Cerita Dewasa Si Rambut Merah Episode 15

This is My Girl

NARASI HIRO


Aku dan Moon berangkat ke sekolah bersama-sama. Bedanya adalah kali ini aku naik mobil dan aku yang nyetir. Sebenarnya bukan mobilku sih, aku pinjam mobil dari Bunda Putri. Belum punya SIM padahal, alaah cuek. Bukannya nggak mau pakai sepeda lagi. Aku sesekali ingin menikmati naik mobil bersama Moon. Di sepanjang jalan aku menggenggam tangannya, seakan-akan tak mau melepaskan dirinya. Moon pun demikian. Dia tak ingin melepaskanku begitu saja. 

Setelah bergulat dengan kemacetan yang luar biadab. Kami sudah sampai di sekolah. Ketika aku masuk ke sekolah dengan mobil semua murid langsung tertuju kepadaku. Terlebih aku dan Moon keluar dari mobil yang sama. Dengan langkah mantab aku pun berjalan menuju ke kelasku.

"Sebenarnya aku tak perlu bukan masuk ke sekolah," bisik Moon. 

"Sekali ini aja deh, aku tahu koq kamu sudah pernah sekolah SMA. Mengulang masa-masa sekolah kan juga tidak salah," kataku. 

"Yeah, you're right," kata Moon. 

Tentu saja sikapku yang menggandeng Moon sampai masuk kelas membuat cemburu orang-orang. Di depan kelas aku berpapasan dengan Joshua. Dia tampak baru saja datang dengan Niken.

"Halo bro?" sapanya. 

"Hai, bro!" balasku. Kamu melakukan tos dengan kepalan tangan. 

"Hai, Jung Ji Moon?!" sapa Joshua.

"Hai," balas Moon.

"Lama banget kamu nggak nongol Moon, kemana aja?" tanya Niken.

"Kencan ama Hiro," jawabnya singkat.

Aku menoleh ke arahnya. 

"Adududuh, kencan sampe tiga minggu," Joshua ngakak. 

"Masalah buat lo," kataku.

"Ya udah deh, kudo'akan hubungan kalian langgeng sampai kakek nenek," kata Joshua. "Jadi sudah resmi nih pacarannya?"

"Yep, she is my girlfriend," kataku.

KRIIIINNGGGG! Suara bel masuk. Kami pun masuk ke kelas masing-masing. 

Aku bahagia sekali hari itu. Bisa sekolah ditemani oleh Moon. Aku masih ingat bagaimana ia dulu mengajakku jalan-jalan, pokoknya having fun seharian dan diakhiri dengan bercinta. Ingin rasanya kembali mengulangi masa-masa itu. Kejadian itu tepat sebelum memory Devita dimasukkan ke otaknya oleh Suni. 

Jam istirahat tiba. Semua murid memanfaatkan waktu mereka. Ada yang ke perpustakaan, ada yang ke kantin. Aku dan Moon? Ada di ruang senam. Iya, di ruang senam. Lebih dalam lagi, di tempat gudangnya ruang senam. Di sana ada tumpukan bola-bola, matras dan berbagai peralatan olahraga lainnya. Aku memilih tempat ini untuk....ehmm....

Akulah yang mengajak Moon. Begitu masuk ruangan ini aku segera menciumnya. Gila apa di sekolahan ML, ketahuan bisa berabe. Tapi aku tak peduli. This is my Girl. And she is right in front of me. Kami berciuman, french kiss. Lidah kami saling menjilat, saling menghisap. 

"Hiroo...nanti ketahuan gimana?" tanyanya.

"Kamu suka tantangan bukan? bagaimana kalau tantangannya seperti ini?" tanyaku.

"Hhhmmhh...smoochh...mhhmm... tapi kalau ketahuan kamu bisa diskors," jawabnya sambil sesekali kuciumi. 

"Ayolah Moon, aku kangen sama kamu," kataku. 

"Aku juga, cepetan yuk," katanya. 

Moon berpegangan kepada sebuah tatakan balok senam. Ia menaikkan roknya, dan menurunkan G-Stringnya. Aku menurunkan celanaku dan langsunglah pusakaku sudah tegang. Aku benar-benar horni sejak tadi. Mungkin karena rasa cinta kami sudah saling klik. Benar kata orang, bercinta dengan orang yang dicintai itu rasanya selangit dan yang pasti kepengen gituuuu melulu. Pionku sudah kucolok-colok di lubang memeknya. 

"Hiro....," desan Moon. Ia melirikku dengan pandangan sayu.

Aku segera mendorong pantatku ke depan. BLESSS! Luar biasa. Aku memasuki lubang memeknya lagi. Ouuwwwhh....lagi-lagi lubang itu meremas-remasku. Aku diamkan menikmati sensasi remasan-remasan dari kemaluan Moon. Moon memejamkan mata, dia sedang merasakan kerasnya batangku di dalam kemaluannya. Aku pun mulai memajumundurkan pinggangku. Pantat Moon berasa sangat menggiurkan dari belakang sini. Putih dan kalau dicubit membekas kemerahan. Aku pun meremas-remasnya.

"OOohhh...Hiro...hhhmmhh," desahnya. 

"Eh...benarkah? Tapi sejak kapan ya mereka jadian???" terdengar suara ribut-ribut. Ternyata murid-murid yang baru olahraga telah selesai. Dan ruangan tempat aku bercinta dengan Moon ini bersebelahan dengan ruang ganti cewek. Aku tetap menggenjot Moon dan Moon menyumpal mulutnya agar tak bersuara. 

"Hiro hari ini gandengan tangan ama Jung Ji Moon, aduuuhh...patah hatiku," kicau salah satu cewek. 

"Tapi kenapa Hiro yang macho itu jadian ama Moon? Aku tak rela. Apa cewek lokal nggak ada yang menarik sampai-sampai milih orang Korea?"

"Iyalah, kamu ama dia ya jauh cakepnya."

"Ngomong-ngomong Hiro nolak cintanya Yunita lho, gosip gosip...lu tahu kan?"

"Wah, jadi gimana itu koq bisa nolak?"

"Katanya Hiro sudah suka lamaaaa banget ama Yunita, tapi si Yunitanya cuek-cuek aja nggak ngelihat sinyal-sinyal Hiro. Akhirnya Hiro jalan kan sama si Korea itu, ehh...Yunitanya malah baru suka ama Hiro. Terlambat kan? Akhirnya ditolak tuh. Dulu aku lihat dia dari atap sekolah sambil nangis. Ada Hiro juga di sana. Kayaknya barusan ditolak gitu cintanya."

"Kasihan ya si Yunita. Tapi ya gitu juga sih, dia jual mahal."

"Ya nggak bisa disalahin juga dong, Hironya juga penakut."

"Tapi kan sekarang tidak, badannya bo' keker. Udah kaya, badannya atletis, dan dia pinter juga kan? Trus milih Moon, ya sudah sewajarnya sih."

"Aku dikasih adiknya aja deh nggak apa-apa."

"Maksudmu Joshua? Dia kan udah punya gandengan ama Niken."

"Yaaahhh..."

Aku tak mempedulikan percakapan mereka, konsentrasiku adalah pada kegiatanku dengan Moon. Aku makin lama makin mempercepat goyanganku. Moon mulai memeluk balok senam itu sambil menyumpal mulutnya. Ia menegang, mengejang. Ia orgasme sepertinya sambil menjerit tertahan. Aku pun sudah mau keluar. Aku lalu menyembur ke dalam memeknya. UUuuggghhh....Nikmat banget. Mau hamil kek, nggak masalah. Aku akan tanggung jawab koq. Lagian aku cinta mati ama gadis ini. Setelah gelombang orgasme reda aku mencabut batangku. Lalu kubenahi bajuku. Kami berciuman hot sebelum keluar dari ruang senam ini. 

"Makasih Moon," bisikku. 

"Untukmu apa saja Hiro," katanya. 

Ponselku berbunyi. Dari Mas Faiz, aku angkat.

"Bro, ada kabar dari ayah. Dr. Edward ketemu," kata Mas Faiz. "Kalau nanti sudah sekolah, segera pulang ya! Aku ceritakan nanti detailnya."

"OK Mas," jawabku. Setelah itu Mas Faiz menutup teleponnya. 

"Ada apa?" tanya Moon.

"Dr. Edward ketemu," jawabku.

"Oh ya? Bagus kalau begitu," kata Moon.

"Semoga Devita bisa tertolong," kataku.

Ketika kami kembali ke kelas, di jalan kami bertemu dengan Yunita. Yunita menatap kami berdua. Melihatku bergandengan tangan ia sepertinya menyembunyikan sakit hatinya dengan senyuman. Aku tahu hatinya sakit melihat kami. Tapi apa yang bisa aku lakukan? Ini adalah pilihanku.

"Hai Hiro, Hai Moon," sapanya.

"Hai," jawabku.

"Selamat ya, kalian sudah jadian," katanya. "Rasanya aku tak bakal bisa bersaing lagi. Kalau boleh...aku ingin berikan ini ke kamu Hiro."

Aku melihat Yunita mengulurkan kepadaku sebuah gelang dari manik-manik warna-warni yang sepertinya ia buat sendiri. Ada namaku di sana. Aku menerimanya. 

"Sebenarnya aku sudah lama ingin berikan ini kepadamu. Nggak apa-apa kan Moon?" tanya Yunita sambil melihat ke arah Moon. Moon mengangguk. "Kau lebih dewasa, kamu juga lebih cantik. Semoga kalian bisa bahagia sampai kakek nenek ya. Baiklah, sampai jumpa."

Yunita kemudian pergi sambil menundukkan wajahnya. 

"Kamu nggak bilang sesuatu?" tanya Moon.

"Bilang apa?" tanyaku balik.

"Anything. She must be broken heart right now," kata Moon.

"Aku tahu. Tapi apakah aku bisa menenangkan dia dengan diriku yang sekarang ini? Satu-satunya yang bisa mengobatinya hanyalah dengan aku mencintai dirinya. Dan itu tak mungkin aku lakukan," kataku.

Moon melihat gelang yang ada di tanganku itu. Dia tampaknya tertarik dan melihatnya. Diamatinya tulisan namaku di gelang itu. 

"Sepertinya cintanya sangat mendalam kepadamu. Semoga dia mendapatkan lelaki yang baik," kata Moon. 


***

Pulang sekolah aku langsung segera pulang, nggak mampir-mampir dulu. Dan aku sudah disambut oleh ayahku dan Mas Faiz. Mereka berdua sepertinya baru saja terlibat pembicaraan serius. Melihat diriku datang dengan Moon. Suasana langsung hening.

"Ada apa?" tanyaku.

"Moon, aku ingin memberitahukan kepadamu tempat di mana Dr. Edward sekarang," kata ayah.

"Where is it?" tanya Jung Ji Moon.

"Di supermax ADX, Penjara Federal," jawab ayah.

"That's worst," kata Jung Ji Moon. 

"Aku sudah menemuinya, dia didakwa membunuh dengan pembunuhan tingkat satu. Dimasukkan ke dalam sel khusus. Tidak ada yang bisa sembarangan menjenguk dia. Terpisah dengan narapidanya lain. Terkurung di dalam pintu baja lapis lima. Sepertinya hal itu sengaja dilakukan oleh seseorang," kata ayah. 

"Genesis," gumam Moon.

"Tapi untunglah aku bisa menjenguknya, walaupun sangat alot. Dia sangat bersyukur ketika melihatku menemuinya. Dia berkata, 'Pasti ini tentang S-Formula bukan?' aku pun menjawab, 'Iya, ini tentang S-Formula.'. Kemudian aku ceritakan semuanya yang terjadi. Dia tampaknya menyesal sekali. Dia berkata, 'Seharusnya aku sudah musnahkan S-Formula itu. Sebentar lagi pasti terjadi sesuatu yang besar. S-Formula itu hanya permulaan, setelah itu mereka akan menculik para pemimpin negara di dunia dan otaknya dikosongkan. Lalu mereka akan menguasai dunia dengan cara itu. Aku tak bisa keluar dari sini. Seandainya mereka tak memfitnahku telah membunuh seseorang, aku pasti bisa menolong kalian.' Begitu ceritanya," sambung ayah.

"Kita butuh bantuan. Dan saya ingin Anda menjenguknya lagi kalau bisa," ujar Moon. "Sebentar!"

Moon tiba-tiba berlari menuju kamarku. Eh, kenapa? Tak berapa lama kemudian dia kembali lagi. Dia mengambil action figured Minions kecil dari kamarku. Aku agak bingung apa maksudnya mengambil action figured itu.

"Anda bisa berikan ini ke Dr. Edward? Tenang aja, mereka tak akan mendeteksi apa yang ada di dalamnya," kata Moon. 

Ayah menerima Minions kecil itu sambil mengerutkan dahi. "Ok, trus?"

"Saatnya menghubungi rekan lama," kata Moon. Dia mengambil ponselnya. Menekan beberapa nomor lalu menelpon seseorang. "An Li?! I need your help."

Kemudian Moon berbicara dengan bahasa Korea. Aku tak mengerti apa yang dibicarakan. Dia kemudian menutup ponselnya. 

"Baiklah, saya berterima kasih banyak kepada kalian," kata Moon sambil membungkukkan badan. Semua rambut merahnya menutupi kepalanya. Aku jatuh cinta kepada rambutnya itu. 

"Sudah, sudah, tak perlu begitu Moon. It's OK," kata ayah. 

Moon bangkit dan tersenyum. Senyumnya sangat manis. Aku lalu berdiri di sebelah Moon. 

"Ayah, aku ingin bisa dengan Moon dalam misi ini," kataku. 

"Apa? Hiro, kamu masih 17 tahun. Ini bukan mainan," kata ayahku yang agaknya terkejut.

"Aku tahu. Aku ingin bersama Moon hingga ini semua berakhir. Aku tahu kemampuanku tak bisa disamakan dengan Moon yang sudah profesional. Paling tidak aku ingin melihat dia dari dekat," kataku.

"Hiro jangan!" kata Moon. "Belum saatnya."

"Maksudnya?" 

"Kamu belum cakap untuk yang satu ini," kata Moon. 

"Kalau menurutku biarkan saja Hiro ikut," kata Mas Faiz.

"Junior?! Kamu tahu apa yang kamu bicarakan?" tanya ayahku.

"Aku tahu ayah, dan jangan khawatir. Aku akan menjaga Hiro nantinya. Toh dia juga adikku," kata Mas Faiz. "Aku ingin memperlihatkan sesuatu kepada kalian semua."

Kami semua menoleh kepada Mas Faiz. Di meja ada sebuah koper kecil. Mas Faiz membukanya. Ada empat gelang dan sebuah belt. Kami bertanya-tanya apa itu. Mas Faiz memasang keempat gelang di masing-masing tangan dan kakinya. Kemudian dia pasang beltnya. Dia menekan tombol di tengah belt tersebut. Sebuah suara terdengar. 

"Scanning DNA!" terdengar seperti suara komputer. "DNA Approved!"

Mas Faiz kemudian menekan tiga buah tombol di tengah beltnya. Dan aku tak percaya terhadap apa yang aku lihat. Dari gelang dan beltnya tiba-tiba ada sesuau yang merayap. Mas Faiz mulai ditutupi oleh sesuatu berwarna hitam, bukan,...abu-abu. Tidak, warnanya lebih gelap tapi tidak terlalu hitam. Dan kemudian semua tubuhnya tertutup, kecuali kepalanya. Itu...sebuah suit! What the hell??

"Mas Faiz?! WOW!?" seruku. "KEREEEEEEENNN! Ada lagi buatku?"

"In your dreams!" kata Mas Faiz. Aku langsung cemberut.

"Apa yang kamu pakai ini?" tanya ayah.

"Ini adalah Hyper Suit. Aku bisa menjadi manusia super dengan baju ini. Ayah tak perlu khawatir," ujar Mas Faiz. 

"Bagaimana kamu mendapatkannya?" tanya ayah. "Ini bukan baju yang sembarangan dijual di Tanah Abang."

"Betul, aku membelinya dengan seluruh sahamku yang ada di M-Tech yang ayah berikan kepadaku," jawab Mas Faiz.

"Apa???! Kau gila Junior," kata ayah. "Itu saham bukan sembarangan kamu buang begitu saja. Kamu sama saja menjual seperempat dari M-Tech."

"Aku tahu. Tapi ini darurat. Ini demi keselamatan dunia. Kuharap ayah mengerti," kata Mas Faiz.

Ayah menghela nafas panjang. "Damn it! Baiklah, lakukan apapun yang kalian ingin lakukan. Moon, aku ingin kau menjaga Hiro. Kau juga Junior!"

"Makasih ayah!" kataku.

"Dasar, generasi benar-benar telah berubah," kata ayah. "Hati-hati kalau begitu. Jangan sampai aku membaca surat kabar anak orang terkaya di negeri ini tewas di negeri orang."

Prison Break

"An LIIII!" Moon langsung melompat memeluk rekan senegaranya itu. An Li ini orangnya kecil, sedikit gemuk, rambutnya keriting memakai kacamata.

"Moon, Moon! Enough!" kata An Li yang ditarik-tarik oleh Moon. "What's wrong with you?"

"I missed you!" kata Moon.

"Yeah me too, so kiss me maybe?" kata An Li. Dia langsung ditonjok oleh Moon. "AAAAARGGGHH! What was that for?"

"Don't do it in front of my boyfriend," kata Moon.

"Which one?" An Li menoleh ke arah aku dan Mas Faiz.

Moon langsung mendatangiku dan memelukku. Dia lalu mencium pipiku. "Please interduce, he is Hiro and his brother Faiz. They're son of Faiz Hendrajaya. The richest man in this country, who build M-Tech Mobile Industries."

"Glad to met you, I'm An Li," kata An Li sambil membungkuk, lalu menyalamiku dan Mas Faiz.

"Glad to met you too," jawabku. 

"Where is my team?" tanya Moon. 

Dari luar rumah masuklah, satu, dua, tiga, lima orang. Mereka memakai baju hitam. Mereka juga sudah membawa beberapa koper dan tas ransel. 

"Hello Moon," kata salah satu dari mereka. Kemudian Moon berbicara lagi dengan bahasa Korea yang aku tak mengerti. 

Moon lalu menjelaskan, "Mereka adalah agen-agen terbaik dari NIS. Dan mereka sangat dendam kepada Sunni. Kita akan menyelesaikan misi kita bersama mereka."

Setelah itu mereka berbincang-bincang dengan bahasa korea. Karena aku tak begitu mengerti pembicaraan mereka. Maka aku habiskan hari itu untuk berlatih saja. Hari ini, aku mencoba gerakan baru dan mencoba powerku. 

****

NARASI FAIZ Jr.

Ini misi Prisson Break. Itulah kode misi kita. Yang kita lakukan adalah menaruh Weaves Geometric Survilance ke dalam penjara. Caranya dengan ayah mengunjungi Dr. Edward lagi. Hari itu aku menemani ayah untuk masuk ke penjara federal. Pengamanannya berlapis. Dari pintu luar kami sudah discan. Aku melihat semua keadaan di dalam. Dari atap para penjaga pasti sudah siap menembak siapapun narapidana yang ingin keluar dari penjara ini. 

Di luar ini juga dikelilingi pagar listrik. Membuat makin sulit untuk seorang narapidana lolos dari dalam penjara. Setelah itu kami masuk, pada lapis kedua. Para penjaga membuka pintunya. Aku melihat masih ada beberapa lapis lagi, tapi kami para pembesuk hanya sampai pada lapis ini. Kami berada di ruang tunggu bersama ayahku. Memang benar kata ayah, kedudukan ayah diperhatikan di dalam penjara ini. Para penjaga pun sampai menaruh hormat. 

Mungkin tak ada yang curiga kenapa ayah membesuk Dr. Edward karena memang mereka dulu pernah bekerja sama. Nampaknya orang-orang FBI juga tak curiga, walaupun mereka tahu ayah sudah dua kali ke tempat ini. Entah bagaimana cara ayah sampai berhasil menemukan Dr. Edward. Aku mendengar suara bel sekali. Lalu dua kali. Sepertinya suara bel itu adalah suara pintu dibuka. Pintunya kemungkinan dikendalikan di ruang sekuriti. 

Dan wajah Dr. Edward pun muncul dengan borgol di tangan dan kaki. Sipir melepaskannya di ruang besok. Kami terpisah oleh kaca anti peluru. Melihat kami Dr. Edward sedikit heran. Dia pun mengambil gagang telepon yang terhubung dengan kami. Ayah kemudian bicara.

"Good Afternoon Dr. Edward," sapa ayah. 

"Good AFternood, Mr. Hendrajaya. Why do you visit me again? What's the matter?" tanya Dr. Edward.

"Pakai bahasa Indonesia saja," kata ayah. Ayah lalu memberikan gagang teleponnya kepadaku.

"Hello Dr. Edward," sapaku.

"Junior? Kamu sudah sebesar ini?" 

"Ya, apa kabar Doc?" tanyaku.

"Seperti kamu lihat, setiap hari ya seperti ini. Tak ada yang membesukku," kata Dr. Edward. 

"Saya punya rencana besar hari ini."

"Rencana apa?"

"Anda sudah tahu tentang S-Formula bukan?"

"Iya."

"Apa ada cara untuk menolong Devita?"

Dr. Edward menggeleng.

"Bullshit, pasti ada cara untuk menolong mengembalikan memory-memorynya."

"S-Formula sebenarnya bisa didapatkan lagi dengan data backup yang dimiliki M-Tech, tapi bukan itu masalahnya. Aku bisa saja membuat S-Formula yang baru, aku tahu semua source codenya. Permasalahannya bukan aku tahu atau bisa membuat lagi atau tidak. Permasalahannya adalah memory yang sudah dipindahkan tak bisa dipindah lagi ke tempatnya semula. Hal itu karena ketika memory-memory itu digabungkan ke dalam otak, terjadi merging. Penyatuan inilah yang membuat seseorang akan punya banyak kepribadian. Akibatnya yang dominanlah yang menang. Sedangkan pemilik memory awal dia akan seperti bayi yang baru lahir. Tak ada memory," jelas Dr. Edward. 

"Apa tak ada cara? Apakah cara kerjanya sama dengan memindahkan data dari satu komputer ke komputer yang lain?" 

Dr. Edward tertawa, "Memang sebenarnya semudah itu, jadi algoritmanya merekam seluruh bentuk dari otak yang ingin dipindahkan. Seperti merekam seluruh posisi di mana memory-memory itu berada di bagian otak. Kemudian dipindahkan ke tempat otak tujuan, seperti mengirim data. Otak diibaratkan seperti Hard Disk. Kemudian otak yang sebelumnya dihapus dengan dimatikan seluruh titik-titik memorynya. Yah, semudah itu. Hanya saja, aku tidak membuat S-Formula bisa untuk copy. Hanya remove."

"Jadi, kalau ada alat yang pernah bisa memindahkan memory itu maka..."

"Iya, maka kita bisa merekam seluruh memory yang pernah dipin...," Dr. Edward terbelalak. Ia menatap mataku. "Apa...Apakah ada alatnya?"

"M-Tech portable. Sang pemimpin Genesis menggunakan alat itu untuk melakukan pemindahan memory dari Devita ke Moon," kataku.

"AAAHH...itu dia! Pantas, pantas saja, mengapa mereka ngotot agar data itu disimpan di M-Tech building, jadi karena itu. Benar, benar, aku bisa, kalau seperti itu aku bisa mengembalikan memory-nya!" seru Dr. Edward. "Berarti aku cuma butuh M-Tech Portable milik mereka yang pernah dipakai untuk memindahkan memory."

"Untuk itu, sepertinya ada. Ketika Moon menembak Suni, alat itu terjatuh, iya bukan ayah? Apa ayah menyimpannya?" tanyaku ke ayahku. Ayah mengangguk.

"Tapi, kalau memang demikian bagaimana caraku keluar dari sini? Apa ada pengacara yang bisa membuatku keluar dari tempat ini?" tanya Dr. Edward.

"Terlalu lama kalau kita harus berurusan dengan pengadilan. Dunia sedang dalam bahaya. Kalau kata Anda bahwa mereka akan mengambil memory para pemimpin dunia, maka hanya ada satu kesempatan untuk itu," kataku.

"Apa? Satu kesempatan di mana?"

"KTT G-20, di mana seluruh pemimpin negara-negara besar akan bertemu. Itulah saat yang tepat bagi mereka untuk melakukan aksinya," ujarku.

"KAU BENAR! That's why. Kapan KTT itu akan diselenggarakan?"

"Kurang lebih sekitar seminggu lagi," kataku.

"That's worst."

"Baiklah Doc, rencananya begini. Jam 12 malam nanti, jangan tidur di tengah tempat tidur. Tidurlah merapat ke tembok," kataku.

"Kenapa?"

"Lakukan saja!"

"Jangan-jangan kamu...kalian...??" Dr. Edward menatap aku dan ayahku dengan wajah gemetar.

"Tenang aja, kami akan urus semuanya. Dan Doc, kami ada hadiah untukmu. Aku titipkan kepada sipir nanti. Gengam erat hadiahku itu," kataku sambil mengedipkan mata.

Dr. Edward pun tampak gembira. Matanya sampai berkaca-kaca. 

Kami kemudian pergi. Sebelum pergi aku memberikan ke sipir action figure Minions. Aku beri alasan itu dari anak Dr. Edward, dan agar diberikan ke dokter Edward. Sang sipir menerimanya dan memberikannya ke Dr. Edward tanpa curiga. Padahal alat itu berisi Weaves Geometric Devices. Alat yang akan mengirimkan gambaran visual kepada kita nantinya tentang apa yang ada di sekeliling Dr.Edward. Dr. Edward mengatakan terima kasih. 

***

Malam itu kami bergerak. Aku sudah bersiap dalam radius 1 km dari depan bangunan penjara federal itu. Kelima teman Moon sudah bersiap untuk membidik para penjaga menara. Moon? Dia sedang bergelantungan di atas pesawat pribadi ayah. Dia akan terjun dari atas. Hiro? Dia adalah kartu as kami nanti. 

An Li mengecek komunikasi, "Everybody check?"

"I'm sick in here," ujar salah satu dari temannya Moon. 

"I'm good," ujar yang lain.

"Me too."

"So tell me guys, how do you feel right now? To break maximum security prison?"

"Sky Angel ready," itu suara Moon.

"I'm hungry," suara Hiro. 

"Black guy is ready here," kataku.

"OK, we have a visual from WGD. All is set! OK, move!" seru An Li.

Yang pertama dilakukan adalah Moon akan turun dengan parasutnya. Pesawat yang ditumpanginya kulihat dari bawah melintas di atas kami. Kemungkinan ada pada ketinggian 30.000 kaki. Karena malam itu gelap, tak ada yang bakal tahu kalau dia akan turun dengan parasut.

"Angel down!" kata Moon di codec.

"Black Guy move," kataku. 

Aku kemudian menekan tombol segi enam di belt-ku. 

"Scanning DNA! DNA approved!"

Aku kemudian menekan angka untuk mengaktifkan armornya. Dalam sekejap robot-robot kecil itu membentuk bajuku. Sekarang aku sudah terbungkus oleh Hyper Suit. Lalu kuaktifkan penutup wajahku. Dalam sekejap tubuhku sudah terbungkus semuanya. 

"Prof, kau bisa dengar aku?" tanyaku.

"Sangat jelas anak muda, bagaimana rasanya?" tanya Profesor Andy di alat komunikasiku.

"Aku berasa ringan. Terima kasih prof, aku akan gunakan baju ini untuk menyelamatkan dunia," kataku. 

Dengan cepat aku sudah berlari saja. Aku bisa merasakan otot-ototku dibantu untuk bisa menggerakkan seluruh tubuhku lebih ringan. Kecepatan lariku sekarang 10 kali lebih cepat daripada biasanya. Tidak, bahkan lebih cepat. 

"Here we goes, the flash is comming!" kata An Li. "Everybody stand by!"

"On my mark!" kataku. 

Untuk soal hancur-menghancurkan, aku sangat suka sekali. Begitu para penjaga mengetahui ada makhluk alien aneh dengan kecepatan tinggi akan menabrak gerbang mereka yang punya ketebalan baja 5 cm, mereka langsung menembakku. Rentetan peluru aku terjang. Alarm pun berbunyi. Seluruh lampu sorot menyorot ke arahku. Aku pun mengerem lariku bersiap untuk menghantam pintu bajanya. BLAM!

Energi 10 kali tenaga gajahku menghajar gerbang baja itu hingga kedua bagiannya terpental ke dalam penjara. OK, hari ini aku benar-benar melakukan Prison Break. Prang! Prang! Prang! Prang! Empat lampu sorot hancur oleh sniper. Aku terus masuk dan berbuat onar. Aku serang para penjaga dengan tangan kosong.

"Sejauh ini aman-aman saja," kata Profesor Andy di alat komunikasi. "Bajunya perfect."

Dengan mudah aku menjebol teralis besi yang menghalangi. Seluruh peluru para sipir berusaha mengoyak bajuku tapi tak ada satupun yang melukaiku. Aku pun berlari cepat ke arah mereka lalu kulumpuhkan, tanpa harus kubunuh. Satu, dua, tiga, lima orang lumpuh. Aku makin masuk ke dalam. Pintu dengan kaca anti peluru aku hancurkan dengan mudah. Wooohoooo...I'm fucking awesome!

"Jangan sombong dulu nak, aku tahu kamu merasa hebat sekarang di sana," kata Profesor Andy. 

"I'm on the roof," kata Moon. 

"Don't worry, all the guards had been take down," kata An Li.

Tak berapa lama kemudian terdengar bunyi ledakan. Aku dengar dari radio para sipir, "May day! May day! Supermax being ambushed! We Are under attack!"

"Moon? Are you done?" tanyaku.

"Package with me! I'm ready to go. Hiro! Your turn!" kata Moon. 

"Ok, honey!" ujar Hiro.

Terdengar suara bising dari langit. Yup, itu Hiro. Kami mencuri helikopter Apache. Selagi para sipir sibuk melawanku, helikopter itu sudah datang dan pilotnya? Salah satu saudara jauh kami. Namanya Robi, anak dari paman Zahir. Dia adalah salah seorang anggota Kopasus. Sengaja kami ajak karena lebih baik memanfatkan keluarga sendiri untuk urusan seperti ini. 

Tak berapa lama kemudian helikopter itu mulai pergi dan memberikan ciuman terima kasih dengan memuntahkan peluru dan sebuah rudal ke bagian bangunan penjara dan beberapa bus serta mobil. Tujuannya adalah agar tak ada yang mengejar kami nantinya. Aku segera keluar dari penjara itu dari tempat aku masuk. Semua para narapidana heboh. Aku bisa dengar jeritan-jeritan mereka yang tak mengerti apa yang terjadi.

"Package safed. We are going home everyone!" kata Moon. 

"Mission Acomplished!" kata An Li.

Yang lain pun bersorak-sorai. Benar-benar malam yang hebat.

0 Response to "Cerita Dewasa Si Rambut Merah Episode 15"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel