Jamuan Seks Di Pedalaman Episode 11
Saturday, March 11, 2017
Add Comment
#POP ANTON#
Pagi itu Lusi hendak menjalani ritual penyambutan tamu, dan aku sudah menduga ritual macam apa itu, pasti tak jauh berbeda dengan ritual yang aku jalani.
Ingin aku menyaksikan jalannya prosesi itu langsung, namun Muna menahanku. Aku tak boleh kesana katanya, karena hanya akan mengganggu jalannya ritual. Akupun membatalkan keinginanku tersebut. Benar-benar tradisi yang aneh menurutku. Tadi kata Mbu'i aku akan menjalani ritual lagi bersama Muna, ritual macam apa lagi ? tak mungkin ritual yang bernama Bundato, sebab aku sudah pernah kesini dan telah menjalani ritual itu.
Entah apa yang sedang terjadi pada Lusi. Entah ritual model apa yang dia jalani, aku tak tahu. Aku mencoba bertanya pada Muna tentang hal itu, tapi Muna malah menyuruhku bertanya pada ibunya, Mbu'i. Dia tidak banyak tahu meskipun dia adalah putri kepala suku. Dia tahu tentang ritual Bundato karena Muni menceritakan padanya bagaimana prosesi itu berlangsung.
"Ritual yang dijalani Kakak Lusi beda dengan ritual yang kak Anton jalani." Muna sedikit menjelaskan.
"Bedanya dimana ?"
"Aku tak tahu persis, Kak" Jawabnya singkat.
"Setahuku bahwa ritual untuk tamu wanita berbeda dengan tamu pria. Soal perbedaannya dimana aku tak tahu" lanjutnya.
Aku manggut-manggut, sedikit faham.
Biarlah, nanti aku akan tanyakan langsung pada Lusi tentang ritual yang dijalaninya.
Dan pagi pun berlalu, berganti siang, dan siang pun mulai melaju menuju petang, sambil berbaring diatas tikar yang terbuat dari batang tumbuhan kecil yang disuku itu dinamakan [i[ti'ohu[/i], aku menunggu Lusi selesai menjalani ritual, namun tak ada tanda-tanda Lusi selesai menjalani prosesi itu. Makanan dan minuman yang diantarkan oleh pelayan rumah sudah habis ludes tak tersisa. Sudah kucoba memejamkan mata, tidur sebentar, namun seakan si kelopak mata atas tak mau ketemu sama sahabatnya si kelopak mata bawah. Jadilah aku kekurangan ion negatif yang memicu terjadinya "ritual" menguap tanpa henti namun tak bisa tidur.
Menjelang malam barulah Tapulu menemuiku. Tak kulihat Lusi bersamanya. Dimana dia ?
"Pak Anton..., Lusi sedang istirahat di kamar, Pak Anton belum bisa menemuinya karena ritual masih akan berlanjut sampai besok pagi" ucap Tapulu saat itu.
"Oh, iya Tapulu " aku menjawab lesu.
"Setelah makan malam nanti, Pak Anton akan segera menjalani ritual."
Aku hanya menatap Tapulu tanpa berkata apa-apa.
"Muna akan menemani Pak Anton malam ini sampai pagi"
Aku tetap diam.
"Muni juga akan membantu Muna menjalani ritual bersama Pak Anton..."
Nah, ini aku baru kaget. Lalu memperbaiki posisi duduk.
"Tapi sebelumnya, Pak Anton terima ini..." Tapulu mengeluarkan sebuah bungkusan kecil, dan didalam bungkusan itu terdapat dua buah pil berwarna hitam, kecil seperti butiran kacang hijau. Aku ingin menanyakan kegunaan pil itu, namun Tapulu kembali bicara..
"ini Pil kami menamakannya Pil Palengge, Pak Anton. Minumlah, dan Pak Anton akan merasakan perubahan pada salah satu bagian tubuh Pak Anton"
Aku menatap benda kecil ditelapak tanganku yang disodorkan Tapulu. Perubahan bagian tubuh ? apa aku akan mempunyai sayap ? ataukah bagian tubuhku yang sering ku sapa dengan panggilan "Otong" akan mengalami perubahan ??? hihihihi... penasaran juga...
"Minumlah sekarang Pil itu, Pak Anton, bagian tubuh Pak Anton akan mengalami perubahan jika terkena air suci nanti. Nanti setelah selesai makan malam kita akan menjalani ritual. Saya tinggal dulu..." ucap Pak Anton sambil beriri dan melangkah pergi.
Aku memandang Pil kecil itu. Apa pula ini ? ah, tanpa ragu aku menelan pil itu. Tak ada rasa, hambar. Dan reaksi yang timbul setelah pil itu kutelan ? tak ada sama sekali, aku tak merasakan apapun......
Dan, makan malampun selesai.
Tapulu lalu mengajakku ke tepi danau, hendak menjalani ritual katanya. Tapi yang agak aneh bagiku adalah tentang kepergian kami berdua. Tak ada Muna, Muni atau Mbu'i yang ikut bersama kami. Jangan-jangan.... hahhhhh ?????! apakah Tapulu akan menjadi pasanganku dalam berhubungan seks ? Mahokah dia ? Ah..! tak mungkin...!
Tapulu menyuruhku melakukan hal seperti dulu aku menjalani ritual Bundato. Hanya bedanya aku saat itu berdua bersama Mbu'i.
Selesai diguyur dan dimantrai, dengan berdebar aku menunggu apa yang akan dilakukan Tapulu nanti. Semoga saja Tapulu bukan maho, semoga ini prosesinya memang seperti ini, berbeda sedikit dengan bundato, semoga saja "sang penguasa darat dan laut" tidak membisikkan hal gila kepada Tapulu dan menyuruhnya menyodomi aku...., hiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii...!
Dan syukurlah, kepanikanku tak terbukti. Tapulu mengajakku kembali ke rumah. Disana sudah menanti Muna dan Muni. Pakaian mereka nampak basah kuyup.
"Muna dan Muni telah menjalani ritual bersama isteri saya, Pak Anton" Tapulu seakan bisa mendengar semua pertanyaan-pertanyaan yang terus berkecamuk dalam hatiku. " Kali ini saya hanya bertugas memandikan Pak Anton dengan air mantera suci, dan isteri saya bertugas memandikan Muna dan Muni dengan air mantera suci"
Huffffhhhh..... lega rasanya mendengar penjelasan itu.
Muna dan Muni sama-sama tersenyum padaku, senyum penuh arti yang berbeda tentunya... hehehe.
"Nah, Pak Anton..., silahkan menjalani ritual bersama kedua putri saya. Maaf, saya tak bisa menemani Pak Anton, karena saya harus melanjutkan ritual bersama Lusi" ujar Tapulu. Kemudian Tapulu pun pergi, masuk ke salah satu kamar. Mungkin disana ada Lusi. Selamat bersenang-senang Lusi....... hehehehehehe
Muna dan Muni mulai melucuti pakaian mereka satu persatu, dari baju, rok, bh, cd dan...., uppppssss, salah..! mereka melucuti pakaian mereka satu persatu, baju, rok dan bugillah mereka dengan sempurna dihadapanku.
Tubuh Muna sangat sempurna, aku sudah pernah melihatnya bahkan menikmatinya, namun masih juga membangunkan si Otong dari tidurnya. Tubuh Muni tak kalah menariknya, padat, mulus dan.. pokoknya seksi abisssss....
Melihat mereka bugil, akupun segera melucuti pakaianku hingga tak ada satupun yang masih melekat, artinya sama bugil seperti mereka.
"Waw..., Kak Anton..?!?!, punya Kak Anton Kok jadi gitu ?" hussssyy ! ni anak malah teriak melihat penisku yang pernah keluar masuk di vaginanya. Dia tak menyadari bahwa kalimatnya itu akan membuat Muni tahu bahwa aku sudah memerawaninya ? tapi kok dia bisa teriak begitu ya ?
"Hah ???!???!" aku terpekik kaget. Kok bisa gini ? penisku berubah ukuran. Super......!
"ini kok jadi gini ?" aku bingung.
Muni yang melihat kepanikan Muna dan aku malah tersenyum.
"Kak Anton diberi Bapak sebutir Pil ?" tanyanya.
"Iya...."
"Jangan panik gitu kak. Itu efek dari pil setelah kena guyuran air suci."
Ooooohhhh.... ini to yang dimaksud Tapulu. Hihihihihi...., hebat juga. Aku mau minta banyak nanti, buat bekal ekse sama WP nanti... hihihihi
***(ini benar-benar kulakukan, aku meminta pil itu, tapi sayang tak boleh. Tapi Tapulu mengatakan bahwa ukuran itu akan bertahan selama lima tahun, dan memang dua tahun berlalu penisku masih berukuran super seperti itu, sehingga Lusi masih terus menginginkannya meskipun dia sudah menikah)***
Muna masih belum menampakkan tanda-tanda hendak mendekatiku, matanya masih saja menatap si Otong yang telah ber evolusi,
Tak ada gerakan, Muna masih mematung...
"Kenapa Muna ?" tanyaku mencoba menyelidik
"Apa itu bisa berubah secepat itu, Kak Anton ?" Muna balik bertanya sambil menunjuk ke arah si Otong.
Aku tersenyum. Muni mulai beraksi. Bunyi gemerincing kalung yang tergantung dilehernya mengiringi gerakan tubuhnya yang mulai perlahan berjongkok didepan si Otong yang mengacung dengan sempurna. Sejenak dia menoleh ke arah Muna yang masih berdiri mematung...
"Ayo ..... " ajaknya pada Muna
Agak ragu kulihat Muna berjalan mendekatiku. Mungkin perubahan bentuk tubuh si Otong membuat dia agak ngeri, maklumlah..., meskipun sudah tak perawan lagi, tapi Muna mungkin masih merasakan bayangan perih pada vaginanya.
Berbeda dengan Muni. Agresif, lihay, cekatan, rajin dan pintar. Lho kok pake cekatan, rajin dan pintar segala ? hehehehe
Muna ikutan jongkok disamping Muni. Tangannya dipegang Muni lalu diarahkan ke batangku. Pelan namun pasti, Muna mulai mengocok batangku. Kuraih payudara Muni yang montok dengan tangan kananku, lalu payudara Muna dengan tangan kiriku. Hmmmm, aku memonopoli kedua gadis ini.
Ku raih kepala Muna kemudian, aku arahkan penisku ke mulut gadis itu. Sejenak Muna dan Muni bertatapan, setelah Muni menganggukkan kepala tanda mempersilahkan, Muna langsung membuka mulutnya dan... happppp....! masuklah si Otong kedalam mulut Muna, ekh... tidak...!
Si Otong menggeliat, hanya sebagian kepalanya saja yang sanggup menengok ke dalam, melihat barisan gigi dan lidah. Ujung penisku terasa sangat geli ketika menyentuh gigi Muna. Ughhh..
Merasa tak berhasil memasukkan si Otong, Muna menjilati kepala si Otong. Nikmat saudara-saudara ..! hufffh...! capek rasanya dijilati dalam keadaan berdiri meskipun rasa nikmat menyelinginya.
Akupun lalu berbaring terlentang, diapit Muna dan Muni. Aktivitas Muna masih belum berubah. Dengan memposisikan tubuhnya diantara pahaku dia terus menjilati si Otong, kepalanya, batangnya, lalu kembali lagi ke kepalanya. Tangannya yang satu menggenggam si Otong dan yang satunya lagi asyik mempermainkan buah pelir.
Sementara itu Muni mulai merayap diatas dadaku. Payudaranya yang montok menggesek dadaku menimbulkan sensasi birahi yang hebat. Perlahan Muni mendekatkan wajahnya ke wajahku, lalu bibirnya pun mengecup bibirku. Hmmm, sensasi basah dan hangat. Dengan buas aku melumat bibirnya, lalu kusisipkan lidahku masuk ke mulutnya dan menyapu lidahnya yang juga dengan spontan membalas sapuan itu dengan lilitan yang penuh nafsu. Setelah lama saling mengecup dan menghisap, Muni menghentikan aksinya. Ditariknya Muna agar menggantikan posisinya, lalu dia menggantikan posisi Muna.
Sebelum Muna mendekatkan wajahnya ke wajahku, aku mendorong tubuhnya, memintanya mengangkangi wajahku. Muna menurutinya.
Belahan vagina yang merah dan ranum terpampang dengan sangat jelas di depan wajahu. Semakin dekat ke wajahku seiring Muna mulai menurunkan pantatnya.
Slurrrrrppp...., kujilati dengan rakus belahan berlendir itu. Ku cucukkan lidahku, lalu menari-nari menyentuh klitorisnya yang mulai membesar dan mencuat keluar.
"Uhhhhmmmm.... arrrrggghhh.... sshhhhhsshhh.." Muna mulai mengerang. Pinggulnya digoyangkan hingga klitorisnyapun semakin kuat menggesek dan menekan lidahku yang berusaha terus membelah vaginanya. Seiring dengan itu juga, kocokan Muni pada penisku semakin cepat dan berirama. Kadang lambat kadang cepat.
Setelah dirasa cukup, Muna bangit berdiri, lalu maju ke depan, hingga vaginanya tepat diatas penisku yang semakin sempurna mengacung. Dengan bantuan Muni, Muna mengarahkan penisku ke belahan vaginanya. Digesek-gesekkan ke klitorisnya sesaat, lalu dengan perlahan penisku mulai menguak belahan vagina itu, menyusup dengan gagah berani dan menancap setengah tiang di lubang kenikmatan itu.
"Kak Muna ??!" tiba-tiba Muni berseru. "Kenapa langsung amblas seperti itu ? bukankah Kak Muna belum pernah disetubuhi oleh pria manapun ?"
Muna terdiam, gugup. Tubuhnya tiba-tiba menegang dengan penis yang masih menancap setengah diliang senggamanya
"Itu artinya Kak Muna sudah disetubuhi Kak Anton ?" tanya Muni menyelidiki.
Muna makin gugup. Tubuhnya menggigil pelan.
"Kak Muna telah melanggar pantangan Bapak. Ini bisa jadi bencana...." Muni mulai terisak penuh ketakutan.
Melihat suasana yang berubah seperti ini, birahiku yang tadinya meletup-letup mereda dengan cepat.
"Dan...., mana bandul pemberian Ibu ? Mana Kak Muna ? "
Muna mulai terisak diatas tubuhku. Wajahnya ditutupinya dengan kedua telapak tangannya.
"Jawab Kak Muna... ! Jawab !" bentak Muni. Suaranya melengking keras.
Segera aku bangkit dan mendorong tubuh Muna yang duduk diatas selangkanganku dengan penis yang masih menancap di vaginanya. Muna terhempas. Tubuh bugilnya berguncang-guncang menahan isakan yang semakin jelas terdengar. Aku panik, gugup, takut... dan apalagi nama lainnya..., pokoknya aku menjadi panik tak terkira.
"Kak Muna kenapa melanggarnya ????!" sangat keras bentakan itu. Pasti terdengar hingga ke kamar tempat Tapulu dan Lusi sedang mengadu kekuatan.
Aku semakin gugup, Muna pun semakin terisak. Kulihat Mbu'i datang berjalan dengan cepat menuju ke arah kami. Mati aku... ! sebentar lagi akan terjadi sesuatu di rumah ini. Pada Muna, padaku, pada Lusi juga mungkin....!
"Ada apa dengan kalian ? teriak-teriak ! bagaimana jika didengar oleh Bapak ?" ucap Mbu'i dengan nada gusar.
"Kak Muna ! dia telah melanggar pantangan dari Bapak !" ucap Muni.
"Melanggar bagaimana ?"
"Mereka sudah bersetubuh sebelumnya tanpa izin Bapak !"
"Hah ?" Mbu'i terpekik. "Benar Muna ? dan... hey...! kenapa kau tak memakai kalungmu ? Mana kalung pemberian Ibu ? Hah ?!"
Sambil menguncang-guncang tubuh Muna, Mbu'i berteriak keras. Menghardik, mencaci dan ...
"Dan Kau...., kau menyebabkan bencana di suku ini. Kau sungguh durjana..."
Mbu'i mengancungkan telunjuknya ke wajahku dengan geram.
Keringat dingin membasahi tubuhku. Teramat panik, gugup dan takut....!
Pagi itu Lusi hendak menjalani ritual penyambutan tamu, dan aku sudah menduga ritual macam apa itu, pasti tak jauh berbeda dengan ritual yang aku jalani.
Ingin aku menyaksikan jalannya prosesi itu langsung, namun Muna menahanku. Aku tak boleh kesana katanya, karena hanya akan mengganggu jalannya ritual. Akupun membatalkan keinginanku tersebut. Benar-benar tradisi yang aneh menurutku. Tadi kata Mbu'i aku akan menjalani ritual lagi bersama Muna, ritual macam apa lagi ? tak mungkin ritual yang bernama Bundato, sebab aku sudah pernah kesini dan telah menjalani ritual itu.
Entah apa yang sedang terjadi pada Lusi. Entah ritual model apa yang dia jalani, aku tak tahu. Aku mencoba bertanya pada Muna tentang hal itu, tapi Muna malah menyuruhku bertanya pada ibunya, Mbu'i. Dia tidak banyak tahu meskipun dia adalah putri kepala suku. Dia tahu tentang ritual Bundato karena Muni menceritakan padanya bagaimana prosesi itu berlangsung.
"Ritual yang dijalani Kakak Lusi beda dengan ritual yang kak Anton jalani." Muna sedikit menjelaskan.
"Bedanya dimana ?"
"Aku tak tahu persis, Kak" Jawabnya singkat.
"Setahuku bahwa ritual untuk tamu wanita berbeda dengan tamu pria. Soal perbedaannya dimana aku tak tahu" lanjutnya.
Aku manggut-manggut, sedikit faham.
Biarlah, nanti aku akan tanyakan langsung pada Lusi tentang ritual yang dijalaninya.
Dan pagi pun berlalu, berganti siang, dan siang pun mulai melaju menuju petang, sambil berbaring diatas tikar yang terbuat dari batang tumbuhan kecil yang disuku itu dinamakan [i[ti'ohu[/i], aku menunggu Lusi selesai menjalani ritual, namun tak ada tanda-tanda Lusi selesai menjalani prosesi itu. Makanan dan minuman yang diantarkan oleh pelayan rumah sudah habis ludes tak tersisa. Sudah kucoba memejamkan mata, tidur sebentar, namun seakan si kelopak mata atas tak mau ketemu sama sahabatnya si kelopak mata bawah. Jadilah aku kekurangan ion negatif yang memicu terjadinya "ritual" menguap tanpa henti namun tak bisa tidur.
Menjelang malam barulah Tapulu menemuiku. Tak kulihat Lusi bersamanya. Dimana dia ?
"Pak Anton..., Lusi sedang istirahat di kamar, Pak Anton belum bisa menemuinya karena ritual masih akan berlanjut sampai besok pagi" ucap Tapulu saat itu.
"Oh, iya Tapulu " aku menjawab lesu.
"Setelah makan malam nanti, Pak Anton akan segera menjalani ritual."
Aku hanya menatap Tapulu tanpa berkata apa-apa.
"Muna akan menemani Pak Anton malam ini sampai pagi"
Aku tetap diam.
"Muni juga akan membantu Muna menjalani ritual bersama Pak Anton..."
Nah, ini aku baru kaget. Lalu memperbaiki posisi duduk.
"Tapi sebelumnya, Pak Anton terima ini..." Tapulu mengeluarkan sebuah bungkusan kecil, dan didalam bungkusan itu terdapat dua buah pil berwarna hitam, kecil seperti butiran kacang hijau. Aku ingin menanyakan kegunaan pil itu, namun Tapulu kembali bicara..
"ini Pil kami menamakannya Pil Palengge, Pak Anton. Minumlah, dan Pak Anton akan merasakan perubahan pada salah satu bagian tubuh Pak Anton"
Aku menatap benda kecil ditelapak tanganku yang disodorkan Tapulu. Perubahan bagian tubuh ? apa aku akan mempunyai sayap ? ataukah bagian tubuhku yang sering ku sapa dengan panggilan "Otong" akan mengalami perubahan ??? hihihihi... penasaran juga...
"Minumlah sekarang Pil itu, Pak Anton, bagian tubuh Pak Anton akan mengalami perubahan jika terkena air suci nanti. Nanti setelah selesai makan malam kita akan menjalani ritual. Saya tinggal dulu..." ucap Pak Anton sambil beriri dan melangkah pergi.
Aku memandang Pil kecil itu. Apa pula ini ? ah, tanpa ragu aku menelan pil itu. Tak ada rasa, hambar. Dan reaksi yang timbul setelah pil itu kutelan ? tak ada sama sekali, aku tak merasakan apapun......
Dan, makan malampun selesai.
Tapulu lalu mengajakku ke tepi danau, hendak menjalani ritual katanya. Tapi yang agak aneh bagiku adalah tentang kepergian kami berdua. Tak ada Muna, Muni atau Mbu'i yang ikut bersama kami. Jangan-jangan.... hahhhhh ?????! apakah Tapulu akan menjadi pasanganku dalam berhubungan seks ? Mahokah dia ? Ah..! tak mungkin...!
Tapulu menyuruhku melakukan hal seperti dulu aku menjalani ritual Bundato. Hanya bedanya aku saat itu berdua bersama Mbu'i.
Selesai diguyur dan dimantrai, dengan berdebar aku menunggu apa yang akan dilakukan Tapulu nanti. Semoga saja Tapulu bukan maho, semoga ini prosesinya memang seperti ini, berbeda sedikit dengan bundato, semoga saja "sang penguasa darat dan laut" tidak membisikkan hal gila kepada Tapulu dan menyuruhnya menyodomi aku...., hiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii...!
Dan syukurlah, kepanikanku tak terbukti. Tapulu mengajakku kembali ke rumah. Disana sudah menanti Muna dan Muni. Pakaian mereka nampak basah kuyup.
"Muna dan Muni telah menjalani ritual bersama isteri saya, Pak Anton" Tapulu seakan bisa mendengar semua pertanyaan-pertanyaan yang terus berkecamuk dalam hatiku. " Kali ini saya hanya bertugas memandikan Pak Anton dengan air mantera suci, dan isteri saya bertugas memandikan Muna dan Muni dengan air mantera suci"
Huffffhhhh..... lega rasanya mendengar penjelasan itu.
Muna dan Muni sama-sama tersenyum padaku, senyum penuh arti yang berbeda tentunya... hehehe.
"Nah, Pak Anton..., silahkan menjalani ritual bersama kedua putri saya. Maaf, saya tak bisa menemani Pak Anton, karena saya harus melanjutkan ritual bersama Lusi" ujar Tapulu. Kemudian Tapulu pun pergi, masuk ke salah satu kamar. Mungkin disana ada Lusi. Selamat bersenang-senang Lusi....... hehehehehehe
Muna dan Muni mulai melucuti pakaian mereka satu persatu, dari baju, rok, bh, cd dan...., uppppssss, salah..! mereka melucuti pakaian mereka satu persatu, baju, rok dan bugillah mereka dengan sempurna dihadapanku.
Tubuh Muna sangat sempurna, aku sudah pernah melihatnya bahkan menikmatinya, namun masih juga membangunkan si Otong dari tidurnya. Tubuh Muni tak kalah menariknya, padat, mulus dan.. pokoknya seksi abisssss....
Melihat mereka bugil, akupun segera melucuti pakaianku hingga tak ada satupun yang masih melekat, artinya sama bugil seperti mereka.
"Waw..., Kak Anton..?!?!, punya Kak Anton Kok jadi gitu ?" hussssyy ! ni anak malah teriak melihat penisku yang pernah keluar masuk di vaginanya. Dia tak menyadari bahwa kalimatnya itu akan membuat Muni tahu bahwa aku sudah memerawaninya ? tapi kok dia bisa teriak begitu ya ?
"Hah ???!???!" aku terpekik kaget. Kok bisa gini ? penisku berubah ukuran. Super......!
"ini kok jadi gini ?" aku bingung.
Muni yang melihat kepanikan Muna dan aku malah tersenyum.
"Kak Anton diberi Bapak sebutir Pil ?" tanyanya.
"Iya...."
"Jangan panik gitu kak. Itu efek dari pil setelah kena guyuran air suci."
Ooooohhhh.... ini to yang dimaksud Tapulu. Hihihihihi...., hebat juga. Aku mau minta banyak nanti, buat bekal ekse sama WP nanti... hihihihi
***(ini benar-benar kulakukan, aku meminta pil itu, tapi sayang tak boleh. Tapi Tapulu mengatakan bahwa ukuran itu akan bertahan selama lima tahun, dan memang dua tahun berlalu penisku masih berukuran super seperti itu, sehingga Lusi masih terus menginginkannya meskipun dia sudah menikah)***
Muna masih belum menampakkan tanda-tanda hendak mendekatiku, matanya masih saja menatap si Otong yang telah ber evolusi,
Tak ada gerakan, Muna masih mematung...
"Kenapa Muna ?" tanyaku mencoba menyelidik
"Apa itu bisa berubah secepat itu, Kak Anton ?" Muna balik bertanya sambil menunjuk ke arah si Otong.
Aku tersenyum. Muni mulai beraksi. Bunyi gemerincing kalung yang tergantung dilehernya mengiringi gerakan tubuhnya yang mulai perlahan berjongkok didepan si Otong yang mengacung dengan sempurna. Sejenak dia menoleh ke arah Muna yang masih berdiri mematung...
"Ayo ..... " ajaknya pada Muna
Agak ragu kulihat Muna berjalan mendekatiku. Mungkin perubahan bentuk tubuh si Otong membuat dia agak ngeri, maklumlah..., meskipun sudah tak perawan lagi, tapi Muna mungkin masih merasakan bayangan perih pada vaginanya.
Berbeda dengan Muni. Agresif, lihay, cekatan, rajin dan pintar. Lho kok pake cekatan, rajin dan pintar segala ? hehehehe
Muna ikutan jongkok disamping Muni. Tangannya dipegang Muni lalu diarahkan ke batangku. Pelan namun pasti, Muna mulai mengocok batangku. Kuraih payudara Muni yang montok dengan tangan kananku, lalu payudara Muna dengan tangan kiriku. Hmmmm, aku memonopoli kedua gadis ini.
Ku raih kepala Muna kemudian, aku arahkan penisku ke mulut gadis itu. Sejenak Muna dan Muni bertatapan, setelah Muni menganggukkan kepala tanda mempersilahkan, Muna langsung membuka mulutnya dan... happppp....! masuklah si Otong kedalam mulut Muna, ekh... tidak...!
Si Otong menggeliat, hanya sebagian kepalanya saja yang sanggup menengok ke dalam, melihat barisan gigi dan lidah. Ujung penisku terasa sangat geli ketika menyentuh gigi Muna. Ughhh..
Merasa tak berhasil memasukkan si Otong, Muna menjilati kepala si Otong. Nikmat saudara-saudara ..! hufffh...! capek rasanya dijilati dalam keadaan berdiri meskipun rasa nikmat menyelinginya.
Akupun lalu berbaring terlentang, diapit Muna dan Muni. Aktivitas Muna masih belum berubah. Dengan memposisikan tubuhnya diantara pahaku dia terus menjilati si Otong, kepalanya, batangnya, lalu kembali lagi ke kepalanya. Tangannya yang satu menggenggam si Otong dan yang satunya lagi asyik mempermainkan buah pelir.
Sementara itu Muni mulai merayap diatas dadaku. Payudaranya yang montok menggesek dadaku menimbulkan sensasi birahi yang hebat. Perlahan Muni mendekatkan wajahnya ke wajahku, lalu bibirnya pun mengecup bibirku. Hmmm, sensasi basah dan hangat. Dengan buas aku melumat bibirnya, lalu kusisipkan lidahku masuk ke mulutnya dan menyapu lidahnya yang juga dengan spontan membalas sapuan itu dengan lilitan yang penuh nafsu. Setelah lama saling mengecup dan menghisap, Muni menghentikan aksinya. Ditariknya Muna agar menggantikan posisinya, lalu dia menggantikan posisi Muna.
Sebelum Muna mendekatkan wajahnya ke wajahku, aku mendorong tubuhnya, memintanya mengangkangi wajahku. Muna menurutinya.
Belahan vagina yang merah dan ranum terpampang dengan sangat jelas di depan wajahu. Semakin dekat ke wajahku seiring Muna mulai menurunkan pantatnya.
Slurrrrrppp...., kujilati dengan rakus belahan berlendir itu. Ku cucukkan lidahku, lalu menari-nari menyentuh klitorisnya yang mulai membesar dan mencuat keluar.
"Uhhhhmmmm.... arrrrggghhh.... sshhhhhsshhh.." Muna mulai mengerang. Pinggulnya digoyangkan hingga klitorisnyapun semakin kuat menggesek dan menekan lidahku yang berusaha terus membelah vaginanya. Seiring dengan itu juga, kocokan Muni pada penisku semakin cepat dan berirama. Kadang lambat kadang cepat.
Setelah dirasa cukup, Muna bangit berdiri, lalu maju ke depan, hingga vaginanya tepat diatas penisku yang semakin sempurna mengacung. Dengan bantuan Muni, Muna mengarahkan penisku ke belahan vaginanya. Digesek-gesekkan ke klitorisnya sesaat, lalu dengan perlahan penisku mulai menguak belahan vagina itu, menyusup dengan gagah berani dan menancap setengah tiang di lubang kenikmatan itu.
"Kak Muna ??!" tiba-tiba Muni berseru. "Kenapa langsung amblas seperti itu ? bukankah Kak Muna belum pernah disetubuhi oleh pria manapun ?"
Muna terdiam, gugup. Tubuhnya tiba-tiba menegang dengan penis yang masih menancap setengah diliang senggamanya
"Itu artinya Kak Muna sudah disetubuhi Kak Anton ?" tanya Muni menyelidiki.
Muna makin gugup. Tubuhnya menggigil pelan.
"Kak Muna telah melanggar pantangan Bapak. Ini bisa jadi bencana...." Muni mulai terisak penuh ketakutan.
Melihat suasana yang berubah seperti ini, birahiku yang tadinya meletup-letup mereda dengan cepat.
"Dan...., mana bandul pemberian Ibu ? Mana Kak Muna ? "
Muna mulai terisak diatas tubuhku. Wajahnya ditutupinya dengan kedua telapak tangannya.
"Jawab Kak Muna... ! Jawab !" bentak Muni. Suaranya melengking keras.
Segera aku bangkit dan mendorong tubuh Muna yang duduk diatas selangkanganku dengan penis yang masih menancap di vaginanya. Muna terhempas. Tubuh bugilnya berguncang-guncang menahan isakan yang semakin jelas terdengar. Aku panik, gugup, takut... dan apalagi nama lainnya..., pokoknya aku menjadi panik tak terkira.
"Kak Muna kenapa melanggarnya ????!" sangat keras bentakan itu. Pasti terdengar hingga ke kamar tempat Tapulu dan Lusi sedang mengadu kekuatan.
Aku semakin gugup, Muna pun semakin terisak. Kulihat Mbu'i datang berjalan dengan cepat menuju ke arah kami. Mati aku... ! sebentar lagi akan terjadi sesuatu di rumah ini. Pada Muna, padaku, pada Lusi juga mungkin....!
"Ada apa dengan kalian ? teriak-teriak ! bagaimana jika didengar oleh Bapak ?" ucap Mbu'i dengan nada gusar.
"Kak Muna ! dia telah melanggar pantangan dari Bapak !" ucap Muni.
"Melanggar bagaimana ?"
"Mereka sudah bersetubuh sebelumnya tanpa izin Bapak !"
"Hah ?" Mbu'i terpekik. "Benar Muna ? dan... hey...! kenapa kau tak memakai kalungmu ? Mana kalung pemberian Ibu ? Hah ?!"
Sambil menguncang-guncang tubuh Muna, Mbu'i berteriak keras. Menghardik, mencaci dan ...
"Dan Kau...., kau menyebabkan bencana di suku ini. Kau sungguh durjana..."
Mbu'i mengancungkan telunjuknya ke wajahku dengan geram.
Keringat dingin membasahi tubuhku. Teramat panik, gugup dan takut....!
0 Response to "Jamuan Seks Di Pedalaman Episode 11"
Post a Comment