Cerita Dewasa Si Rambut Merah Episode 9

Split Personality

NARASI HIRO


Ini hari teraneh dalam hidupku. Setelah menolong Moon dan Devita ke rumah sakit. Aku didamprat habis-habisan oleh ayah. Tentu saja ayah memarahiku dan juga Mas Faiz. Membuka pintu server tanpa sepengetahuan ayah, merupakan tindakan yang sangat bodoh. Kami sadari kami salah dan kami menerimanya. Tapi itu sudah terjadi. Mas Faiz dan aku menyesal. 

Tapi kini, kami berdua malah sangat khawatir terhadap Moon dan Devita. Sesuatu agak mengejutkan sih mengetahui bahwa Moon adalah agen rahasia NIS. Tapi Mas Faiz seperti biasa, tampak kelihatan cool. Dia tak sepanik diriku. Orang yang aku cintai sekarang tergolek tak berdaya. Wajah Moon aku belai. Dia terlihat sangat cantik sekali. 

Ayah masih berada di ruangan UGD. Tangannya bersedekap. 

"Kalian tadi bilang siapa? Dr. Edward?" tanya ayah.

"Iya," jawab Mas Faiz.

"Aku tahu dia. Dia yang ikut denganku merancang pintu itu. Dia yang mengusulkan agar memakai Scanning DNA untuk mengunci pintu itu agar tak bisa dibuka sembarangan oleh orang lain. Tapi kalian mengacaukannya!" kata ayah. 

"Maafkan kami yah," kataku. "Kami tak tahu kalau bakal sekacau ini."

Moon yang sadar duluan. 

"Where am I?" tanya Moon lirih. Ia tiba-tiba memegang kepalanya sambil menjerit. "AAAaaaaaahhhh....!"

"Dokter! Dokter!" panggilku. 

Dokter tergopoh-gopoh menghampiri kami. Dia kemudian mencoba menenangkan Moon. Diberinya Moon suntikan penenang. Moon mulai tenang sekarang. Sepertinya ia shock berat.

"Sepertinya ia shock, tapi tak apa-apa," kata dokter. "Ia mungkin butuh istirahat."

"Moon? Are you alright?" tanyaku.

"Moon? Aku Devita! Aku bukan Moon!" jawab Moon.

Aku dan Mas Faiz berpandangan. 

"Kamu jangan bercanda, Devita di sini!" Mas Faiz menunjuk ke arah Devita yang terbaring di sebelahnya. 

Moon tiba-tiba bersedih, "Mas Faiz, aku Devita. I...itu...kenapa tubuhku ada di sana? Ini tubuh siapa? Rambut merah??...Ini tubuh Moon?? Kenapa aku ada di sini? Mas Faiz! Hiro apa yang..."

Tiba-tiba Moon mengerang lagi. Ia seperti terkejut. "Hiro?! Oh no, we have a big problem right now."

"What? What the hell is going on?" kataku.

"Sepertinya personality Devita masuk ke dalam diriku. Alat itu S-Formula ternyata adalah ini. Inilah maksud dari senjata yang mematikan itu. Mereka ingin menyatukan pemikiran-pemikiran memory-memory orang-orang hebat ke dalam satu kepala. Ini tak bisa dibiarkan," kata Moon. Tiba-tiba dia menggeleng-gelengkan kepalanya. "Benarkah? Aku sekarang berada di dalam tubuh Moon?"

"Mustahil," ayah seakan-akan tak percaya terhadap apa yang dilihatnya. 

"Faiz, apa yang harus aku lakukan?" tanya Moon, sepertinya sekarang personality Devita. 

Mas Faiz juga bingung. Dia memegang tangan Devita, tapi Devita sendiri ada di dalam tubuh Moon. Mas Faiz memandangi tubuh Devita yang masih tak sadarkan diri.

"Kalau memory seseorang dimasukkan ke orang lain dan orang lain menguasai personalitynya seutuhnya, maka....tubuh orang yang ditinggalkan memorynya akan benar-benar menjadi kosong. Devita akan terbangun seperti orang linglung," kata Mas Faiz.

"Is there is any people who find me?" tanya Moon. "Apa ada yang mencari kami? Tiga orang? Yes, Three men."

Agak aneh juga sih melihat Moon bicara gantian seperti itu. Pasti otaknya benar-benar kacau. Antara mikirin dirinya sebagai Moon dan juga mikirin dirinya sebagai Devita. 

"Tidak, tapi kalau tiga orang yang sudah menjadi mayat di luar gedung M-Tech ada," kata ayah. "Kami menemukan tiga mayat di dalam sebuah mobil van. Mereka orang asing semua. Polisi menemukan identitas mereka sebagai agen rahasia CIA, SVR dan MI6"

"Damn!" gerutu Moon. "Mereka tewas, sekarang tinggal kita berdua."

Kami hening sesaat. Kejadian ini sangat mengagetkan kami. Mas Faiz sendiri bingung. Apa yang harus dilakukannya sekarang. Devita yang mungkin kekasihnya Mas Faiz itu ada di tubuhnya Moon, sedangkan tubuhnya sendiri tak bisa digunakan sekarang. 

"Ayah akan coba cari psikiater, mungkin ia akan tahu apa yang harus dilakukan terhadap Moon. Ini sesuatu yang tidak biasa. Ayah juga akan mencari tahu tentang Dr. Edward. Mungkin beliau bisa membantu. Sementara kalian pulang saja dulu. Bawa Moon pergi dari sini, Faiz, kamu juga bawa Devita pergi dari sini," kata ayah.

****

Tak berapa lama kemudian aku ke rumahnya Mas Faiz. Bunda Putri terkejut tentu saja melihat rombongan kami membawa dua cewek cakep. Kemudian kami ceritakan semua yang terjadi. Intinya kami butuh pertolongan. Mas Faiz dengan hati-hati sekali menaruh Devita di kamarnya. Aku dan Moon yang sedang bingung dengan personalitynya kutemani duduk di sofa.

"Hiro, sebaiknya aku sendiri saja deh," kata Moon. "Nggak apa-apa Dev, aku justru ingin bersama Hiro."

Nah kan? Aku bingung sekarang ini yang sekarang sedang bersamaku Devita apa Moon? 

"Baiklah. Sebaiknya aku tinggalkan kamu sendiri. Kasihan juga melihatmu seperti ini," kataku. 

"Kamu mau ke mana?" tanya Moon. 

"Aku gusar sekali, hari ini aku tak bisa menyelamatkan orang yang aku cintai. Dan sekarang terkena hal seperti ini. Aku bahkan tak tahu apa yang harus aku lakukan sekarang," kataku. 

"Maafkan aku," kata Moon. 

"Kamu tak perlu minta maaf, aku yang salah. Kalau saja aku lebih kuat. Aku bisa melindungimu sekarang, siapa orang tadi namanya Suni? Aku akan menghajarnya kalau aku ketemu lagi dengan dirinya. Tapi dia benar-benar sangat kuat, aku saja sampai masih merasakan kerasnya pukulannya," kataku. "Tapi aku janji kepadamu Moon. Dia tak akan selamat. Aku akan menghajarnya kalau ketemu lagi."

Aku kemudian meninggalkan Moon seorang diri. Aku berada di luar rumah menghirup udara malam. Sebentar lagi pagi datang. Entah apa yang akan terjadi pada dunia ini. Genesis sudah mendapatkan S-Formula. Rencananya untuk menguasai dunia benar-benar mengerikan. Malam yang melelahkan, aku tak bisa tidur. Tak tahu harus berbuat apa sekarang dengan kondisi Moon seperti ini.

****

Agak siang, ayah datang dengan membawa psikiater. Namanya Dr. Hughes. Dia menurut ayah seorang psikiater terkenal. Ketika melihat kondisi Moon, dia geleng-geleng sendiri.

"Aku baru mengetahui kondisi seseorang seperti ini," ujar Dr. Hughes. "Dia personalitynya bertumpukan. Satu-satunya cara adalah aku harus menghipnotisnya agar dia mampu mengendalikan personalitynya yang lain."

"Lakukan saja dok," kataku.

Ayah mengangguk. Mas Faiz hanya berdiam diri saja menyaksikan kerja Dr. Hughes.

"OK, Moon, now take a look this device!" kata Dr. Hughes. 

Moon disuruh melihat sebuah pendulum. Pendulum itu bergoyang tik tok-tik tok seperti bunyi jam. Mata Moon mulai berat.

"You will sleep, very deep. Very deep. Okay, now listen to my voice, instead hear anything," perintah Dr. Hughes. "OK, who am I speaking with?"

"Jung Ji Moon," kata Moon. 

"May I talk with Devita?" tanya Dr. Hughes. 

"Iya dok, saya di sini," kata Moon lagi. Kini kepribadian Devita yang muncul.

"Baiklah, kalau kamu memang Devita, coba jelaskan kepadaku yang mana hal itu tidak diketahui oleh Moon," kata Dr. Hughes. "Agar aku yakin saja bahwa kamu benar-benar Devita."

"Baiklah, aku Devita. Faiz memanggilku dengan panggilan Dede," katanya. Aku menoleh ke Mas Faiz. Dr. Hughes juga. 

Mas Faiz seakan-akan tak percaya. Sebenarnya malah ia tak percaya bahwa kepribadian Devita ada di dalam diri Moon. 

"Apalagi yang tidak diketahui Moon?" tanya Dr. Hughes.

"Faiz berjanji untuk tidak berhubungan dengan wanita lain selain diriku. Janjiku ketika kami berpisah dulu," kata Moon.

"Ini semua omong kosong, tidak mungkin," kata Mas Faiz. "Devita ada di kamar, ini Moon. Bukan dia."

"Iya mas, aku juga tahu ini bukan Devita, tapi....memorynya telah berada di dalam ingatan Moon semuanya," kataku.

"Faiz, aku masih ingat Faiz yang terjadi kemarin. Aku tak akan lupa...hikss...," Moon tiba-tiba menangis. 

"Dede?!" panggil Mas Faiz. "Itu benar kamu?"

"Iya, ini aku. Aku masih ingat Faiz yang selalu mengidolakan ayahnya, yang selalu bergaya seperti ayahnya. Bahkan kami satu sekolahan tak pernah percaya bahwa Faiz adalah putra dari Faiz Hendrajaya. Aku masih ingat semuanya, kenangan-kenangan itu. Aku ingat semuanya. Sentuhan-sentuhanmu," kata Moon sambil menangis.

"Ya Tuhan, apa yang harus kita lakukan sekarang?" tanya Mas Faiz.

"Hanya ada satu jalan. Kita harus menidurkan salah satu personalitynya. Atau menghapusnya selama-lamanya," kata Dr. Hughes.

"Dok, itu tidak mungkin dok. Itu terlalu jahat menghapus selama-lamanya?" kataku. "Kenangan Mas Faiz bisa hilang semuanya. Kalau ditidurkan itu bagaimana?"

"Sebenarnya, siapapun personality yang dominan maka dia akan bisa mengendalikan personality lainnya. Namun imbasnya adalah, kalau personality itu sering tidur, maka ia akan lambat laun terkikis oleh personality yang paling kuat sehingga lama-kelamaan akan hilang," kata Dr. Hughes. 

"Solusinya berarti hanya ada dua, kita cari bagamaimana cara mengembalikan memorynya, yang kedua kita paksa salah satunya tidur," kata ayah. 

"Benar tuan Hendrajaya. Memang seperti itu," kata Dr. Hughes. "Tapi setiap orang punya kekuatan yang berbeda. Yang aku takutkan adalah kondisi di mana kedua personalitynya hilang secara bersamaan. Dia akan terlihat seperti sebuah kanvas putih yang belum digores pena sedikit pun. Tapi itu kemungkinan terburuk. Selama salah satunya masih terjaga maka kuharap akan baik-baik saja. Kondisi yang sekarang ini jangan sampai terjadi. Kedua personality tidak boleh terjaga secara bersamaan. Kemampuannya agar menjadi kondisi disebut blank akan lebih besar kalau mereka sadar semua."

"Lalu kita tidurkan siapa?" tanya ayah.

"Devita, tidurkan dia!" kata Mas Faiz. Ia mengambil keputusan yang tidak aku duga. "Aku tidak mau melihat Moon berbicara seolah-olah dia Devita. Permisi!"

Mas Faiz pergi meninggalkan kami. Ia kembali ke kamarnya menemui Devita yang masih koma. 

"Baiklah, Devita? Kamu dengar aku. Mulai sekarang ketika Moon tidak sadar atau sedang tidur, kamu harus mengambil alih tubuhnya. Hal ini akn tetap menjaga personality kamu, jangan sampai kalian berdua dalam kondisi yang sama. Ibaratnya kalian sekarang sedang berbagi tubuh. Kamu mengerti?" tanya Dr. Hughes.

"Jadi sekarang...?"

"Ya, sekarang kamu yang tidur dulu, nanti ketika Moon sudah capek, dan tertidur, kamu boleh menggantikannya," jelas Dr. Hughes. "Sekarang tidurlah!"

Moon tiba-tiba mendengkur. Kemudian Dr. Hughes menjentikkan jari, "Oke Moon, wake up."

Moon tersentak bangun. Ia mengejak-ejapkan mata. "Hiro??"

"Hai Moon," sapaku. 

Moon sudah kembali dan Devita tidur. Sekarang tugas kita adalah mencari Dr. Edward.

Twisted

NARASI MOON

Ilustrasi Jun Ji Moon
Ayahnya Hiro sedang mencari Dr. Edward. Tak perlu ditanya bagaimana cara ayah Hiro melakukannya. Dengan uang yang dipunyainya ia mampu melakukan banyak hal. Sekarang permasalahannya adalah aku. Sekarang aku sudah menjadi diriku sendiri dengan personality Devita yang sedang tidur. Ada satu hal yang diminta Hiro dariku. 

"Moon, latih aku!" kata Hiro.

"What is that mean?" tanyaku.

"Kamu adalah agen rahasia terlatih bukan? Maka dari itu latih aku. Latih hingga pukulanku keras. Aku akan menghadiahkan tinjuku kepada Suni, orang yang telah mempermainkan dirimu," jawabnya.

Aku tersenyum. "Hiro...," kubelai pipinya. Entah kenapa Hiro seperti menjadi pria sejati sekarang. Dia sudah bukan anak-anak, sudah menjadi dewasa. Tatapan matanya sudah menjadi tatapan mata dewasa. "Kamu yakin? Baiklah. Ini agak keras. Kuharap kamu kuat."

"Coba saja!" tantang Hiro. 

Perjumpaanku dengan Suni adalah perjumpaan yang sangat mengejutkanku, bagaimana tidak? Dia sudah mati! Dia seharusnya sudah mati direruntuhan gedung NIS. Tapi ternyata dia masih hidup. Dan yang lebih mengejutkan lagi dia sekarang berbalik menjadi musuh dan mengaku sebagai pemimpin Genesis. Suni, orang yang dulu aku cintai, yang aku sayangi, yang sudah aku anggap sebagai cerminan ayahku, kini benar-benar membuatku benci. Aku sangat membencinya. Dan sekarang aku sangat mencintai Hiro. 

Sekarang ini di dalam tubuhku ada dua orang personality. Rasanya....aneh. Aku bisa melihat semua kenangan dan memory dari Devita. Seluruh perasaannya sekarang bisa aku rasakan. Bagaimana rasa khawatirnya terhadap Faiz, aku juga bisa melihat masa lalu dia dengan Faiz dan juga apa yang mereka lakukan kemarin. Aku tak menyangka Devita bisa bercinta dengan Faiz. Dan sekarang aku juga rasanya seperti mencintai Faiz juga. Ini semua karena Devita. Devita yang ada di dalam diriku mendesakku untuk bisa mencintai Faiz. Ini gila. Perasaanku seperti terombang-ambing. Devita berkali-kali minta maaf kepadaku. Walaupun dia tidur sekarang tapi aku bisa bicara dengannya. Rasanya seperti di dalam diriku ada orang lain diluar batas kesadaranku. Dan aku bisa biara dengan dirinya. 

Hiro sekarang ini latih. Dia yang memintanya sendiri. Sementara Faiz terus menemani Devita di kamarnya. Rumah ibunya Faiz ini cukup besar. Halamannya luas jadi aku bisa melatih Hiro. Menu latihannya cukup berat. Lari 10 km, push up 100x, sit up 100x, scottjump 100x, dan yang terakhir aku membuat sebuah papan balok yang kulilit dengan tali ijuk. Aku suruh dia memukul papan itu sekeras-kerasnya sampai 3.000x. Seharian dia melakukan itu hingga ia berjalan seperti zombie. 

"Kau tak apa-apa Hiro?" tanyaku. Aku khawatir dengan keadaannya. 

"Waaater...pleease!" katanya. Aku segera memberikan air sebotol. Dia minum semuanya, lalu pingsan. Latihannya terlalu keras sebenarnya, tapi aku harus melakukannya. Karena aku tak tahu kapan aku akan bertemu lagi dengan Suni. Begitu berita tentang Dr. Edward tiba, aku sudah harus segera berangkat menemuinya. 

Melihat aku menggendong Hiro di punggung ibunya Faiz khawatir. 

"Kenapa Hiro?" tanyanya.

"Nggak apa-apa koq, cuma kecapekan," kataku. Dengan cekatan aku merebahkan Hiro ke atas sofa. 

Agak mengejutkan sebenarnya ketika tiba-tiba ada tamu yang datang. Seorang wanita dan beberapa remaja lainnya. 

"Hiro?! Mana Hiro!?" katanya tiba-tiba. Oh, dia ibunya Hiro. Tiga orang remaja lainnya juga berhamburan ke sofa. Mereka saudaranya Hiro.

"Apa yang terjadi?" tanya Rara.

"Panjang untuk diceritakan," jawabku. 

"Moon? Kamu bisa ceritakan?" tanya Nyonya Iskha. 

"Sebenarnya akulah yang jadi korban. Hiro menolongku, dia cuma kecapekan saja habis latihan," jelasku.

"Oh, syukurlah. Lalu apa yang terjadi?" tanya Nyonya Iskha.

Aku pun menceritakan semuanya kepada mereka. Rasanya tak ada salahnya toh mereka juga yang menolongku. Dan mereka sekarang adalah satu-satunya aset yang bisa menolongku saat ini. Aku sudah kehilangan timku, dan aku sekarang jadi kelinci percobaan Genesis dengan S-Formulanya. Aku ceritakan semuanya dari Genesis, NIS, Suni, PBB, S-Formula, hingga kejadian tadi malam. Mereka hanya bisa terdiam seperti mendengar cerita spionase semacam James Bond.

"I don't believe it," kata Rara. 

"Mau percaya atau tidak, aku tak memaksa kalian," kataku.

"Dia bicara jujur," tiba-tiba Faiz ada di sana. 

"Iya, dia bicara jujur," Hiro sudah sadar dari pingsannya.

"Kamu tak apa-apa Hiro?" tanya ibunya. "Ibu khawatir banget." Hiro dipeluk ibunya. 

"Nggak apa-apa koq bunda, tenang aja," kata Hiro. 

"Tapi...tanganmu kenapa berdarah gini?" tanya ibunya.

"Nggak apa-apa, it's ok mom," kata Hiro. Aku bisa melihat tangan Hiro gemetar hebat. Ya jelaslah, memukul balok kayu sebanyak 3.000 kali. 

Hari itu aku bisa melihat perhatian dari keluarganya Hiro untuknya. Aku jadi rindu ibuku. Hiks...aku meninggalkan mereka sendiri untuk mengurusi Hiro. Aku teringat dengan ibuku. Bagaimana kabar beliau sekarang? Kuharap Genesis tidak berbuat macam-macam kepada beliau. 

Misiku mendapatkan S-Formula telah gagal. Tapi yang membuatku masih punya harapan adalah aku harus menggagalkan rencana Genesis untuk menguasai dunia. Walaupun S-Formula tidak didapatkan setidaknya, semua orang tak boleh mendapatkannya. Aku tak menyangka saja S-Formula itu adalah sebuah program yang dicompile menjadi Artificial Intelegence untuk memindahkan memory seseorang ke orang lain. 

NARASI DEVITA

Malam hari ketika Moon tidur, aku yang bangun. Unik memang sekarang aku berada di tubuh Moon. Seluruh memorynya aku bisa tahu semua. Aku masih tak percaya aku di tubuh Moon sekarang. Rambutnya berwarna merah. Blesteran Korea Hungaria. Aku baru tahu kalau ayah Moon meninggal dalam tugas. Sekarang Moon sedang patah hati. Cinta masa lalunya--Suni--kini telah membelot. Namun dia sudah mendapatkan tambatan hati yang baru Hiro. Dia bisa mengerti kemarahan Hiro yang memperlakukan dirinya seperti itu. Dan aku bingung. Bagaimana aku bisa mencintai Faiz dengan tubuh seperti ini?

Gila. Ini benar-benar gila. 

Sudah beberapa hari semenjak kejadian di M-Tech Building. Tak ada berita di koran. Sepertinya semuanya berasa ditutupi. Aku dan Moon melaporkan hasil yang kami peroleh. Kami terpaksa melaporkan bahwa misi kami gagal dan kami jadi korban. Kemudian komandan memerintahkan misi dibatalkan. Aku dan Moon harus mengambil istirahat karena kondisi seperti ini. Tugas akan diberikan kepada agen lainnya. Tentu saja Moon tidak terima. Aku juga. Tiga orang partner kami sudah tewas. Kami berdua sekarang harus berjuang sendiri untuk menyelidiki keberadaan Dr. Edward. Hanya dia satu-satunya kunci untuk menormalkan apa yang sekarang aku rasakan ini. 

Dan Hiro, dia berlatih keras. Hampir tiap hari dia melakukan apa yang Moon suruh. Lari, push up, sit up, scott jump, semuanya dilakukan tanpa henti sampai aku tak sanggup melihat keadaan Hiro sekarang. Dia mengeluh semua tulang-tulangnya serasa mau copot. Ketika makan juga demikian, tangannya serasa tak bisa memegang sendok ataupun garpu. Tangannya melepuh. Dia pasti memukul sesuatu sampai seperti itu. 

Dan, ini berat bagi Faiz. Aku setiap malam melihat dia berada di samping tubuhku. Berat sekali rasanya. Bisa dibayangkan, aku di sini bisa melihat tubuhku sendiri. Tapi aku terlalu takut untuk menyentuh Faiz. Ini berat bagiku, berat juga bagi Faiz. Tapi...kalau aku mendekati Faiz, tentu akan melukai perasaan Hiro dan Moon. Karena aku hanya meminjam tubuh Moon. Faiz juga tak akan mungkin menerimaku. Jung Ji Moon, katakan apa yang harus aku lakukan. Kamu tahu perasaanku bukan? Aku tak bisa menyentuh Faiz. Sedangkan kamu setiap hari bisa menyentuh Hiro.

"Maafkan aku Devita," kata Moon. Aneh memang, aku bicara dengan diriku sendiri. "Aku tahu perasaanmu."

Aku pun menangis. Sendiri. Aku tak bisa menahan gejolak diri. Aku ingin menyentuh Faiz. 

"Aku tahu masa lalumu, aku tahu bagaimana perasaanmu yang sangat dalam kepada Faiz. Tapi...aku juga tak tahu harus bagaimana," kata Moon. 

"Bolehkah aku pinjam sebentar tubuhmu Moon? Aku ingin menyentuh Faiz. Aku tak sanggup melihat dia menjagaku seperti itu. Dia sedekat ini tapi aku serasa jauh. Moon, apakah kamu bisa menolongku? Kumohon!" aku memohon kepada Moon. 

"Aku akan mengambil alih diriku dulu, kamu bisa pergi Dev," kata Moon. 


NARASI MOON

Percakapan dengan Devita barusan menyisakan sebuah urusan yang sangat kompleks. Aku dengan tubuh ini?? Aku akan bicara dengan Hiro. Malam itu aku menemui Hiro di kamarnya. Aku mengetuk pintu kamarnya terlebih dulu. 

"Siapa?" tanyanya.

"Aku, Moon," jawabku.

Hiro membuka pintu kamarnya. Ia tampak kelelahan setelah tadi siang aku latih dia. Ada yang berbeda dari tubuhnya sekarang. Beberapa hari ini aku latih dia mulai berotot. Perutnya mulai rata, dari lengannya aku bisa melihat bentukan otot-ototnya yang kekar. Dia bisa berubah secepat ini dalam waktu singkat. Tangannya masih terbalut perban karena setiap hari memukul papan kayu sebanyak 3.000 kali. 

Aku pun menyentuh tangan itu. 

"Masih sakit?" tanyaku. 

Dia menggeleng, "Ada dirimu, aku tak merasa sakit."

"Hirooo....ehm...!" tampak Nyonya Iskha berada di pintu. Aku langsung salah tingkah melepaskan tangannya. "Maaf ya Moon, aku mau ngolesi minyak urut ke Hiro."

"What is 'Minyak urut'?" tanyaku. 

"Ehmm....apa ya bahasa Inggrisnya? Massage Oil??" kata Nyonya Iskha. 

"Oh, I see," kataku.

Aku hanya melihat Hiro duduk di ranjang dan diolesi punggungnya oleh ibunya. Aku hanya bisa tersenyum melihat perlakuan ibunya kepada Hiro. Aku jadi kangen ibuku. Dia selalu memanjakanku seperti ini ketika di rumah. Aku duduk di kursi yang ada di kamar itu. Kupandangi wajah Hiro yang meringis kesakitan ketika dipijat ibunya. 

"Kenapa sih kamu latihan berat banget seperti itu? Moon, jangan deh lakukan itu lagi. Kasihan Hiro," kata nyonya Iskha. 

"Nggak apa-apa bunda. Aku masih kuat koq. Aku harus melatih diriku. Sebab aku tak mau mengecewakan Moon. Aku akan hajar si Suni itu. Dia kuat sekali," kata Hiro sambil mengepalkan tinju dan memukul telapak tangannya. 

Nyonya Iskha menoyor kepala Hiro, lalu menjewernya, "Kamu ini dibilangin ibumu sendiri kaya' gitu."

"Ampun, ampun...maaf bunda," kata Hiro. 

Aku tertawa melihat tingkahnya seperti anak kecil. Aku terus menemani mereka ngobrol banyak hal. Hingga akhirnya Hiro selesai diurut. 

Nyonya Iskha akan pergi tapi dia menatap tajam ke arahku. "Aku tinggal, tapi awas ya, jangan macem-macem!"

Aku membungkuk kepadanya.

"Apaan sih bunda, emangnya mau ngapain?" kata Hiro.

"Dua anak muda, saling cinta, sendirian. Mau ngapain coba?" kata Nyonya Iskha.

Wajahku merah padam karena malu. 

"Bunda kaya' nggak pernah muda aja," kata Hiro. Dia lalu mendorong ibunya. "Udah sana, aku ama Moon mau bicara pribadi nih."

"Ingat Hiro, kamu masih sekolah. Lulus aja belum. Jangan hamili anak gadis orang!" kata Nyonya Iskha.

"Tenang aja nyonya, saya akan tembak kepala Hiro kalau melakukannya," kataku menenangkannya.

"Baik, aku jaga kata-katamu," kata Nyonya Iskha. 

Aku tersenyum. Nyonya Iskha pun keluar kamar. Hiro menutup pintu. 

"Bunda, jangan nguping ya," kata Hiro. 

"Nggak, cuma penasaran aja," kata Nyonya Iskha di luar pintu. 

Hiro membuka pintu dan tampak ibunya masih di sana menempelkan telinganya ke pintu. Hiro menampakkan wajah tak suka. 

"Iya, iya, ibu pergi," kata Nyonya Iskha sambil nyengir. Aku tertawa geli melihat mereka. Setelah yakin ibunya pergi Hiro lalu menutup pintu. 

Hiro lalu duduk di atas tempat tidurnya. Dia menatapku. Aku menghela nafas.

"Ada yang ingin aku sampaikan tentang Devita," kataku.

"Apa?"

"Dia minta ijin kepadamu agar dia bisa menyentuh Faiz," kataku.

"Hah? Maksudnya?"

"Dia tak tega melihat Faiz setiap hari memegang tangan Devita. Dia ingin bisa menyentuhnya, paling tidak dia ingin bisa mengatakan perasaan cintanya kepadanya. Dan ingin menyampaikan kepada Faiz semuanya baik-baik saja."

"Tidak, aku tidak faham. Apakah cuma segitu? Tidak mungkin Devita cuma ingin segitu."

"Pastinya tidak. Cintanya kepada kakakmu ternyata sangat besar. Mereka berdua sama-sama mencintai. Aku bisa merasakannya ketika aku dekat dengan Faiz. Dadaku berdegup lebih kencang Hiro. Ini semua adalah perasaan Devita. Setiap kali melihat kakakmu menggenggam tubuhnya yang tak bergerak itu dia menangis. Aneh memang sebelah mataku menangis sebelahnya tidak."

"Tapi itu tubuhmu Moon, aku tak akan rela kamu dijamah siapapun," Hiro sedikit emosi. Aku tahu dia sangat mencintaiku.

"Aku tahu, kamu tak akan setuju. Aku akan sampaikan kepada Devita. Bahwa ini sesuatu yang tidak mungkin."

Aku dan Hiro terdiam lama. Tiba-tiba ia berdiri. Ia membuka pintunya ingin keluar dari kamar. 

"Hiro!?" panggilku.

"Lakukanlah, biarlah malam ini Devita menemui Mas Faiz. Tapi,...lakukan asal jangan sampai aku melihatnya. Karena aku sangat tidak suka akan hal ini," kata Hiro.

"Aku tahu kamu akan marah. Tapi, aku tak bisa mengendalikan diriku Hiro. Kamu tak tahu rasanya di dalam tubuh ada dua kepribadian. Semuanya menginginkan hal yang berbeda. Tapi hanya satu tubuh yang bisa melakukannya," aku terisak. Aku lalu memeluk Hiro dari belakang. "Maafkan aku."

"Kamu tak salah. Tapi berjanjilah, kamu jangan pernah sadar ketika Devita mendekat ke Mas Faiz. Aku tak mau kenanganmu bercampur dengan kenangan Devita," kata Hiro. 

"Aku berjanji, aku akan berusaha," kataku.

Hiro berbalik. Dia menciumku. Oh, bibir inilah yang sekarang aku sukai. Hiroo.. Aku balas ciumannya. 

"Bibir ini milikku, rambut merahmu milikku. Dan hati ini juga milikku. Pergilah, tapi ingat aku tak mau kamu punya memory dari Devita. Aku mengijinkannya hanya malam ini," kata Hiro.

"Makasih Hiro, terima kasih," aku memeluknya. 

Dalam sekejap aku pun tak sadar. 

NARASI DEVITA

Aku langsung melepaskan pelukan ini. Hiro kaget. Karena tiba-tiba tubuh Moon berubah kepribadiannya. 

"Makasih Hiro," kataku. "Aku Devita, aku mengucapkan banyak terima kasih."

"Aku akan keluar melanjutkan latihanku," katanya. 

Aku gembira sekali. Segera aku ke kamarnya Faiz. Faiz aku datang. Kuketuk pintu kamarnya. 

"Masuk," kata Faiz. 

Aku pun masuk. Kulihat Faiz sedang duduk di samping tubuhku. Dia sedikit terkejut melihatku.

"Kamu Devita atau Moon?" tanyanya.

"Aku Devita," kataku.

Faiz berdiri, aku langsung berlari ke arahnya dan memeluknya. "Faiz..ohh...aku ingin dipeluk. Plis jangan lepaskan pelukanmu. Kumohon...aku merindukanmu."

Aneh memang, suaraku tak sama dengan suaraku yang dulu. Ini adalah suara Moon. Faiz tak tahu harus berbuat apa. Aku lalu menciumi dadanya. Dada bidangnya yang kekar. 

"Tidak Dede...jangan!" katanya. 

"Aku rindu kamu Faiz, aku rindu," kataku.

"Bagaimana Hiro? Aku tak mau dia mengetahui kita seperti ini. Ini tubuh Moon, tubuhmu ada di sini. Lihatlah!" kata Faiz.

"Faiz, tubuh ini hanyalah vesel. Jiwaku sekarang ada di tubuh Moon. Seluruh perasaanku ada di sini," kataku. 

"Aku tak bisa melakukan ini Dede, tubuh ini bukan tubuhmu. Aku tak mau menyakiti perasaan Hiro," kata Faiz. "Kamu boleh berbuat apa saja tapi jangan seperti ini."

"Kamu tak menghargai perasaanku. Moon sudah berkorban dan mengijinkan aku mengambil alih dirinya sesaat. Hiro juga sudah mengijinkanku malam ini, hanya malam ini untuk bersamamu," aku makin mendekap Faiz.

"Dede, aku...aku tak bisa," kata Faiz. 

"Pejamkan matamu!" pintaku. "Kau tak perlu melihatku. Aku tahu ini berat bagimu, bagiku juga. Tapi aku ingin memberitahumu bahwa aku masih hidup. Aku ada di sini. Di dekatmu walaupun dekat, aku merasa dirimu jauh."

Faiz pun memejamkan matanya. 

"Kamu masih ingat ketika kita berciuman untuk pertama kalinya?" tanyaku.

"Iya, aku masih ingat," kata Faiz.

"Setelah kamu pergi itu, aku bertekad untuk mencarimu. Dan nasib pun membawaku masuk ke Sekolah Intelejen Negara. Aku kemudian menjadi anggota BIN. Awalnya aku pikir kamu sudah melupakanku. Sampai kemudian aku mendapatkan misi ini. Lalu aku melihat wajahmu lagi," kataku. Kudorong pelan tubuh Faiz. Kini ia duduk di kursi. 

Aku kemudian menaikkan kaosnya. Kini dadanya yang bidang itu terlihat. Aku ciumi dada itu. Faiz tak membuka matanya. 

"Dede, ohh...jangan!" katanya lirih. 

Maafkan aku Moon. Please, hanya ini saja. Hanya malam ini. Aku membuka baju atasku. Aku arahkan kedua tangan Faiz ke dadaku. Walaupun ini tubuh Moon, tapi aku juga ikut merasakannya. Syaraf-syarafku merasakan sepenuhnya bagaimana lembutnya tangan Faiz menyentuhku. Aku memandu Faiz untuk meremas dadaku. Awalnya Faiz hanya pasif meremas. Lambat laun aku biarkan dia meremas sendiri. Ohh...tangannya kasar tapi bisa membawaku melayang hanya dengan menyentuh dadaku. Dan kini ia mencubit putingku. Ahhkk...syaraf-syaraf tubuhku seperti kesetrum. 

Ini gila memang. Kalau orang melihat, mungkin sekarang ini Jung Ji Moon sedang dijamah oleh Faiz. Masih dengan menutup matanya, Faiz mulai berinisiatif. Kepalanya ia majukan dan mulai mengulum putingku. Ahhkk...aku masih normal, aku bisa merasakan bagaimana dia mengenyot dadaku. Sama seperti yang dilakukannya kemarin. Faiz...aku milikmu.

Aku peluk kekasihku ini. Dia pun berinisiatif sendiri. Membuka kancing celanaku, lalu menurunkannya. Ahh...aku ditelanjangi. Aku tak pakai celana dalam memang, tidak. Moonlah yang tidak pakai. Mungkin karena tak ada baju yang ia bawa. Aku tak peduli. Ini justru memberi keuntungan ama Faiz. Juga diriku. 

Faiz terus menggelitik tubuhku. Dicium dan dihisapnya setiap jengkal tubuhku...tidak, ini tubuh Moon. Tapi ini juga tubuhku. Arghh...anggap saja ini tubuhku. Faiz tak membuka matanya sama sekali. Ia benar-benar membayangkan diriku sekarang. Aku kemudian membuka resleting celananya. Kucari-cari batang yang sudah mengeras di balik celana dalamnya. Kubuka sedikit dan menyembullah tongkat perkasa yang mengacung ke atas layaknya Tugu Monas.

Tanganku meremasnya, namun tiba-tiba mata Faiz terbuka.

"Hentikan! Tidak...hentikan ini!" perintahnya.

"Kenapa Faiz?" tanyaku.

"Jangan...!" Faiz mendorongku. Dia memakaikan lagi bajuku. Membenahi bajuku lagi. 

"Faiz....tak apa-apa," kataku.

"Aku akan menunggu sampai dirimu kembali lagi, tidak dengan cara seperti ini," katanya. 

Aku menunduk.

"Kalau kamu ingin menghiburku tak apa-apa, tapi jangan lakukan itu. Aku tak mau menyakiti hati adikku sendiri," kata Faiz. "Lagipula aku sudah berjanji kepadamu, aku tak akan menyentuh wanita lain selain dirimu. Aku akan tetap berusaha mencari cara untuk mengembalikan dirimu."

"Oh...Faiz," aku peluk dia. Dia sangat jantan dan menepati janjinya. Aku tak salah menunggunya selama ini.

NARASI HIRO

Mendengar penjelasan Moon tadi aku sangat marah. Ya jelaslah, siapa yang mau orang yang dicintainya dijamah orang lain. Nggak rela aku pokoknya nggak rela. Setelah ngobrol tadi aku segera keluar rumah. Cari angin. Mukul-mukul angin. Halaman rumah Bunda Putri ini cukup besar. Walaupun tinggal sendirian di rumah sebesar ini, rasanya rumah ini masih tertata rapi, baik halamannya, tanamannya masih terawat. 

Entah kenapa aku ingin melihat apa yang terjadi di kamar kakakku. Sebagai kekasihnya Moon, aku sangat cemburu tentu saja. Aku pun memberanikan diri melangkahkan kakiku mendekati jendela kamar kakakku. Dan Aku melihat Moon yang dalam kondisi kesadaran Devita mencium Mas Faiz. Sekalipun dibilang itu personalitynya Devita tetap saja aku melihat Moon. Kumohon jangan lakukan itu jangan. Dan oh shit! Moon membuka bajunya. Mas Faiz tangannya ditarik untuk memegang payudara Moon. Dan hei, jangan sembarangan menciumi cewek orang! Wah gila, Moon mulai mengeluarkan itunya Mas Faiz. 

Jangan! Jangan! Itu terlalu jauh! Eh...lho, berhenti??

Aku melihat semuanya dari jendela kamar kakakku. Aku hampir saja copot jantungku menahan emosi. Terutama saat tubuh Moon dengan kepribadian Devita itu memeluk kakakku, lalu menciumnya. Dan hampir saja mereka melakukan itu. Aku tak salah mempunyai kakak bernama Faiz junior itu. Aku percaya kepada dia. Dia tak akan menyentuh Moon. Aku menarik nafas lega, kemudian meninggalkan tempat itu dengan perasaan gembira.

0 Response to "Cerita Dewasa Si Rambut Merah Episode 9"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel