Cerita Dewasa Si Rambut Merah Episode 17

Let's Finish This

"Luke!? Aku tahu kamu Luke bukan?" tanyaku. "Kamu dapat salam dari Profesor Andy."

Lucifer menoleh ke arahku. Dengan sekejap dia sudah ada di hadapanku. Tidak. Aku melihat semuanya. Gerakannya biasa, itu karena kami sama-sama cepat. Mungkin orang-orang mengira gerakannya sangat cepat, padahal tidak. 

"Profesor Andy?? Ohohohohohoho, baju ini?! Hahahahahahahahahahahaha," entah kenapa Lucifer tertawa keras. 

"Something funny?" tanya Suni.

"No no no, this suit is really like my suit!" kata Lucifer. Dia lalu membuka bajunya. Dan terlihatlah olehku sebuah baju berwarna abu-abu gelap mirip hyper suit. Tapi aneh. Dia tak memakai gelang seperti aku ataupun belt.

"Hiro, Moon! Habisi si keparat itu. Ini bagianku!" kataku. 

Hiro dan Moon mengangguk. Mereka lalu bergerak ke arah Suni. 

"So, let's finish this!" kataku. 

Aku mengepalkan tinjuku. Lucifer juga mengepalkan tinjunya kedua tinju kami bertemu. BLAM! Terdengar suara ledakan dari benturan kekuatan kami. Kedua tinju kami saling bertemu. Aku tak menyangka tenaganya dan tenagaku sama. Sama-sama besar. Kami pun bergerak sama cepatnya. Kulayangkan tinjuku ke arahnya. Dia juga. Kami saling melemparkan pukulan. 

Bahkan ketika bergulat sampai-sampai seluruh ototku memaksakan diri mereka untuk mengimbangi kekuatan dari Lucifer. Kami sama-sama memakai baju hyper suit. Tapi yang tak aku fahami, bagaimana cara dia memakai baju itu? Seolah-olah baju itu menempel di badannya. Aku lengah karena terlalu banyak berfikir. Akibatnya. Dia meninjuku dengan kekuatan besar hingga aku terhempas menjebol tembok Srikandi Hall dan terlempar keluar sejauh 300 meter. Dan aku sukses mendarat di atas mobil yang sedang terparkir di area parkir.

"Ughh...kuat sekali," gumamku. "Prof, kamu lihat?"

"Iya, aku melihatnya, tenang saja. Kegunaan nanobot bukan hanya memperbarui baju kamu, tapi juga menyembuhkan luka-lukamu. Kamu pasti bisa mengajarnya," kata Profesor Andy di alat komunikasiku. Secara visual dia melihat semua pertarunganku.

Lucifer tiba-tiba datang. Dan ia melompat ke udara seolah-olah ingin menimpaku. Shit! Aku segera mengelak sebelum dia jatuh ke atas mobil tempat aku jatuh tadi. BLAM! Mobil pun makin hancur. Aku berkelit dan bersiaga. Anehnya lagi. Lucifer ini tidak memakai helm sepertiku. Dia percaya diri sekali. Tapi, kulitnya sangat keras. 

"Prof, mana gelang miliknya? Kenapa aku tak melihat dia seperti diriku?" tanyaku.

"Gelang itu aku yang buat khusus untukmu. Sejatinya ada sesuatu lain yang membuat pemerintah menghentikanku untuk memproduksi hyper suit!" kata Profesor. 

Lucifer menyerangku, aku bertahan, kuserang balik dia dengan hantaman yang keras hingga tubuhnya terpental menghantam mobil. Dia cepat berdiri dan sudah ada di hadapanku, "Apa itu prof?"

Aku terkena tendangannya dan melesat menghancurkan sebuah toko swalayan tempat aku beli minuman tadi. BRUAK! PRANG! Aku berguling-guling hingga membentur tembok. 

"Semuanya karena aku menolak melakukan eksperimen kepada manusia dengan menginjeksi nanobot ke dalam sel kulit manusia. Karena itu sangat terlarang! Saat itu aku tak yakin teknologi nanobot aman bagi manusia. Setidaknya sekarang terbukti bukan? Kamu lihat dia tidak pakai helm seperti kamu, itu karena kulit dan darahnya sudah ada nanobot. Jadi ketika dia merasakan sakit, para nanobot akan menyembuhkan rasa sakit itu dari dalam darahnya," kata Profesor Andy. 

Aku bangkit dari tempatku berbaring. Kemudian dengan langkah santai aku keluar dari toko yang sekarang hancur itu. Di luar aku mendapati Lucifer sudah menungguku. Aku pun langsung menerjangnya, "Dengan kata lain..??"

"Dia invicible!" jelas Profesor Andy. 

"Hyper suit yang ditanam di badan? Oh, give me a break will ya?!" gumamku.

Aku membanting Lucifer ke aspal. Tiba-tiba ia sudah bergerak di belakangku, lalu menarik leherku dan melemparkan aku. Aku pun melayang ke udara dan jatuh di atas sebuah tank. What? 

BLAAAARRR! Tank itu meledak. Kemungkinan aku memicu hulu ledak meriam yang ada di dalam tank. Sang sopir tank terlambat untuk keluar dari tank dan aku terlempar dari tank tersebut. Ledakan ini jelas membuat kehebohan. Alarm berbunyi di mana-mana. Suara Sirine pun meraung-raung. Para prajurit bantuan telah datang. Tapi mereka tak berani mendekat melihat dua orang manusia super sedang bertarung.

Lucifer mengambil moncong meriam tank. Dia menariknya dan memukulkannya ke arahku. Aku langsung terhempas menghantam Srikandi Hall. Belum sempat aku bernafas. Lucifer sudah melemparkan potongan tank tadi ke arahku. BLAAARR! Moncong meriam tank Leopard itu menancap di Srikandi Hall, tapi dengan susah payah aku bisa menghindar. Lucifer pun menendangku. Aku seolah-olah tak diberi kesempatan untuk istirahat ataupun berfikir. 

"Fuck!" umpatku saat Lucifer tiba-tiba mengunciku ketika aku terkapar di atas tanah. 

"Bagaimana? Seharusnya aku mendapatkan perlawanan yang lebih dari ini. Hai pak tua, kamu lihat? Hyper Suitku lebih tangguh daripada punyamu," kata Lucifer. Dia pun memukulku berkali-kali. Aku bisa rasakan sesuatu, setiap kali memukul aku seolah-olah bisa merasakan kekuatan hantaman Lucifer. Padahal aku memakai helm. 

"Faiz, gunakan itu!" kata Profesor. 

Aku mengerti. Aku meraih beltku. Dan kutekan angka 666. Dari siku lengan dan pundakku para nanobot bekerja membentuk sesuatu. Lucifer terkejut. Ia segera mundur. Saat itulah kesempatanku berdiri. 

"Waktumu singkat Faiz, dengan mode ROCKS ini! Ayo hajar dia! Tunjukkan Hyper Suit buatanku yang paling hebat!" kata Profesor Andy. 

"ROCKS MODE ACTIVATED!" suara komputer terdengar.

"What? Rocks mode?? What the hell is that?" gumam Lucifer.

Dari lengan dan pundakku muncul tanduk. Warna hyper suitku pun berubah, Lenganku berwarna biru, kakiku juga, namun tubuhku berwarna merah dengan garis-garis yang berbentuk simetris di dada dan perutku. Dengan mode ini kekuatanku meningkat sepuluh kali lipat dari biasanya. Tapi hanya bisa digunakan selama tiga menit. Itu pun setelah digunakan, tak bisa digunakan lagi. Harus charge energi terlebih dulu. 

"Wanna some?" tanyaku.

Belum sempat Lucifer menjawab aku sudah menghajarnya tepat di wajahnya sampai aku bisa dengarkan tulangnya yang remuk. KRAK! Lucifer terpental jauh sekali hingga menghantam sebuah bangunan yang tak jauh dari Srikandi Hall. Bangunan itu pun jebol seperti tertabrak meteor. 

Aku segera mengejarnya. Semuanya berasa lambat. Sangat lambat. Ketika Lucifer melayang aku bahkan bisa melihat dengan detail bagaimana bangunan itu dihantam oleh tubuhnya dan dia berusaha bersusah payah untuk berdiri. Aku bahkan bisa melihat wajahnya yang remuk, para nanobot itu...mereka bekerja untuk menyembuhkan luka Lucifer. Lucifer tak menyangka aku sudah berada di belakang tubuhnya. Benar-benar dia sangat lambat.

Aku pun menyatukan kepalan tanganku dan kuhantam kepalanya dari belakang. Dia pun terhenyak dan langsung memajukan badannya seolah-olah baru saja diterjang oleh truk. Tubuh Lucifer kini terombang-ambing. Dia belum sempat jatuh sudah aku hantam lagi. Kupegangi kakinya dan aku banting kiri dan kanan. Terakhir aku pukul lagi dirinya.

Lucifer bergulingan di aspal. Lalu ia terkapar.

Aku pun berjalan dengan santai menuju ke arahnya. Nafasku agak terengah-engah. Walaupun memakai Hyper Suit tapi tenaga untuk berlari, maupun tenaga untuk memukul sama saja seperti tenaga manusia biasa. Hyper Suit hanya melipat gandakan kekuatan dan kecepatanku, tapi tidak untuk energiku.

"Habisi dia Faiz!" kata profesor.

"Easy prof, I need take a breath!" kataku.

"Kamu masih bisa bergerak?" tanya Profesor. 

"Entahlah, pertarungan ini menguras banyak energiku," kataku.

Tiba-tiba Lucifer bangun. Aku melihat wajahnya yang hancur berangsur-angsur pulih. Nanobot-nanobot itu benar-benar menyembuhkan lukanya. Gila. Apa orang ini tak bisa mati? Apa benar kata profesor kalau dia ini invicible. Tidak, dia pasti punya kelemahan. Baju Hyper Suit ini pasti punya kelemahan. Ini sama saja mencari kelemahanku sendiri. Baiklah, dia akan datang. Aku harus menyerangnya dulu.

Dan...ZRRRRRRTTTTTTT! Tubuhku tiba-tiba mengejang. Aku pun terjatuh di atas aspal. Apa ini? Kenapa aku seperti kram?

"HAHAHAHAHAHAHAHA, So fucking idiot!" kata Lucifer. "Profesor, profesor, ternyata kamu sama saja bodohnya."

Kemudian rasa kejang itu berhenti. Aku menggeliat. Rocks mode di hyper suitku tiba-tiba kembali ke normal. Helm-ku pun terbuka. APa yang terjadi sebenarnya?

Kulihat Lucifer membawa sesuatu. Pistol? Bukan,itu lebih mirip stungun!

"Profesor, kamu lupa satu hal kelemahan Hyper Suit adalah dia tak akan sanggup menerima medan elektromagnetik. Setiap makhluk hidup di dunia ini tak ada yang sanggup melawan petir. Bagaimana rasanya? Kejang? Itulah kejutan buat para nanobot kecilmu. Mereka tak akan berfungsi untuk beberapa saat, sehinga aku bisa menghajarmu!" kata Lucifer. Dia menginjak perutku. BUK! 

Aooowww....sakiiitttt.. Aku mengerang hebat.

"HAHAHAHAHAA!" aku mendengar tawanya yang jelek.

"Faiz, bertahanlah! Memang kelemahan Hyper suit adalah medan elektromagnetik. Itu bukan berarti Hyper Suitmu lemah. Setidaknya dia masih punya ketahanan. Tenanglah. Masih 80 persen! Kamu bisa kalahkan dia!" kata Profesor.

"Faiiiizzz! Faiiz, kamu tak apa-apa?" terdengar suara Devita di codec.

"Dede? Uggh...tenang aku tak apa-apa," kataku.

"Faiz, bertahanlah!" Devita menyemangatiku. Aku merayap dan mencoba bangkit. Tapi aku tak melihat Lucifer, kemana dia?

Tiba-tiba PLANG! Suara nyaring. Sebuah tiang listrik menghantam tubuhku hingga aku terhempas ke atas aspal. Helmku yang cuma separuh itu tak mampu membendung benturanku dengan aspal. Ugh...kepalaku langsung pusing. Darah mengalir di jidatku.

"FAIIIZZ!" teriak Devita di codec. 

Lucifer ternyata mencabut tiang listrik. Sekarang dia sudah membawa sebuah kabel listrik yang aku bisa melihat kilatan di ujung kabel itu. Dan kini dia ada di hadapanku. Fuck! Apa yang terjadi ini? AKu harus bergerak. WOI! Tubuhku bergeraklah! Aku masih terkapar tak berdaya. 

"Bagaimana kalau kita sekarang kejutkan si manusia super ini dengan kekuatan listrik enam puluh juta volt??" kata Lucifer.

"TIDAAAAAKKK! FAIZ BERGERAK! MENGHINDAAARRR! CEPAAATT!" seru profesor.

Aku tetap tak bisa bergerak. Kepalaku masih pusing. Dan, belum sempat aku bergerak. Lucifer telah meletakkan ujung kabel itu ke hyper suitku. Seketika itu aku pun merasakan tegangan tinggi. Rasa kejutan itu seolah-olah memaksa aku untuk mengejang.

"HOOOAAAAAARRRGGGGGGHHHHHHHHHH!" aku menjerit sekeras-kerasnya. 

Aku tersengat listrik enam puluh juta volt. Aku masih bersyukur karena dengan hyper suit aku bisa menahan serangan listrik ini, tapi ini tidak bagus. Ketahanan bajuku menurun drastis. Dari 80 persen sekarang tinggal 50 persen dan terus menurun. Apa yang harus aku lakukan? Apa? Wajah Lucifer tersenyum penuh kemenangan. Tawanya sangat jelek sekali. Wajahnya yang tinggal tulang itu menyeringai kepadaku. 

Ayo Faiz, berfikirlah. Engkau mahasiswa lulusan Oxford dengan prestasi terbaik. Engkau cumlaude. Engkau juga keturunan seorang yang lulus di Havard dengan prestasi terbaik. Pemilik M-Tech Mobile Industries. Berfikirlah. Tak mungkin aku bisa tenang berfikir. Ketahanan bajuku mulai sedikit demi sedikit menurun, kini sudah mencapai angka 30 persen. Tidak, tidak, tidak.

"FAiiiiizzzzzzzz!" terdengar jeritan Devita.

"Faiiizz! Kamu baik-baik saja nak?" suara ibu. Ibu?

"Junior! Bertahanlah!" terdengar suara ayah. 

"Faiizz, ayo nak! Bertahan!" aku juga dengar suara bunda Iskha. 

"Faiz! Faizz! Kamu nggak boleh pulang kalau kalah!" ada suara bunda Vira juga. 

Semuanya. Mereka semua menyemangatiku. Aku tak boleh kalah.

Ayo berfikir. Berfikir....Tunggu dulu. Kalau Hyper Suit ini kelemahannya adalah listrik, maka harusnya dia juga lemah terhadap listrik bukan? Ya, itu dia. Bukan aku saja yang lemah terhadap listrik. Tapi kau juga Lucifer. Tanganku mencoba kugerakkan dan HAP dapat! Kutangkap kakinya Lucifer.

"GGGYYYYYAAAAAAAAAAAAAAAAAAAHHHH!" kami sama-sama tersengat listrik 60 juta volt.

Karena terkejut oleh sengatan listrik Lucifer terpental beberapa meter. Kabel listrik itu pun terlepas dari tangannya. Aku bebas sekarang. Aku mencoba mengumpulkan tenaga. Sedikit demi sedikit aku bangkit. Ketahanan bajuku tinggal 5 persen. Sekali serang aku bakal mati kali ini. Tidak, aku harus bertahan. 

Aku bangkit perlahan-lahan. Dari hyper suitku keluar asap. Aku seperti baru saja terpangang di atas pemanggangan oven. Baunya benar-benar seperti bau terbakar. Aku bisa merasakan para nanobot bekerja keras menyulam kembali bajuku yang terkena listrik. Dengan susah payah aku pun berdiri. Dengan langkah gontai aku hampiri Lucifer. 

Kulihat matanya. Ia terbelalak. Sepertinya ia juga merasakan kaku dan kejang-kejang. Aku mengambil kabel listrik yang dia gunakan tadi untuk menyetrumku. Dia melirik ke arahku. Aku kemudian menginjak kakinya dan kupatahkan lengan kanannya. 

"AAAARRRGHHH!" jeritnya.

Tidak cuma itu, lengan kirinya pun aku perlakukan hal yang serupa. Dia menjerit lagi. Aku melihat alat M-Tech Portable di telinganya. Alat itu aku ambil. Hanya ini satu-satunya cara untuk menyelamatkan para pemimpin itu.

"Kesalahanmu adalah kamu tidak melumpuhkan lenganku ketika menyetrumku. Itulah gunanya kamu sekolah tinggi. Kamu bisa pintar. Sekarang bagaimana rasanya disengat listrik 60 juta volt?" tanyaku ke Lucifer.

"Tidak, tidak, tidak!" dia memohon.

Aku kemudian masukkan kabel listrik itu ke mulutnya. 

"GYAAAAAHAAAAAAAAAAAAHHHHHHHHH!" Ia mengerang. Listrik 60 juta volt itu pun menyetrumnya. Aku biarkan dia dan melihat saat-saat terakhir hidup Lucifer. Tubuhnya gosong, aku bisa melihat nanobot-nanobot kecil itu mulai berhamburan keluar bersamaan dengan darahnya. Setelah itu tubuh Lucifer tak bergerak. Kaku. Dia telah pergi untuk selamanya. 

"Prof, I'm done!" kataku.

"Well done!" kata Profesor Andy.

Aku bisa dengar dari radio sorak-sorai orang-orang. 

"Faiizz, I love you!" suara Devita di codec.

Aku lalu berbaring di aspal. Pertempuran yang melelahkan. Aku menon-aktifkan Hyper Suit. Para Nanobot mengurai bajuku. Aku melihat langit, aku tak menyangka langit tampak indah hari itu. Nafasku masih terengah-engah. 

"Hiro, sekarang terserah padamu," kataku.

Me vs You

NARASI HIRO


Mas Faiz sudah pergi bertarung dengan Lucifer dan kini aku bersama Moon menghadapi Suni. Dan kami terlibat kejar-kejaran. Suni berusaha kabur. Aku dan Moon mengejarnya. Kami sudah keluar dari Srikandi Hall. Kali ini Suni sudah masuk ke dalam mobil yang sepertinya sudah ia siapkan lalu dengan mobil itu ia pun melaju meninggalkan Srikandi Hall. Kami berlari mengejarnya tapi sia-sia. 

Aku lalu menggandeng Moon, "Ke sini Moon!" 

Kami berlari ke sebuah mobil yang terpakir tak jauh dari sana. Sebuah mobil Honda City yang dimodifikasi seperti mobil sport. Walaupun mesinnya sudah berumur, jangan pernah meremehkan mobil itu. Itu adalah mobilku. Well, sebenarnya ini mobil ayahku. Dulu waktu muda dia selalu memakai ini untuk balap liar. Sekarang aku yang memakainya. Dengan cepat mobilku sudah melaju di atas aspal mengejar Suni. 

Mobil melaju di jalanan yang sepi. Mungkin karena ada KTT G-20 inilah suasana jalan raya seperti momen Car Free Day. Mobil Suni tepat berada di depanku beberapa meter. Mobilnya tentu saja cepat. Mobil sport, entah merk apa. Sepertinya Subaru. Suara ban roda kami berdecit setiap kali berbelok. Lampu merah pun tidak kami pedulikan. Kejar-kejaran ini pun sampai melintasi jalan layang. 

"Dia mahir sekali," kataku.

"Tabrak dia Hiro!" katanya. 

Mobilku melaju kencang dan mengenai bumper belakangnya. Mobil Suni tiba-tiba makin kencang lagi. Tiba-tiba mobil Suni berbelok masuk ke dalam Mall. What?

Para pengunjung mall tentu saja kaget melihat mobil naik tangga, terbang dan menghantam kaca mall. Aku pun tak kalah, kubelokkan mobilku ke sana. Jangan meremehkan aku, jelek-jelek begini aku juga bisa.

Suni terus melajukan mobilnya, ia sekarang tak peduli lagi di depannya ada orang atau tidak. Bahkan ia menabrak salah seorang pengunjung mall. Terkutuk dia! Andainya sekarang kami punya pistol pasti sudah ditembak itu rodanya oleh Moon. Mobil Suni berbelok lagi kini telah sampai ke samping mall, kemudian mobil itu menabrak lagi pintu kaca mall hingga kacanya berhamburan.

Jeritan para pengunjung mall membahana di mana-mana. Para sekuriti pun kelabakan melihat peristiwa ini. Dan kami pun kembali lagi ke aspal. Sepertinya ada yang aneh. Mau kemana dia? 

Perjalanan kejar-kejaran mobil ini pun akhirnya sampai di sebuah jembatan. Dan Suni berhenti di sana. Aku pun menghentikan mobilku tak jauh darinya. Setelah itu kami keluar dari mobil dan mengejarnya. Tapi Suni berhenti di atas jembatan dan berbalik ke arah kami. Dia tersenyum.

"Stop it Sunni, it's over," kata Moon. 

"Not so fast," kata Suni. Dia lalu naik ke pinggir jembatan dan melompat. Bersamaan dengan itu ia jatuh di atas kereta api. What??

Moon kemudian segera menyusulnya. Gila, mereka bosan hidup apa? Akhirnya kupacu adrenalinku. Aku pun melompat ke atas gerbong kereta. Terjadilah kejar-kejaran di atas gerbong kereta. 

Dan Suni pun berhenti. Ia berbalik lalu menendang Moon. Moon menghindar. Mereka kemudian saling memukul dan menendang. Terjadilah perkelahian sengit di atas kereta api yang sedang berjalan. Angin yang kencang ini membuat keseimbanganku goyah. Aku terkadang harus berjongkok sebentar. Tapi mereka berdua luar biasa. Bisa bertarung di atas kecepatan kereta api yang seperti ini. 

"Moon awas!" seruku. 

Dari arah depan ada sebuah papan yang terpasang tepat di atas jalur kereta. Sehingga Moon segera tiarap. Suni juga mengetahuinya langsung tiarap. Hampir saja kita terkena. Kemudian pertarungan dilanjutkan lagi. Moon bisa menendang Suni. Lalu mendesaknya. Suni berguling di atas gerbong, lalu ia menyapu kaki Moon hingga Moon berguling ke samping gerbong. Hampir saja ia jatuh kalau saja tangannya tak sigap. 

Kini Suni berhadapan denganku. Aku harus melawan dia. Harus. Aku kemudian berlari menuju ke arahnya. Kini Suni bertarung melawanku. Kalau tadi aku melawan dia kurang siaga sekarang aku lebih siaga. Seluruh inderaku kupasang. Aku kini bertarung dengan orang yang tangguh. Dengan pemimpin teroris kelas berat, pemimpin Genesis, Suni. Kalau toh aku harus melawan dia susah payah itu nggak masalah. Dalam setiap permainan video game, Big Boss emang paling kuat. Tapi ini bukan permainan video game. 

Aku memukul seperti yang diajarkan Moon. Aku menendang. Aku menangkis serangan sama seperti yang diajarkan oleh Moon. Suni lalu tertawa. 

"Hahahahahaa, your punch like pussy, your fighting style too. Did Moon teach you?" kata Suni. 

"Maybe," kataku.

Tiba-tiba Suni ditendang oleh Moon. 

"Hiro, kita lawan dia bersama-sama," katanya. 

Suni bangkit dan kami pun terlibat lagi pertarungan. Kali ini dua lawan satu. Sekalipun begitu Suni tetap bisa mengimbangi kami. Dia kuat sekali. 

Baiklah aku akan gunakan gerakan itu. Aku membuka kakiku. Ku arahkan kedua tanganku seperti pedang. Inilah gerakanku yang bisa menjatuhkan Moon dan Devita. Suni keheranan melihatku. Moon sepertinya tahu aku akan berbuat apa. Dia mengalihkan perhatian Suni dengan maju ke depan. Aku pun demikian. Suni sekarang menangkis pukulan Moon, saat itulah aku sudah ada di bawahnya menebaskan tanganku ke perutnya. Suni pun langsung terjatuh. Posisiku seperti baru saja menebas dirinya. Tapi nahas. Aku tak melihat kalau di depanku ada kabel terjulur. Dan aku seperti tersangkut. Lalu BRUK!

"Uuuggghh....!" erangku. Aku terhempas sekitar lima belas meter ke belakang gara-gara itu. Untung saja aku tidak jatuh ke bawah rel. Bisa tewas aku. Baiklah itu tadi tidak lucu. 

Aku perlahan-lahan bangkit. Aku masih melihat Moon dan Suni di depan. Suni tampak gusar. Ia kemudian mencopot bajunya, lalu dilemparkannya. Sepertinya ia serius sekarang. Aku melihat sebuah tatto bergambarkan tengkorak di dada sebelah kirinya.

"All right, it's enough playing," kata Suni.

Kereta api mulai melambat. Ternyata sebentar lagi akan masuk ke stasiun. Aku bisa melihat bangunan itu dari kejauhan. Suni lalu melompat ke samping. Ternyata ada kereta yang sedang berhenti. Aku dan Moon mengikuti Suni. Suni turun dari gerbong itu. Ini adalah tempat pertarungan kami. Kami sudah bersiap untuk menyerangnya. 

Aku menendang, Moon menendang. Suni menangkis. Lalu dia maju dan memukul dadaku. Sedangkan Moon dipukul dengan sikunya. Moon langsung terjatuh. Aku maju lagi tapi tendangan Suni menghantam perutku. Aku sesaat merasa mual, tapi aku tetap harus bergerak. Sementara aku jatuh Moon sudah bangkit. Dia menerjang Suni, kemudian membanting mantan pacarnya itu. Suni berguling lalu mendaratkan lututnya ke wajahku. Aku yang belum siap tentu saja langsung limbung. Wadaw, sakit banget.

Ternyata belum selesai. Moon sudah berada di belakag Suni dan mengunci lehernya. Tapi tangan Suni yang bebas dan kekar bisa menyikut perut Moon, hingga Moon mundur. Aku bangkit dan kupukul perut Suni. Kali ini aku pukul dengan sekeras-kerasnya. Suni pun merasakannya sekarang.

"How's that? Did my punch like pussy?" tanyaku.

Tapi Suni hanya tersenyum.

NARASI MOON

Suni ini tangguh, sebagai orang nomor satu di kesatuan dia pandai berkelahi, pandai menggunakan pisau, pandai juga menggunakan senjata api. Suni juga pintar dalam mengurai kata sandi. Dia termasuk orang yang sempurna untuk semua itu. Sebagai seorang agen yang handal, dia juga sudah banyak berpengalaman di lapangan. Selebihnya, untuk melawan Suni, aku sudah berusaha sekuat tenaga. Tapi dia memang sangat alot untuk dikalahkan.

Aku sudah dibantu Hiro, walaupun Hiro tidak banyak membantu. Tapi paling tidak aku melihatnya kali ini. Dia membuat Suni merasakan sakit. 

"Suni, what about we playing you punch me I punch you? Just you and me," kata Hiro. "Just stay away from Moon."

"Hiro, itu hal terbodoh yang aku dengar," kataku. Hiro memberi isyarat agar aku tak turut campur.

Suni tertawa. "Ohohoho, silly boy. You wanna exchange blow with me? Fine. Let's do it."

Hiro mendekat ke Suni. Tinggi mereka hampir sama, lebih tinggi Suni sedikit. Mata mereka beradu. Mereka ingin beradu pukulan. Ini gila. Hiro, kamu bisa kalah!

Dan dimulai, Hiro mengayunkan pukulannya, Suni juga. Keduanya menerima pukulan masing-masing. DUESSSHH! Kepala Hiro sampai hampir copot rasanya, Hiro sampai terdorong beberapa langkah ke samping. Begitu juga Suni.

Mereka kembali lagi berdiri tegap. Hiro menggeleng-gelengkan kepalanya. Tampak darah segar mengucur di bibirnya. 

"You have a great punch," kata Suni.

"Yeah, you too," kata Hiro.

Kemudian tanpa aba-aba, keduanya memukul lagi. DUESSSHH! Darah mengucur lagi di bibir Hiro. Oh, tidak. Aku tak sanggup melihat ini. Tapi kulihat Suni masih baik-baik saja. Ketika aku melangkah mendekati Hiro, lagi-lagi kekasihku itu menahanku. 

"Stop Moon, stop! Aku akan mengalahkan dia," kata Hiro. "Aku sudah berjanji kepadamu. Ini tidak seberapa. Pukulanmu masih lebih keras daripada pukulannya."

Hiro kembali lagi berdiri tegap. Suni kembali melayangkan pukulan. Hiro juga. DUESSHH! Ini ketiga kalinya mereka saling baku hantam. Kemudian sekali lagi DUESSH! Sekali lagi DUESHH! Aku tak sanggup melihatnya. Hiro lalu terjatuh dan bertumpu kepada tangannya. 

"Hiro! Sudah cukup! Kamu bisa mati!" kataku. "Kamu tak tahu betapa kuatnya Suni. Kita hadapi dia bersama-sama."

"Tidak, aku tidak mau melihatmu dipukul lagi Moon, aku tidak mau. Biarkan aku selesaikan ini. Aku sedikit mengalah barusan. Aku ingin tahu seberapa kuat pukulannya. Ternyata cuma segini," kata Hiro.

"Hiro, sudah! Suni, stop it! Fight me!" kataku.

"Relax honey, he still can do it, see!" kata Suni.

Hiro sudah berdiri lagi. Aku melihat pipinya lebam tapi senyuman menyungging di bibir Hiro yang pecah. 

"Suni, your punch is like pussy!" kata Hiro.

Suni lalu menghantam wajah Hiro lagi. Tapi kali ini Hiro tak bergeming. Pukulan Suni serasa ditahannya. Rupanya Hiro merapatkan giginya, menguatkan otot lehernya dan menerima pukulan itu. Kali ini Suni sedikit terkejut. Hiro mengepalkan tangannya dengan kuat. Dan dihantamkannya ke wajah Suni. Seketika itu Suni terhuyung dan kepalanya menghantam gerbong yang tak terpakai itu. BRAK! Suaranya.

Suni menggeleng-gelengkan kepalanya. Belum sempat ia pulih Hiro sudah ada di depannya. Suni terkejut. Dan lagi DUESSHH! Hiro menghajar Suni, sekali lagi DUESH! Lagi DUESH! Sepertinya kekuatan pukulan Hiro sangat keras, Suni tak pernah dipukul sekeras itu sebelumnya. Tunggu dulu.

Aku ingat sekarang. Kalau tak salah beberapa waktu yang lalu Hiro membawa potongan papan balok kayu. JAngan-jangan??! Iya tidak salah lagi. Itu balok kayu keras yang dibuatnya latihan. Setiap hari aku menyuruhnya untuk memukul 3.000 kali papan kayu dan dia melakukannya. Tapi ia pasti menambah porsi latihannya. Tak cuma itu ia sampai menghancurkan balok kayu itu. Itu artinya....pukulannya sekarang ini bisa menghancurkan balok kayu yang keras itu. Dan Suni merasakannya sekarang.

Pukulan terakhir Hiro, telak menengai wajah Suni. Dengan keras Suni menghantam gerbong dan bergulingkan di tanah. Hiro kemudian menjambak rambutnya. Suni memegangi tangan Hiro. Suni secara ajaib telah dihajar oleh Hiro. Ia berdiri. 

"Ini untuk Moon! Karena kamu hancurkan hatinya," kata Hiro. Ia memukul Suni sekali lagi. Suni mencoba tetap berdiri dengan pose bertarung. 

"Ini untuk Moon! Karena kamu telah menyakitinya," lanjut Hiro. Dipukulnya Suni sekali lagi.

"Ini untuk Moon! Karena kamu telah membuat dia sakit," kata Hiro lagi. Pukulan kembali ke wajah Suni.

"Dan ini untukku! Karena kamu telah menyakiti kakakku," kata Hiro untuk yang terakhir kali. Suni dipukul hingga terpental jauh. Suni masih berdiri sempoyongan.

Dan secara tak terduga dari arah yang tak disangka sebuah kereta berkecepatan tinggi menghantam tubuh Suni. Tubuh Suni pun tercerai-berai terkena hantaman kereta itu. 

Aku segera memeluk Hiro. He is my boyfriend. And he is the man.

0 Response to "Cerita Dewasa Si Rambut Merah Episode 17"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel