Cerita Dewasa Si Rambut Merah Episode 18 TAMAT

End of Mission?

NARASI HIRO


Misi telah berakhir. Aku tak pernah merasakan petualangan yang seperti ini sebelumnya. Dan petualangan ini sayangnya harus berakhir. Ada awal ada akhir. S-Formula sudah dihancurkan. Para pemimpin dunia yang kehilangan memorinya sekarang sudah puling. Dr. Edward dibebaskan. Aku? Aku kembali ke sekolah. Jung Ji Moon?

Well, ceritanya tak mudah seperti menurunkan credit di layar dan kemudian memberikan title THE-END. Nope. Setelah misi itu Moon kemudian berkata kepadaku, "Aku harus kembali Hiro."

"Kenapa kita cuma sebentar berjumpa?" kataku

"Aku masih punya misi lagi," kata Moon.

"Moon, tinggallah sehari dulu di sini. Please," kataku.

Jung Ji Moon tidak menjawab, ia juga ragu untuk menjawab. 

"Sehari saja, setelah itu kamu boleh pergi, pleaseeee!" aku mengiba kepadanya. 

Jung Ji Moon menatap ke An Li. An Li mengangkat bahunya. 

"Baiklah, sehari saja ya," kata Moon setuju. 

Tentu saja sehari itu aku tak menyia-nyiakannya. Aku menghabiskan waktu bersama Moon. Yang pertama aku lakukan adalah mengajaknya jalan-jalan ke mall. Entah kenapa, tapi hal itulah yang aku lakukan lebih dulu. Di mall aku sekedar jalan-jalan aja sih. Menggandeng Moon kemana-mana. Mungkin kontras ya, ceweknya cakep cowoknya lebam-lebam wajahnya, pake plester pula. Barang alus gadengan barang bonyok. Apes deh dikatain orang.

Terus terang hari itu Moon benar-benar terlihat cantik. Memakai rok selutut, sepatu boot, rambutnya lurus berwarna merah, memakai baju kemeja lengan panjang dan rompi. Bikin orang-orang iri deh pokoknya hari itu. Aku pun mampir ke sebuah tempat aksesoris. Di sini aku memesan kalung dengan nama Hiro dan Moon. Yang bernama Hiro aku berikan kepada dirinya, sedangkan nama Moon aku pakai. Uniknya adalah di kalung itu adalah berbentuk bulat, separuh bulatan kami pegang, sehingga ketika disatukan akan berbentuk bulat mengikat nama kami. 

"Kalau nanti kita bertemu, aku ingin kamu memakainya," kataku. 

"I'll treasue it," kata Moon. 

Hal kedua yang kami lakukan adalah nonton film. Kebetulan filmnya romantis-romantisan gitu. Selama nonton Moon bersandar di bahuku. Dan kedua tangan kami menggenggam erat. Keluar dari gedung bioskop hari sudah mulai sore. Kami pun melanjutkan lagi jalan-jalan ke taman. 

"Say Hiro, do you really loved me?" tanya Moon.

"Tentu saja, kenapa?" 

"Aku bingung sekarang."

Aku menatap wajah Moon. 

"Bingung kenapa Moon?"

"Terus terang, aku ingin jujur kepada perasaanku. Dulu aku terlalu ingat kepada Suni. Sehingga aku berusaha mengubahmu menjadi seperti dirinya. Semua tingkah lakumu ini, perilakumu, belaianmu, pelukanmu, semuanya adalah dia. Tapi hanya itulah yang aku bisa untuk mengajarimu. Aku pun sampai kepada pertanyaan, 'Apakah aku hanya memanfaatkanmu sebagai pelarianku saja?'," katanya sambil menundukkan wajahnya.

Aku tak tahu harus bilang apa. Dia kemudian memelukku. 

"Sungguh aku berat sekali kalau sampai ternyata perasaan cintaku kepadamu salah. Hiro, aku takut. Bukan saja takut kehilanganmu, tapi juga takut perasaan ini hanya menipuku, perasaanku kepadamu hanya menipuku, hingga akhirnya hatimu sakit. Aku tak mau seperti ini," kata Moon. 

"Aku tak peduli," kataku. Sambil berpelukan ia menatapku. "Aku tak peduli mau kamu cinta aku atau tidak. Aku hanya akan memberikan cinta kepadamu satu arah. Seandainya pun kamu tidak mencintaiku, aku cukup senang walaupun cintamu salah kepadaku. Karena kamu adalah cintaku sekarang ini. Apakah besok masih ada perasaan itu? Aku tak peduli."

"Ohh...Hiro.....," kami pun berciuman hangat sore itu. Bersamaan matahari terbenam. 

Dan......

Malamnya kami check-in di hotel. Ini adalah untuk pertama kalinya aku check-in. Dan aku berada di salah satu hotel berbintang empat milik ayahku. Sengaja aku masuk ke resepsionisnya dan memperkenalkan diri sebagai Hiro Hendrajaya sambil menunjukkan identitasku. Tentu saja mereka welcome sekali dan memberikan kamar yang paling yahud kepadaku. 

Begitu masuk kamar, aku langsung memasang tag "Do Not Distrub". Aku langsung menciumi Moon. Aku lampiaskan seluruh kerinduanku di kamar ini. Kulampiaskan seluruh perasaan cintaku di kamar ini. Aku lepaskan satu persatu bajunya, hingga kami benar-benar tak tertutup sehelai benang pun.

"Ohh,..Hiro, aku tak peduli ini perasaan palsu atau tidak, yang jelas aku yakin sekarang engkau ada di depanku," kata Moon. 

Aku menciumi lehernya. Aku gelitiki titik-titik sensitifnya. Moon langsung merebahkan diri di atas ranjang. Dia menggeliat ketika lidahku menelusuri kulitnya yang putih itu. Kemudian aku sampai ke buah dadanya yang berukuran 34c itu. Buah dadanya besar, namun putingnya kecil dan kini mulai mengeras. Kubenamkan wajahku di buah dadanya yang putih itu. Kuhisap aroma tubuhnya kuat-kuat. Aku tak ingin melupakan aroma ini. 

"Hirooo...," desahnya. 

Aku jilati buah dadanya. Kuhisapi kulitnya itu. Beberapa cupangan terbentuk di sana. Gigiku mulai mengunyah lembut puting susunya kiri kanan. Ingin aku masukkan sepenuhnya buah dadanya itu ke mulutku tapi nggak muat. Aku lalu menyedot putingnya kuat-kuat, hingga ia menjambak rambutku. Ciumanku pun beralih ke pangkal payudaranya mendekat ke ketiaknya. Ke titik paling sensitifnya. Kuangkat tangan Moon ke atas. 

"Hirooo....please...jangan....aku tak kuat kalau kamu gituin," ujarnya. Tapi ia tak menolak ketika kedua tangannya ke atas mengekspos ketiaknya yang putih tanpa bulu itu. Ku geser hidungku di ketiaknya. Aku bisa rasakan bulu kuduk Moon merinding. "Hiroo....ohh...I'm wet down there. Please don't....!"

Aku ciumi ketiak itu. Sungguh mulus, hanya bau deodoran yang bisa aku cium. Ada beberapa bulir keringat di dekat bahunya. Kujilati bulir-bulir keringat itu. Moon mengejang, tapi pasrah. Lalu aku hisap ketiaknya. 

"AAAAHHHHHHH!" Moon bergetar hebat. Aku lalu menghisap ketiak yang satunya. Ia bergetar lagi. 

"Hiro, I told you....now I'm cumming," kata Moon. 

Pantatnya bergetar hebat dan aku melihat ia squirt! AKu tersenyum. Aku kemudian menuju ke bawahnya. Bibirku lalu sudah menjelajah selakangannya. Lagi-lagi titik sensitifnya aku gelitiki. Kedua pahanya kini mengapitku kuat-kuat. Lidahku sudah menari-nari dan mencolok-colok lubang kemaluannya. Klitorisnya pun aku hisapi dengan rakus seolah-olah itu adalah oase di padang pasir. Moon orgasme berkali-kali. Dan ia pun lemas akibat ulahku. 

"Hiro...you Knock me out!" desahnya. 

Moon mengatur nafasnya. Sepertinya ia sudah tak kuat lagi untuk bangun. Maka akulah yang berinisiatif. Aku ingin merasakan mulutnya di kemaluanku. Kuarahkan penisku ke wajahnya. Dan kepala penisku menyentuh bibirnya yang berwarna kemerahan itu. Ia menciumi penisku. Tangannya mulai memegang penisku. Lalu dimasukkannya perlahan-lahan ke dalam mulutnya. Aku tak mendorong kemaluanku, tapi kepala Moon maju mundur sendiri. 

Karena tak tega melihatnya kelelahan akibat perbuatanku tadi. Aku sudahi saja, walaupun masih belum puas. Aku sudah dalam posisi misionari. Moon menatapku dengan pandangan sayu. 

"Katakan Moon, kenapa kamu mau bercinta denganku?" tanyaku. 

"Aku tak tahu, ini insting," jawabnya. 

"Apakah dalam hal ini juga ada yang namanya insting?" tanyaku.

"Iya, tentu saja," katanya. 

"Kalau begitu, cintaku juga insting karena instingku berbicara aku harus mencintaimu. Dan bercinta denganmu, ugghh!" kataku sambil memasukkan kemaluanku yang sudah mengeras ke kemaluannya. 

Moon tersentak. Ia memejamkan matanya dan menggeliat.

"Hiro, it's just me or your dick is getting much bigger?" tanyanya. 

"Off course baby, because my love to you is pure," kataku.

Dan aku pun mengenjotnya. Moon hanya memeluk leherku saja. Tubuhku berhimpit dengan tubuhnya. Keringat kami sudah berpadu. Aku berpacu menggenjotnya. Makin lama makin cepat. Tapi aku belum puas. Aku balikkan tubuhnya. Dia hanya pasrah aku balikkan. Dengan posisi tengkurap aku menusuknya. Kemaluanku makin keras saja ketika perutku menghantam pantatnya yang bahenol itu. 

"Uggh...Moon...hhmmm", rancauku. 

"Hiro, please I want to make a baby with you," katanya. 

"Are you sure?" tanyaku. 

"Yeah, aku subur hari ini," katanya. 

Aku membalikkan tubuhnya lagi. Kini dia tersenyum kepadaku. Aku sesaat tak mempedulikan aku masih sebagai anak sekolah atau tidak. Ini adalah cintaku kepadamu Moon. Ujung penisku sudah gatal mau meledak rasanya. Dan benar. Aku pun keluar. Aku hujamkan kemaluanku sedalam-dalamnya dan spermaku keluar semua menyembur. Milyaran sel-sel itu pun pergi ke indung telurnya. 

Aku memeluk Moon erat sekali seakan tak ingin melepaskannya. 

"Hiro, aku cinta kamu. I love you. Saranghae," kata-kata Moon terakhir sebelum aku terlelap karena kelelahan. 

Ternyata aku kelalahan. Aku bangun sendirian di kamar itu. Mana Moon? Di sebelahku ada sebuah kertas dengan tulisan tangan Moon. 

"Thank you My Hiro. I love you, but I must go. See you again."

Itu adalah pesan terakhir Moon. Jung Ji Moon....

***

Setelah itu aku kembali menjadi anak sekolah lagi. Perpisahan dengan Jung Ji Moon itu tak akan mudah aku lupakan begitu saja. Ia harus kembali ke negaranya. Bagaimana pun juga ia seorang agen rahasia NIS. Berita pun tersebar di sekolahan bahwa Moon sudah kembali lagi ke negaranya. Gosip pun beredar bahwa aku sudah sendirian lagi. Yeah right! Aku memang sendiri tapi bukan berarti aku putus dengan Jung Ji Moon. 

Akun facebooknya tak aktif. Ponselnya tak aktif. Tak ada yang bisa aku hubungi. Devita pun tak tahu bagaimana cara menghubungi Moon. Sementara itu Mas Faiz sebentar lagi akan menikah dengan Devita. Mereka berdua tampak bahagia sekali. Mas Faiz mendapatkan cintanya, mengembalikan memory Devita dan dia menanglah pokoknya. Mereka menikah beberapa bulan setelah itu. Sedangkan aku? Aku kehilangan Moon. 

Namun aku tak menyerah. Aku pun belajar. Belajar dan belajar dengan giat. Hingga aku pun lulus dengan nilai terbaik. Bahkan mendapatkan beasiswa kuliah di luar negeri. Mengikuti jejak ayah dan kakakku. 

Dan takdir pun menjalankanku kepada jalan cinta yang lain. Mungkin karena melihat aku sendirian, Yunita pun mulai mendekatiku lagi. Dan yah...aku pun jadian deh ama dia. Maklumlah setahun menjomblo apalagi aku melihat cinta yang tulus dari Yunita. Gelang buatannya pun masih aku simpan. Dia sangat takjub ketika melihat diriku masih menyimpannya. Akhirnya kata "Ya" adalah jawabanku untuk cintanya. 

Yunita tentu saja sangat gembira sekali. Well, dia sangat cinta kepadaku. Setahun berlalu, dua tahun berlalu. Aku kuliah di University of Finland. Aneh ya, kuliah jauh-jauh ke sana. Tak ada lagi kabar tentang Si Rambut Merah, Jung Ji Moon. Aku masih ingat tentang dia, walaupun kami sudah lama tidak bertemu, tapi saat-saat bertemu dengannya adalah saat-saat yang tidak akan pernah aku lupakan seumur hidupku.

Finding You

Mas Faiz menghubungiku lewat M-Tech Portable. Yang layarnya terhubung dengan Smart TV yang ada di kamarku.

"Hai Hiro, gimana kuliahnya? Kapan lulus?" sapanya. 

"Bentar lagi. Kenapa?" tanyaku.

"Nih, pacarmu dah lulus nih. Main ke sini," katanya. 

Aku melihat Yunita di layar monitor. "Hai sayang? Apa kabar?"

"Hai," sapaku. "Sudah lulus ya?"

"Iya dong! Kapan kamu lulusnya? Masa' betah sih jauh-jauhan kaya' gini?" tanyanya. 

Ada yang berbeda dengan Yunita hari itu. Dia mewarnai rambutnya dengan warna merah. 

"Eh, kenapa itu rambutmu?" tanyaku.

"Aku mewarnainya dengan warna merah. Kamu suka nggak?" tanyanya. 

"Aneh-aneh aja ah," kataku. 

"Hehehe, cepet pulang dong ya?!"

"Ya ya ya," kataku.

"Ya udah," katanya. "Sampai nanti, eh ini kakakmu mau ngomong."

"Hiro, nih salam ama ponakan dulu!" kata Mas Faiz.

"Heh? Aku sudah punya ponakan??" aku terkejut tentu saja. 

"Iya dong, emangya sudah berapa lama aku kawin? Nih, haai paman?" Mas Faiz menunjukkan wajah keponakanku itu. Waaaahhh...lucunya. 

"Namanya siapa mas?"

"Namanya Hana Fadeva Hendrajaya," jawab kakakku. Aneh banget namanya. 

"Itu gabungan namaku dan Devita. Hana Faiz Devita Hendrajaya gitu."

"Ya ya ya, mirip banget ama Mas."

"Ya iyalah, bapaknya koq." 

Aku ketawa. 

"Hai Hiro?!" sapa Devita, istri kakakku. 

"Hai Mbak," sapaku. Setelah menikah katanya Devita pensiun dini dan konsen sebagai ibu rumah tangga. Tampak keceriaan di wajahnya. 

"Dapat salam dari ibumu, katanya 'Cepet pulang!'" kata Devita.

"Aneh, perasaan semua orang kepengen aku pulang deh, ya udah, ya udah, aku bakal cepetan nyelesaikan kuliah," kataku. 

***

Setahun kemudian aku lulus. Semua keluargaku menyambutku, termasuk Yunita. Yah, kelulusanku merupakan hal yang besar bagi keluarga ini sepertinya. Maka dari itu malamnya mereka syukuran. Ayah pun sudah mempersiapkan pekerjaan untukku sebentar lagi. Tapi aku berkata kalau aku belum siap untuk kerja. Nunggu beberapa bulan dulu. Ayahku tak memaksa. 

Melihat Yunita dengan rambut merahnya, mengingatkanku kepada Jung Ji Moon. Ke mana dia sekarang? Apakah dia baik-baik saja? 

Yunita menemaniku di bangku belakang rumah. Duduk berdua seperti ini, kembali lagi kenangan itu datang. Kenapa? Kenapa kembali datang? Aku tak banyak bicara. Hanya membelai rambut Yunita, itu saja sudah membuatku nyaman. 

"Aku tahu yang kamu pikirkan," kata Yunita.

"Apa?" tanyaku.

"Kamu masih ingat Jung Ji Moon bukan?" tanyanya. 

Aku terdiam tak membenarkan atau menyalahkan. Iya, aku ingat Jung Ji Moon. 

"Katakan, ketika kamu melihat rambutku, kamu ingat kepadanya?" tanya Yunita. "Tak apa-apa Hiro, jujur saja. Aku tak marah. Aku bisa mengerti. Kamu masih mencintainya bukan?"

"Aku...," aku tak bisa melanjutkan. 

"Kenapa kamu tak mencarinya di Seoul?"

Aku pun berdiri dari bangku.

"Kalau aku pergi ke sana, bagaiman dengan kamu. Aku tak bisa meninggalkanmu begitu saja," kataku.

Yunita berdiri dan memelukku dari belakang. "Hiro, pergilah! Tak apa-apa. Aku lebih senang engkau cintai dengan tulus daripada engkau mencintaiku dengan kepalsuan. Aku bisa menerimanya."

"Nit, maafkan aku." Aku mendekap tangan Yunita. 

"Please, biarkan aku memelukmu untuk yang terakhir kali," kata Yunita. "Kalau kamu nanti bersama Moon, jangan pernah berpikiran tentangku lagi, OK? Aku akan marah kepadamu kalau kamu lakukan itu."

"Nit, maafkan aku," kataku lagi.

"Tak apa-apa Hiro, aku mengerti," katanya lagi. 

****

Seoul, kota yang besar. Bagaimana aku mencari Jung Ji Moon di sini? Menyebar fotonya? Nggak mungkin. Aku memang hanya memakai pasport berlibur ke Korea. Kepergianku ke negara ini pun tanpa sepengetahuan ayah dan kakakku, maupun adik-adikku. Aku tak ingin mereka khawatir kepadaku. 

Aku menghabiskan waktu jalan-jalan di Seoul tanpa tujuan. Aku sudah mengunjungi Myeongdong, Insadong, maupun Namdaemun. Dan benar-benar tanpa tujuan. Aku juga tak tahu harus kemana. Foto-foto tentang Moon? Aku hanya punya foto facebooknya sebelum ia menghapusnya. Aku iseng saja sih masuk ke Kona Beans Cafe. Karena di dalam kafe ini ajaibnya adalah aku mendengar salah satu lagu ibuku dilantunkan di sini. Lagunya tentang kerinduan. Uniknya adalah ini dilagukan dengan bahasa Indonesia. 

Wahai Kasih, dengarkan diriku
Kutakkan mengulangi lagi
Wahai Kasih, peluklah aku
Karena ku takkan melepasmu lagi

Hati ini pun lelah tuk bersandar
Apa yang bisa aku lakukan
Kala jiwa ini membutuhkan kerinduan
Dari dirimu yang nun jauh di sana

[Reff:]
Wahai kasihku
Dengarkanlah kata rindu di hatiku
Kuingin kau rasakan rasa cintaku
Bahwa hati ini adalah untukmu....

Wahai kasih, maafkan aku
Yang tak bisa menahan rindu ini
Wahai kasih, ciumlah aku
Karena ciumanmu pelepas dahaga ini

Akankah aku bertemu lagi denganmu
Akankah aku mencintai dirimu lagi
Aku pun berjanji kau tak kan kulepas lagi
Hingga sampai akhir nanti

[back to reff 2x]

Penyanyinya seorang cewek cukup cakep. Tapi bukan itu masalahnya. Dia menyanyikannya mirip sekali dengan suara ibuku. Setelah dia selesai menyanyi aku menyapanya. 

"Hai, may I talk to you?" tanyaku.

"Hai, is there is something wrong?" tanyanya.

"No no no, I just want to talk," kataku.

"Okay," katanya. "Just wait a sec."

Akhirnya sang penyanyi pun mau bicara denganku di sebuah meja. Namanya adalah Bae Yun-ah, Kemudian aku menceritakan bahwa orang yang menyanyi lagu itu adalah ibuku dan aku sangat suka kepada suaranya. Maka dia langsung gembira sekali mendengarkan penjelasanku. 

"Oh My God! I'm your mother big fans!" katanya. 

"How do you like it?" tanyaku.

"Ahahahaha, someone interduce me to her song," jawabnya.

"Oh yeah? So he must be known alot about my mom then?" kataku.

"Naah...not he, but she. She said she was met her once," jawabnya.

"No Kidding," kataku.

"No, I am not," katanya meyakinkanku.

"Who is she?" tanyaku.

"Her name is Jung Ji Moon," katanya. Bagai disambar geledek. Aku terkejut. 

"No way!" aku kemudian mengeluarkan ponselku dan menunjukkan kepadanya foto dari Jung Ji Moon dulu. "Is that her?"

Dia mengerutkan dahi. "Yes, she is!"

Mataku berkaca-kaca. "Do you know where I can find her? Please!"

"Yeah, but... I'm not sure you want to meet her right now," katanya.

"Why? Is she died?" 

"No no, she is still alive. Come again tomorrow. You will meet her in this Cafe," katanya. 

"Thank you, thank you very much," kataku. 

"What your relationship with her?" tanyanya. 

"I'm her boyfriend," jawabku.

"Oh my God....," tiba-tiba matanya berkaca-kaca. 

"Why?" tanyaku.

"Nevermind, just come here again tomorrow. She'll come tomorrow morning," katanya. 

"Sure, sure!" kataku.

Aku senang sekali malam itu dan memberikan tip banyak ke pelayan. Aku tak sabar ingin bertemu dengan Jung Ji Moon. Aku sangat sangat merindukannya. Malam itu pun aku tak bisa tidur di hotel. Malam itu aku persiapkan semua. Aku pilih baju terbaik, dan pagi hari pun aku mandi bersih banget. Wangi banget dah pokoknya.

Jam menunjukkan pukul 8 pagi. Aku pergi lagi ke kafe itu. Bae Yun-Ah menyambutku. Dia berkata, "Just wait in here. She will come soon. But I hope you are not surprise."

Baiklah, aku pun menunggu. Aku pun menikmati kopi di kafe ini diiringi musik yang dimainkan oleh Bae Yun-Ah. Lagi-lagi dia memainkan lagu-lagu ibuku. Hingga setelah tiga buah lagu. Tiba-tiba Bae menghentikan permainan pianonya. Aku pun terkejut. 

Seorang anak kecil masuk ke dalam kafe sambil berlari ke arah Bae. "Eonni(Kakak)!"

"Hi Han-Jeong!" sapa Bae. "Eomeonineun eodi? (Di mana ibu?)" 

Anak itu menunjuk ke pintu. Aku pun menoleh ke arah pintu kafe. Astaga...dia...benarkah yang aku lihat ini????

"Han-jeong ppalli silhaeng haji anhdwae! Dangsin-eul da-eum su eobseo! (Han-Jeong, jangan lari cepat! Aku tidak bisa mengikutimu)" kata seorang perempuan berambut merah. Dan dia berada di sebuah kursi roda. 

Hatiku pun langsung seperti tertusuk oleh pisau yang sangat tajam. Air mataku mengalir tanpa terkendali. Wajah itu, wajah yang sangat aku kenal. Jung Ji Moon! Aku mendekat ke arahnya. Jung Ji Moon menoleh ke arahku. 

"Excuse, you're on the way!" katanya. 

"Moon?!" sapaku. 

"Yes?" jawabnya. 

"You don't remember me?" tanyaku. 

Jung Ji Moon mengerutkan dahinya. Wajahnya masih cantik. Rambutnya masih berwarna merah. Masih rambut yang aku sukai. Dia yang dijuluki dengan kode Si Rambut Merah. Seorang agen rahasia yang paling disegani. Yang baru saja menyelamatkan dunia. Sekarang berjalan memakai kursi roda. Aku melihat kaki kanannya adalah kaki palsu. Aku tak bisa membendung tangisku. 

Jung Ji Moon tak ingat aku, tapi ia pasti ingat ini. Aku mengeluarkan kalung yang aku pakai. Lalu aku berikan kepadanya. Kalung yang liontinnya berbentuk separuh lingkaran. Dan di sana ada ukiran namanya. Dia pasti masih mempunyainya. Aku berikan kalung itu kepadanya. 

Dia menerima kalung itu. Ketika melihat namaku di sana, tangannya gemetar. Matanya berkaca-kaca. 

"Hiro??" 

"Iya, ini aku. Aku mencarimu....Moon," kataku.

Ia mengeluarkan kalung dari lehernya. Ia pun memasangkan liontin itu dan pas. Di sana ada tulisan nama kami. 

"Kenapa kamu tak memberiku kabar?" tanyaku. 

"Bagaimana aku bisa memberimu kabar dengan tubuh seperti ini?" katanya.

"Pergilah denganku!" kataku. Aku berlutut di hadapannya. 

"Tidak Hiro...aku tidak bisa. Aku...aku... tidak bisa. Aku tidak bisa pergi dengan kondisi seperti ini. Aku tak pantas bersamamu Hiro," katanya. 

"Moon, kau tetap pantas bersamaku. Selama ini aku tak bisa melupakanmu. Aku mencarimu, kamu tak ada kabar sama sekali, tak pernah meninggalkan pesan untukku. Bagaimana kamu setega ini kepada aku? Aku sangat mencintaimu Moon. Sangat mencintaimu," kataku. "Aku ingin menjadikanmu sebagai istriku. Aku tak peduli siapapun kamu, apapun yang terjadi kepadamu."

Kami terisak sambil memegang wajah dan saling mengusap pipi.

"Oh, Hiroo...kamu tak malu punya istri seperti aku yang cacat? Misi terakhirku mengakibatkan aku kehilangan kakiku dan harus pensiun," katanya.

"Aku tak akan malu. Kalau kamu tak bisa jalan, aku akan jadi kakimu. Kalau kamu tak punya tangan aku yang akan jadi tanganmu, kalau kamu tak bisa melihat aku akan jadi matamu," kataku.

"Hiro...!" dia memelukku. 

Tangis kami pecah. Kafe itu pun terisi suasana keharuan. 

"Eomeoni, geuneun nugu-inga? (Ibu, siapa dia)" tanya Han-Jeong yang kemungkinan usianya sekitar lima tahun.

"Hiro, lihatlah! Ini Han-Jeong, ini anak kita," kata Jung Ji Moon. 

Aku tak bisa membendung lagi kerinduanku. Aku tambah senang dan gembira dengan hal ini. Aku tak sangka aku sudah mempunyai seorang anak. 

Inilah kisahku dengan Si Rambut Merah. Aku pun pulang ke Indonesia dan hidup bersama Jung Ji Moon serta si kecil Han-Jeong. Sedikit memang waktu perjumpaan awal kami, tapi kami masih harus menulis hidup kami ke depan. Jung Ji Moon, engkaulah Si Rambut Merah yang aku cintai. Dan tak akan ada yang mengubah itu.

Fin ~

The End

0 Response to "Cerita Dewasa Si Rambut Merah Episode 18 TAMAT"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel