami kenal ia cukup alimlah. Aku seneng ama cowok alim. Ia bahkan tak pernah minta yang neko-neko, seperti pegangan tangan kek, ciuman kek, aku cukup nyaman selama pacaran ama dia. Tapi tak selamanya demikian. 

Setelah dua kami bersama, mulai deh ketahuan sifat aslinya. Hari itu liburan semester. Anik nggak kemana-mana. Menghabiskan waktu di rumah bantu-bantu nyokap ama bokap di rumah. Cuman aku yang keluyuran. Mungkin emang sifatku yang seperti ini. Dan keluyuranku adalah ke tempatnya Fajrul. Iseng aja sih sebenarnya. 

"Permisi?! Fajrulnya ada?" tanyaku.

"OO...cari mas Fajrul? Ada mbak," kata seorang cowok yang saat itu sedang ngutak-atik sepeda motor. Ia segera bergegas masuk ke rumah, "Jrul! dicariin cewek!"

"Siapa?" terdengar suaranya.

"Nggak tahu, cakep pokoknya," kata cowok tadi. Ia segera keluar dari rumah dan kembali ngutak-atik motornya. "Udah mbak, habis ini keluar dia."

Dari dalam tampak aku lihat Fajrul. Dia pakai celana selutut dan kaos oblong. 

"Lho, Yuli? Koq nggak disuruh masuk, Rom?" kata Fajrul.

"Lha? gue nggak sembarangan cewek boleh masuk?" kata cowok tadi.

"Ini cewek gue," kata Fajrul sambil menggandengku.

"Ohh...ceweknya. Maaf mbak, hehehehe," kata cowok tadi.

"Misi ya mas," kataku sambil berjalan mengikuti Fajrul

Kejutan. Aku nggak pernah masuk ke kamar cowok. Ini adalah untuk pertama kalinya. Kamarnya berukuran 3x3m, cukup besar sih untuk ukuran kamar kost. Di dindingnya ada poster-poster pemain bola dan bendera klub Intermilan. Kamarnya cukup berantakan, berantakan sekali malah. Hehehehe.

"Sorry Yul, berantakan," katanya. 

"Nggak apa-apa," kataku.

"Ada keperluan apa?" 

"Surprise aja sih, kepengen tahu tempat kost lo, hehehehe."

"Aduh, gue jadi malu."

"Lagi ngapain tadi?"

"Hmm...lagi....,"

"Hayo lagi ngapain?" aku lalu berdiri menghampiri meja belajarnya, laptopnya masih menyala dan aku melihat sebuah video yang sedang dipause. Seorang cewek sedang menjulurkan lidahnya, dan di depannya barang laki-laki mengeluarkan cairan putih. Heh? Ini film porno!

Fajrul buru-buru menutup laptopnya. 

"Halah Jrul, nggak usah ditutup. Kalau memang itu sih semua cowok juga tahu. Lagi lihat bokep ya?"

"I...iya, hehehehe."

"Hmmm...katanya anak UKI, koq lihat bokep?"

"Yah, mau gimana lagi Yul. Wajar dong, lagi puber koq. Kamu keberatan Yul? Aku hapus deh kalau gitu," ia membuka laptopnya lagi.

"Nggak, nggak koq aku nggak keberatan. Menurutku cowok lihat bokep itu wajar, bahkan itu nggak munafik. Aku suka orang yang apa adanya koq."

"Sungguh?"

Gue mengangguk. Kulihat wajahnya lega. Kami jadi ketawa-ketiwi setelah itu. Hmm...begitulah sifat asli Fajrul dan dari sinilah ia pun makin terbuka ama gue. Namun, keterbukaannya itu makin membuatku bersalah. Seharusnya gue biarkan ia dengan sifat dia yang munafik itu. Membiarkan dia jujur, sama saja membiarkan melepaskan macan dari kandangnya.

0 Response to "Cerita Dewasa Cinta Sayur Asem Episode 21"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel