Cerita Dewasa Si Rambut Merah Episode 14

Pengorbanan

NARASI MOON


"TIDAK! Itu tidak mungkin. Kami pasti bisa mengembalikan memory ini semua ke tubuhmu. Aku janji aku janji!" kataku.

"Tidak Moon, sudah terlambat. Aku terlalu dominan sekarang. Sudah hampir seminggu ini aku menguasai tubuhmu dan kamu tidak bangun. Walaupun aku tidur, tapi kamu tidak bangun. Aku menemuimu sekarang karena Hiro melumpuhkanku. Kamu mengajarinya dengan sangat baik," kata Devita kecil. 

"Aku tidak bisa! Aku tidak tega!" kataku. "Please Dev, pasti ada cara lain. Kita akan rebut S-Formula dan kita akan kembalikan diri kita ke semula."

"Tidak bisa Moon, kamu pun tahu itu. Memory kita telah digabungkan. Yang dominanlah yang menang. Kamu sudah tahu itu dari awal," kata Devita kecil. 

"Lalu apa yang harus aku katakan kepada Faiz? Mereka pasti putus asa harapan kita untuk menyadarkanmu musnah," kataku. "Tidak Dev, pasti ada jalan, pasti ada jalan. Kalau misalnya memang harus berkorban biar aku saja. Makan saja memory-memoryku, hapus saja semua. Aku tak tega. Perasaan cintamu kepada Faiz terlalu besar, bagaimana mungkin nanti Faiz bisa hidup kalau kamu sama sekali tidak ingat tentang dirinya?"

Di sekelilingku ada gambar Hiro. Ini adalah memory-memoryku tentang Hiro. Memoryku sewaktu aku bertemu dengan dia. Mengajari dia untuk jadi seorang lelaki sejati. Mengajari dia cara berdandan. Mengajari dia cara mendekati wanita. Dia...bisa membuatku tersenyum. Dan akulah yang mengajari dia cara berciuman. Aku pun jatuh cinta kepadanya. Tiba-tiba satu per satu gambar itu terbakar.

"Lihatlah Moon, memory-memory tentang Hiro mulai aku kuasai," kata Devita kecil. 

"Tidak,...tidak! Hiro!"

"Kenapa kamu tak mau menembakku? Tenang saja, aku tak akan merasakan sakit," kata Devita.

Ruangan pun kembali menjadi putih lagi. Tak ada apa-apa, seluruh gambar tentang Hiro menghilang semua. Tak tersisa.

"Oh, mungkin karena wujudku? Baiklah, bagaimana kalau begini?" tiba-tiba Devita berubah menjadi dewasa. Dia adalah devita, partnerku. Partner kerjaku selama ini. "Kamu pasti tega bukan?"

"Aku tetap tak bisa!" aku memeluknya. "Devita, aku tak bisa. Aku tak bisa."

"Moon, tembaklah aku. Kamu mencintai Hiro bukan? Inilah satu-satunya jalan sebelum terlambat. Lihatlah!"

Aku melihat ke sekelilingku. Tiba-tiba kami berada di tengah hutan. Hutan itu cukup indah dan sejuk. Di tengah hutan aku melihat sebuah bangunan, pondok tua terbuat dari kayu. Di sekelilingnya ada bunga-bunga yang bermekaran indah. Aku berada di tengah hutan itu. Namun sesuatu terjadi. Dari kaki Devita muncul api. Api itu merambat dengan cepat membakar rerumputan, lalu pohon, kemudian apinya merembet kemana-mana.

Hutan yang hijau itu pun terbakar. Apinya membakar apapun yang ada di sana. Dahan-dahan dan ranting pohon yang terbakar menimbulkan suara retakan yang berirama. Aku melihat jauh ke depan ada sebuah rumah. Rumah yang dikelilingi oleh pepohonan. Namun pepohonan itu lambat laun, sedikit demi sedikit terbakar habis menjadi abu. 

Aku bahkan bisa merasakan panas nyala api yang berkobar. Aku seperti di dalam neraka. Abu dari tanaman-tanaman itu berterbangan. Angin pun makin menambah besar kobaran apinya. 

"Hutan ini adalah memorymu. Seluruh memory ini sedikit demi sedikit terbakar menjadi abu. Akulah yang menyebabkannya. Dan rumah itu adalah hatimu. Kalau sampai rumah itu terbakar, maka akulah yang mengambil alih tubuhmu. Api ini adalah kesadaranku yang membakar seluruh memorymu. Tembaklah aku agar semua api itu padam dan memorymu bisa kembali."


Aku menangis, tanganku gemetar. Aku tak bisa, aku tak bisa.

"Dev, maafkan aku!" kataku. "Tapi aku tak bisa."

Api mulai merayap menuju ke rumah itu. Di rumah itu, aku melihat sesuatu. Aku melihat Hiro. Dia berdiri di sana. Dia melambaikan tangannya kepadaku. Tidaaakk...kenapa harus ada pilihan sesulit ini???

Aku tersentuh dengan perasaan Devita kepada Faiz. Ia sangat, sangat mencintainya. Kalau aku menghilangkan kepribadiannya, artinya....perjuangan kami sia-sia belaka. Devita akan hilang ingatan bahkan ia tak akan ingat apapun tentang kehidupannya. S-Formula, kita harus dapatkan S-Formula itu, tapi ini...dengan cara ini kita tak mungkin bisa mengembalikan Devita. Kenapa ini harus terjadi? Kasihan Faiz, kasihan dia. Dia pasti sangat tersiksa. Dia pasti akan sangat tersiksa. Akulah yang akan membunuh Devita. Membunuh kepribadiannya. Menghilangkan seluruh memorynya di dalam otakku. 

Dengan gemetar aku menarik pelatukku, tapi rasanya beraat sekali. Aku mudah menarik pelatuk, aku bisa menghabisi musuh-musuhku dengan mudah. Tapi ini??? Aku sendiri tak sanggup. Devita memejamkan matanya. Ia pasrah, ia sudah pasrah. Ia ingin agar aku memuntahkan peluru ini. Aku melihat api mulai mendekati rumah. Sebentar lagi rumah di tengah hutan itu akan habis terbakar api. Ada Hiro di sana. 

"Selamat tinggal Devita. Aku tak akan menyia-nyiakan pengorbananmu," kataku.

"Makasih atas semuanya Moon. Akulah yang seharusnya minta maaf. Sampaikan ke Faiz, aku sangaaat mencintainya dan katakan kepadanya bahwa dia harus merelakan kepergianku untuk selamanya," katanya.

Aku pun menjerit sekeras-kerasnya sambil kutarik pelatuknya, "AAAAAAhhhhhhhhhhhhhhhh!"

DOR!

Tiba-tiba tubuh Devita menjadi kaca yang pecah, kemudian terburai menjadi abu lalu seperti tertiup angin. Seketika itu seluruh api padam. Tiba-tiba hujan turun. Seluruh api yang masih menyal padam dan menyisakan asap. Tiba-tiba hutan itu tumbuh lagi menjadi hijau. Setiap yang kuinjak kembali lagi. Yang jadi abu kembali lagi tumbuh. Aku langsung berlari menuju ke rumah itu. Aku ingin bertemu Hiro. Aku ingin memeluknya. Ia tersenyum kepadaku. Aku pun menggapai tangannya.

Tiba-tiba, aku tersentak. Semuanya berubah. Mataku terbuka. Kuterbangun dari ketidak sadaranku. Aku mendongak. Kudapati tiga orang ada di depanku. Hiro, Faiz dan Dr. Hughes. 

"Moon?" tanya Hiro. 

Aku tiba-tiba menangis. Aku langsung memeluknya. Hiro mendekapku. 

"Syukurlah, semuanya baik-baik saja," kata Dr. Hughes.

"Kenapa ini semua bisa terjadi? Kenapaa?" kataku. 

Kulihat Faiz wajahnya murung. Ia sangat bersedih. Dari sorot matanya aku bisa menilai itu semua. Sorot mata kesedihan yang mendalam.

"Aku bicara dengan Devita sebelum ia menghilang dari diriku," kataku.

Faiz menoleh ke arahku. 

"Dia sangat mencintaimu dan ingin agar engkau merelakan dia," kataku. Aku tak mampu membendung air mataku. "Aku lihat semuanya, memory kalian. Aku pun merasakan kesedihannya. Dia sangat mencintaimu."

Faiz mengusap air matanya. "Aku tahu itu, aku tahu." Dia pun kemudian berjalan menuju ke kamarnya menemui tubuh Devita yang koma. Untuk sementara ini, aku ingin dipeluk oleh Hiro. Karena aku sangat kangen dengan pelukan ini. 

*** 

Besoknya tak ada lagi kesadaran Devita. Aku bisa tidur nyenyak dan bangun dengan tubuh dalam keadaan vit. Kulihat Hiro ada di sebelahku. Dia tertidur di sana dengan tubuhnya duduk di kursi. Dia menggenggam tanganku. Jadi...dari tadi malam dia menjagaiku. Ohh...soo...sweeett..Aku pun tidur miring menghadapnya sekarang. Aku tak bosan-bosan menatap wajahnya. 

TOK! TOK! TOK! pintu kamar diketuk. Masuklah Ibunya Faiz.

"Lho, Hiro?! Masih tidur?" katanya. Aku mengangguk. "Bangunin, dia harus sekolah. Udah jam berapa ini?"

Aku lalu menggoyang-goyang tubuhnya. "Hiro?! Hiro?!"

Hiro membuka matanya dan terkejut saat melihat Ibunya Faiz ada di pintu kamar. 

"Bunda Putri, eh? Pagi Moon," sapanya.

"Pagi," jawabku. 

"Ayo sekolah! Udah mau jam enam nih!" kata Ibunya Faiz.

"Aaaargghh! Oke deh. Moon? Kamu nggak sekolah?" tanyanya. 

"Emang butuh?" tanyaku.

"Ayolah, ikut yah? Hari ini aku mau ngumumin ke semua orang, kamu itu adalah pacarku. Biar aku nggak digodain lagi ama mereka," kata Hiro.

Aku pun ikut beranjak. Ibunya Faiz menggeleng-geleng. "Tapi mandinya jangan barengan yah?!"

"Yah, bunda Putri, emangnya apaan?" kata Hiro.

Aku tertawa geli.

NARASI FAIZ jr.

Personality Devita di tubuh Moon telah hilang total. Dr. Hughes memastikannya. Apakah aku akan kehilangan Devita untuk selama-lamanya? Dia tidak akan ingat aku lagi kalau sampai ia terbangun dari koma. Dia tidak akan ingat lagi bahwa aku pernah mencintainya. Dia juga tak akan ingat bahwa dia pernah mencintaiku. Dede.....

Aku mengusap-usap rambutnya. Susan berada di kamar itu sambil terus melihatku.

"Mas Faiz cinta banget ya ama dia?" tanyanya.

"Iya, aku sangat mencintai dia," jawabku.

"Aku jadi iri ama dia, bisa punya cowok seperti mas. Hampir tiap hari selalu menemaninya," kata Susan. 

Pasti ada cara untuk bisa menyelematkan Devita. Aku akan rebut S-Formula itu. Barangkali ada yang bisa aku lakukan dengannya. Barangkali ingatan Devita bisa dipulihkan lagi. Apalagi aku sekarang punya Hyper Suit. Devita. Pengorbananmu tak akan aku sia-siakan. Menyelamatkanmu sama dengan menyelamatkan dunia. 

Save the girl save the world. 

Ponselku berdering, dari ayah. Aku pun mengangkatnya, "Ayah?"

"Faiz, ada kabar gembira. Ayah sudah bertemu dengan Dr. Edward," kata ayah.

"Oh ya, trus?" 

"Cukup melelahkan sebenarnya. Ayah dipingpong kesana-kemari. Tapi akhirnya bisa terlacak juga. Orangnya masih hidup. Cuma ada problem. Dia ada di Supermax," kata ayah.

"Apa itu supermax?"

"Penjara ADX (Administrative Maximum Facility). Disebut supermax karena penjara ini adalah penjara dengan sekuriti tingkat tinggi. Ini adalah penjara Federal. Dia ada di sana karena secara tak sengaja membunuh orang. Kebetulan, dengan kedudukanku aku bisa menjenguknya. Tapi tak mudah. Aku hanya bisa memastikan dia Dr. Edward. Sekarang pertanyaannya adalah bagaimana cara kita mengeluarkan Dr. Edward. Uang tak bisa digunakan di sana," ujar ayahku. 

"Aku tahu jawabannya ayah, serahkan kepadaku," kataku.

"Kamu? Pakai apa?" 

"Ayah tak perlu tahu, mungkin nanti Jung Ji Moon akan membantu," jawabku. 

"Baiklah kalau begitu, asal jangan bertindak bodoh," kata ayahku.

Aku langsung menutup teleponnya dan menghubungi Profesor Andy. Profesor Andy langsung menerimaku.

"Yap?" sapanya. 

"Bagaimana prof bajunya? Sudah beres?" tanyaku.

"Aku baru saja ingin menghubungimu. Sudah siap. Kamu bisa mengambilnya hari ini," jawabnya. 

"Aku segera ke sana," kataku. Lalu kututup teleponnya. "Susan, aku harus pergi. Jaga Devita ya?"

"Sudah pasti mas bro!" katanya. 

Aku pun pergi ke tempat Profesor Andy.

0 Response to "Cerita Dewasa Si Rambut Merah Episode 14"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel