Cerita Dewasa Cinta Sayur Asem Episode 23

This Is (Not) First Date


Tataplah masa depan Move On!

#Pov Anik#

Ada dua orang yang nembak aku. Zain sama Fajrul. Semuanya sama-sama temenku waktu SMA, tapi Fajrul lebih ke kakak kelas sih. Kejadian dengan Zain adalah ketika kami jalan-jalan aja buat beli buku. Lama nggak beli buku, sekali beli buku Zain pun ngajak aku. Sebenarnya Zain udah nembak aku berkali-kali dan tetep aku tolak. Tapi kali ini aku bilang ke dia lain daripada biasanya.

Setelah kami membayar buku yang dibeli Zain ngajak aku ke kafe sebentar buat ngopi-ngopi sambil nikmatin buku yang barusan dibeli. Kafenya nggak jauh. Begitu kami sudah dapat tempat duduk, Zain langsung pesen Cappucino, aku juga. 

"Suka ya kamu ama novel-novel percintaan gitu?" tanya Zain.

"Yah, begitulah," jawabku.

"Kamu sendiri lebih suka novel fantasy sepertinya."

"Yup, bener."

"Kamu kira-kira malem minggu kosong nggak?"

"Kenapa?"

"Aku mau ngajak kencan kamu."

"Heleh."

"Lho, kenapa? Kan wajar toh. Kamu sedang jomblo, di sini ada lelaki yang sudah siap menantimu sejak dulu."

Aku tak menjawab.

"Koq diem?"

"Udah Ah, Zain. Lain kali aja."

"Kenapa? Aku tahu kamu nggak ada acara tiap malem minggu, makanya aku mau ngajak keluar. Rian kan udah menikah tuh, kamu pastinya udah tak berharap lagi kepadanya kan?"

"Iya sih."

Tiba-tiba Zain berlutut di depanku, "Nik?"

"Aduh, Zain! Ngapain sih? Malu!"

"Nik, aku selama ini masih setia menunggumu. Aku luangkan waktuku untuk dirimu. Aku juga bela-belain kamu yang kehujanan, dengerin curhat kamu. Semuanya karena aku menunggumu untuk bilang 'iya'. Kamu tahu perasaanku kepadamu seperti apa. Aku maafin koq apa yang telah kamu lakukan dulu, aku maafin. Aku bukan Rian yang nggak pemaaf. Aku orangnya pemaaf. Bahkan segala sikap dinginmu aku maafkan. Dan kini aku meminta kepadamu Nik, mau kah kamu jadi kekasihku?"

Zain menggenggam tanganku. Aduuuhh...posisinya seperti ngelamar aku. Aku jadi terharu ama sikapnya selama ini. Aku ingin bisa move on. Aku berusaha. Berusaha. Dan apa yang keluar dari mulutku pun aku terkejut.

"Aku pikir-pikir dulu ya," kataku. Bego, kenapa aku bilang begitu kalau emang benar kepingin move on. Tampak raut wajah kecewa terpancar dari wajah Zain. "Tapi tenang aja, aku emang jomblo koq. Blom ada pacar, jadi kesempatanmu masih terbuka seratus persen."

Zain tersenyum.

"Udah ah, malu kaya' gini, tuh mas-masnya datang!" kataku.

Zain langsung kembali ke tempat duduknya ketika Cappucino pesenannya datang. Kami tersenyum penuh arti. Aku mengutuk diriku sendiri. Kamu bego Niiikk...emang bener, Begonya Rian pindah ke kamu! Duh.

***

Di hari yang berbeda dengan Fajrul. Saat itu aku sedang asyik duduk-duduk sama mahasiswa lain. Saat itulah Fajrul menghampiriku. Katanya ada sesuatu yang ingin dia bicarakan. Akhirnya aku pun menurut dan ikut bersama dia. Ternyata dia mengajak aku sedikit menjauh dari teman-temanku. 

Aku dan Fajrul memang mulai dekat selama beberapa bulan ini. Dia juga anaknya baik. Selalu menolong aku kalau dalam kesusahan. Dia juga kadang nasehatin aku seperti khas anak-anak UKI, sok dakwahlah. Hahahaha. Tapi emang anaknya asyik kalau diajak ngobrol. Murah senyum dan kata temen-temen dia disukai banyak akhwat di kampus. Mungkin kalau sekarang ada sayembara bakal banyak yang ngantri buat dapetin cintanya. Dia agak lain hari itu emang. 

"Ada apa?" tanyaku.

"Nik, gue pengen ngomong sesuatu yang penting. Tapi boleh nih tanya-tanya dulu?"

"Apaan?"

"Kamu punya pacar?"

"Nggak. Kenapa?"

"Bener?"

"Ealah, mau nembak aku?" langsung saja deh aku to the point.

"Waduh?"

"Bener kan?"

"II..iya..." tampak Fajrul gugup dan kikuk. 

"Hahahaha...kamu nggak berubah Jrul. Duh, aku ini emang cakep ya? Perasaan banyak yang lebih cantik dari aku. Tuh si Zaitun, cantik orangnya, pake jilbab pula. Kenapa nggak milih dia? Atau Si Erlin, dia juga cantik, manis, cerdas. Banyak tuh cowok-cowok yang ngantri ama dia."

"Sejujurnya aku suka ama kamu sejak SMA, Nik. Aku tahu kamu dulu suka mainin perasaan cowok. Tapi...aku sekarang udah maafin kamu. Dan kalau bisa, aku ingin kamu jadi kekasihku lagi, tapi ini beneran bukan bohongan seperti dulu kamu taruhan ama temen-temenmu," kata Fajrul.

Inilah yang aku nggak tahu. Kenapa sih para cowok itu ngerubuti aku? Nggak si Zain, nggak Fajrul ini, sebelumnya juga ada yang lain. Sebenarnya apa yang ada pada diriku? Aku juga nggak tebar pesona koq. Profile facebook-ku saja aku ganti gambar bunga biar nggak ada yang usil ama aku. Dan sekarang nggak yang ikut UKI nggak yang biasa semuanya nembak aku. Bikin galau saja mereka ini.

"Koq diem, Nik?"

"Yee, aku bingung tauk! Banyak yang nembak aku."

"Hah? Beneran?"

"Ya udah deh, aku pikir-pikir dulu ya."

"Koq pikir-pikir? Jawab sekarang dong!"

"Duh, nggak bisa Jrul. Ntar aja deh ya?" 

"Oke. Dua hari lagi?"

"Oke deh. Ntar aku kasih kabar."

Setelah itu Fajrul bergegas pergi. Gila, gila, gila. Aku menghela nafas panjang. Kalau aku tolak mereka semuanya juga kasihan sih. Aku harus gimana sekarang? Pilih Zain apa pilih Fajrul? 

Malamnya aku BBM-an ama Zain

Me: ping!

Zain: Yap?

Me: Masih mikirin jawabanku? 

Zain: Iyalah, gimana?

Me: Hmm...aku bingung Zain.

Zain: Bingung gimana? 

Me: Sejujurnya yah, aku sekarang sedang belajar untuk move on. Bener yang kamu bilang, aku memang nggak boleh terus-terusan begini. Aku juga tahu kamu baik ama aku, selalu ada untukku.

Zain: Trus?

Me: Kalau aku terima, kamu nggak marah kalau seandainya aku masih belum bisa melupakan Rian?

Zain: Aku tahu koq, Nik. Melupakan orang yang dicintai itu butuh proses. Aku bisa mengerti itu.

Me: Kamu mau bantu aku biar aku tak ingat Rian lagi?

Zain: Aku akan bantu kamu. Apapun yang kamu inginkan.

Me:  Kamu selama ini baik ama aku Zain, mau berkorban buat aku. Tapi aku tak pernah menganggapmu.

Zain: it's ok. Aku bisa memahaminya. 

Me: Kamu mau ngajak aku keluar besok? 

Zain: Keluar?

Me: Terserah deh, mau ajak aku kemana. 

Zain: Yakin?

Me; kamu mau jawaban iya atau tidak?

Zain: Eh? Jadi jawabannya.

Me: Iya.



Lega rasanya setelah bilang itu ke Zain. Selamat tinggal Rian. Aku akan menjadikanmu momen terindah dalam hidupku. Tapi hidupku masih terus berjalan. Aku tak mau terkurung dalam bayang-bayangmu terus. Aku putuskan aku akan jalan sama Zain. Nggak tahu ke depannya nanti seperti apa.

Aku yakin Zain sekarang sedang gembira melihat jawabanku di BBM-nya. Sebab setelah aku bilang Iya, ia tak membalas lagi. Hihihi. Zain, kalau ingat tampang culunnya pas SMA dulu, aku jadi ketawa sendiri. Sekarang ia banyak berubah. 

#Pov Yuli#

TING TONG! Hah? Ada tamu?

"Sebentar!" kataku. Aku segera keluar dan membuka pintu. Dan aku kaget setengah mati. "FAJRUL?!"

"Lho, Yuli? Kamu tinggal di sini?" katanya. Fajrul. Aku ingat dia. Tentu saja aku ingat.

"Iya, tinggal di sini. Mau apa?" tanyaku sedikit sewot.

"Sabar dong! Aku kemari mau ketemu ama Anik," jawabnya.

"Anik? Kamu kenal Anik?"

"Kenallah, dulu temen SMA, sekarang kuliah di UI, kebetulan nggak tuh?"

"Oh, begitu."

"Siapa Yul?" tanya Anik yang keluar kamarnya pake kerudung.

"Fajrul!" jawabku.

"Oh, suruh masuk aja nggak apa-apa!" kata Anik. Duh Nik, kamu koq bisa kenal ama buaya ini ceritanya bagaimana?

Fajrul pun masuk. Aku langsung menggeret Anik untuk pergi ke kamar. 

"Sebentar ya!?" kataku ke Fajrul.

Anik agak kaget dengan ulahku. Pintu kamar kututup. 

"Eh, lo kenal ama Fajrul?" tanyaku.

"Kenal dong, dia temenku SMA, seniorku dulu," jawab Anik.

"Nik, lo harus jauhin dia!" kataku.

"Kenapa?"

"Udah deh, anak kaya' lo jangan sampai ketemu ama dia! Jangan pernah juga pacaran ama dia."

"Bentar Yul, koq kamu kenal ama dia?"

"Jelas kenal, aku dulu pacaran ama dia."

"Yang bener?"

"Serius ini! Beneran."

"Hmm....trus kalian putus?"

"Iya, tapi Nik. Beneran ini, jangan deket-deket ama dia!"

"Tenang aja Yul, aku cuma deket dia di organisasi. Aku juga nggak minat ama dia koq."

"Ohh...syukurlah, moga aja firasatnya nggak benar."

"Firasat? Firasat apa?"

"Oh, nggak. Nggak ada apa-apa. Tapi beneran lho ya, jangan deket-deket ama dia. Dia itu berbahaya Nik."

"Tapi dia anak UKI lho Yul, masa' nggak bener?"

"Gue saksinya, dia pernah jalan ama gue, ngentot ama gue juga pernah."

"Seriusan?"

Aku mengangguk. 

"Oh, Ok deh. Aku akan jaga jarak ama dia."

"Nah, bagus. Trus dia kemari mau ngapain?"

"Mau ngasih berkas buat kegiatan minggu depan."

"Hmm....oke deh."

"Aku keluar dulu nemuin dia."

Anik kemudian keluar dari kamar. Aku juga. Aku trus awasi si Fajrul ini agar jangan sampai berbuat macam-macam ama Anik. Anik terlalu berharga buat orang munafik seperti Fajrul. Aku tak akan tinggal diam kalau sampai ia menyakiti Anik. Dan aku nggak nyangka firasat Rian bener. Anik dalam bahaya. Gila, gue baru kali ini melihat kekuatan cinta. Orangnya jauh di sana, tapi tahu bakal ada bahaya yang mengancam Anik. Ternyata si Fajrul. Rian, lo ngasih gua tanggung jawab yang gedhe nih. Bisa nggak gue jaga Anik?

****

Malam Minggu aku lihat Zain bertamu lagi ke rumahku. Aku langsung tanya ke Anik di kamarnya. 

"Perasaan ada yang beda deh. Kamu kan nggak pernah pergi malam mingguan. Nik, lo jangan-jangan jadian ama Zain?" tanyaku menyelidik.

Anik mengangguk. 

"Waah...sudah move on nih ceritanya. Selamat deh," kataku.

"Aku sedang belajar Yul, moga aja bisa ya," katanya.

"Bisa, kamu pasti bisa."

"Temenin Zain dulu gih, aku mau dandan!"

"Oke, tuan putri."

Gue segera keluar menemui Zain. 

"Hai Zain, tunggu ya. Anik sedang dandan buat pangerannya," gurauku.

"Ah, Mbak Yuli ini bisa aja," kata Zain dengan malu-malu. 

"Oh iya, aku titip sesuatu ya."

"Apa mbak?"

"Begini.... kan gue nggak selamanya ngawasin Anik. Gue mohon lo awasin Anik ya?! Gue khawatir aja ama dia. Yah, kamukan mobilitasnya tinggi, setiap kegiatan Anik pastinya lo juga tahu."

Zain mengerutkan dahi.

"Zain, setiap kegiatan Anik, gue mohon lo dampingi dia. Ngerti?"

"Oke deh mbak. Aku akan usahakan."

"Makasih. Oh ya, kalian udah jadian kan? Selamat deh."

"Hehehehe...ah mbak bikin malu aku aja," tampak Zain tersipu-sipu.

Tampak Anik keluar dari kamar dengan baju yang rapi. Siap kencan nih ceritanya. 

"Yul, aku tinggal dulu ya?!" kata Anik. 

"Eh, awas lho ya, jangan malem-malem. Ntar dikunci ama ibu kapok lo!"

"Iya iya."

Mereka berdua pamit. Aku hanya bisa melihat mereka pergi begitu saja. Zain, sekarang harapanku satu-satunya buat menjaga Anik hanya di elo. TUNG! Ada BBM Masuk. Aku dapat BBM dari Rian. Ngapain dia BBM aku?

Rian: ping!

Me: Yap. Apa kabar Rian? 

Rian: Baik mbak.

Me: Ada apa ya?

Rian: Mau tanya aja kabar Anik.

Me: Heeeh....lo udah punya istri koq masih tanyain kabar Anik?

Rian: Lho, salah ya? Dia kan juga ipar aku. Lagian Rahma juga kepengen tahu kabarnya.

Me: Yaaa, nggak juga sih. 

Rian: Mbak, jujur ya. Kemarin mimpiku datang lagi. Anik tenggelam dan minta tolong. Anik nggak kenapa-napa kan?

Me: Nggak koq. Dia sehat wal afiat. Dia udah jadian lho sekarang ama cowok.

Rian: Oh ya, syukurlah kalau begitu. Siapa orangnya kalau boleh tahu?

Me: Namanya Zain, temen sekolah dulu katanya.

Rian: Ohh...si Zain itu. Tahu tahu. Dia di Jakarta toh?

Me: Lho, lo kenal?

Rian: Kenal banget mbak. Dulu anaknya culun. Nggak tahu sekarang seperti apa. Kalau Anik jadi jalan Zain sih, ya baguslah. Moga aja Zain bisa melindungi dia.

Me: Rian, gue mau ngasih tahu sesuatu.

Rian: Apaan?

Me: Ehhmm...nggak jadi deh. Ntar aja kapan-kapan.

Rian: Ya udah. Makasih ya mbak.


Nah, kan? Rian ini emang firasatnya kuat ama Anik. Kaya'nya mereka berdua ini sebenarnya harus dipasangkan koq. Duh, kenapa jadi complicated gini ya? Di sisi lain Rian nggak mungkin deketan ama Anik. Dia udah punya bini. Tapi di sisi lain perasaannya ama Anik kuat banget. Apa sebenarnya cinta sejati Rian ini adalah untuk Anik ya? Ini bener-bener sinting. Kenapa gue yang pusing mikirin mereka coba?

0 Response to "Cerita Dewasa Cinta Sayur Asem Episode 23"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel