I Love You Episode 26

SERIBU KERINDUAN​

Pukul tiga pagi. Tak ada yang istimewa sebenarnya pada waktu itu. Kecuali malam mulai gelap, hawa mulai dingin. Ghea sudah tertidur di luar sana dengan jaketnya. Ia lebih memilih tidur di mobil untuk berjaga-jaga kalau-kalau ada yang datang. Lian dan Putri sudah tertidur karena kelelahan. Arci dan Andini berbaring di atas kasur yang ada di ruang tengah. Lampu sudah dimatikan, tapi cahaya samar-samar yang masuk dari jendela masuk bisa digunakan mereka untuk melihat. Apalagi di depan rumah ada lampu jalan dan teras yang cukup terang.

Andini menciumi Arci, tampaknya ia tak ingin melepaskan bibirnya itu dari bibir suaminya. Arci sedikit mendorongnya.

"Ciuman terus? Nggak pegel itu bibir?" kata Arci dengan suara rendah.

Andini tersenyum. "Biarin."

Mereka pun terlelap dalam keheningan lagi. Arci tak bisa tidur, mungkin karena ditemani Andini.

"Kita boleh nggak sih begituan di sini?" tanya Andini.

"Hmm?? Begituan?"

"Ih, kaya' nggak tahu aja."

"Hehehe, terserah sih. Tapi kalau sampai ribut malu juga kan?"

"Kamu nggak tahu ya? Tadi yang matiin lampunya kan Rahma, dia juga pasti ngerti dong kita kepengen gimana."

"Sok tahu kamu."

"Tapi yang aku beneran, lakuin itu yuk," ajak Andini.

"Serius?"

"Pliiss, perawanin aku sekarang. Aku ingin memberikan semuanya untukmu malam ini."

Arci tahu kerisauan Andini. Keinginan Andini sebenarnya juga sama sepertinya. Ia belum memberikan nafkah batin kepada istrinya, apalagi setelah menikah malah diributkan dengan persoalan ini. Tapi ia juga merasa nggak enak kepada Rahma. Apalagi mereka melakukannya di ruang tengah. Takut saja kalau-kalau ada yang lihat. Tapi melihat Andini yang memelas Arci pun tahu, bahwa kerinduan Andini sudah tak tertahankan lagi. Tidak banyak orang yang akan kuat ketika setelah menikah harus ditinggal oleh kekasih hatinya.

Malam ini Arci masih membelai rambut Andini, dengan cahaya remang-remang ini, di dalam selimut tebal yang mereka rasakan, tanpa merasakan mewahnya tempat tidur, mewahnya kekayaan. Inilah yang sebenarnya ingin dirasakan oleh Arci. Ia tak ingin Andini melihatnya sebagai orang kaya yang punya segalanya. Andini ingin melihatnya sebagai seorang Arci, manusia biasa yang punya kelemahan. Kelemahan Arci adalah orang-orang yang dicintainya, juga dirinya. Andini kemudian melepas baju Arci hingga ia bertelanjang dada.

"Oh sayangku, sakit ya ketika kamu ditembus peluru-peluru itu?" tanya Andini sambil menciumi bekas lukanya.

"Sekarang sudah tidak," jawab Arci.

"Oh, sayangku. Biarkanlah aku menjadi obat penawarmu hari ini. Malam ini biarkan engkau menikmatinya," bisik Andini sambil terus menciumi bekas luka itu. Arci perlahan-lahan menarik baju kaos yang dipakai oleh Andini. Istrinya itu pun membantunya untuk melepaskan kaos itu. Arci tak perlu susah payah membuka bra Andini. Karena Andini membantunya.

"Kamu pasti haus sayang, nyusu dulu ya?" tanya Andini sambil melepas branya kemudian mengarahkan buah dadanya yang besar ke wajah suaminya.

Arci langsung menghisap pentil istrinya. Andini mendesis. Arci menghisapnya kuat sambil memainkan lidahnya. Tak hanya itu, buah dadanya diremas-remas membuat birahinya kini terbakar.

"Cici suka?"

"He-eh."

Slluuurrrpp....smooccchh.... Suara lidah Arci menggema, dia benar-benar sangat rindu buah dada ini. Dan kini semuanya ia miliki.

"Ayo sayangku, puaskan dirimu!" ujar Andini.

Arci terus menjilati dan menghisap buah dada yang ada di depannya itu. Andini bertumpu dengan tangannya sambil tangan satunya memeluk kepala suaminya. Buah dadanya sekarang mengkilat karena luda Arci, apalagi putingnya makin mengacung dan keras setelah dirangsang oleh lidah pemuda itu. Arci kemudian berguling sehingga kini Andini ada di bawah. Ia memeluk Andini sambil menciumnya. Kini mereka berdua melakukan french kiss yang hot. Lidah keduanya meliuk-liuk, saling menghisap mencari titik-titik sensitif. Arci baru tahu kalau Andini sangat suka berciuman. Bahkan mungkin cewek yang paling tahan berciuman lama. Ludah mereka bertemu dan saling berpindah mulut.

"Aku rindu kamu," bisik Arci.

"Aku juga sayangku."

Arci mulai menciumi belakang telinga Andini, membuat darah Andini berdesir, kemudian ciumannya turun ke leher dan menghisapnya gemas. Hingga terbentuk cupangan di sana.

"Ahhh...sayangku, aku basah," ujar Andini.

Arci belum puas, ia turun lagi ke buah dada Andini, seolah-olah tak puas dengan buah dada itu. Buah dada itu membusung seolah-olah memang sengaja Andini memberikannya. Arci bagai berada di surga dengan disuguhi buah dada yang selalu ia idam-idamkan itu. Terasa batangnya sudah mengeras. Andini dengan nakal mengelus-elus batang kejantanannya.

"Udah keras," bisik Andini.

"Iya"

Arci kemudian meraba pinggang Andini. Hah? Nggak pake CD? Dia langsung merasakan bulu-bulu halus ketika meraba selakangan Andini, daerah paling privat. Andini telaten menurunkan celana suaminya hingga kini batang perkasa berotot itu bebas.

"Boleh aku lihat?" tanya Andini.

Arci kemudian duduk dan Andini beringsut menuju ke tempat batang itu mengacung. Digenggamnya batang perkasa itu. Andini tanpa jijik mulai menciuminya sembari mengocok lembut.

"Ahhkk beib!..." desah Arci.

Perlahan-lahan mulut Andini mulai dimasuki oleh kepala penis itu. Lidahnya pun memutar-mutar memberikan rangsangan di belahan penisnya. Arci merasakan kenikmatan yang tak pernah disangka. Andini juga mengurut penis itu, memberikan sensasi yang tak dapat diungkapkan dengan kata-kata. Apalagi hisapannya sangat kuat, membuat lututnya lemas.

"Enak beib..." kata Arci.

Urutan dan felatio yang dilakukan Andini membuat penis perkasa itu makin keras sempurna. Ditambah lagi Andini mencoba memasukkan batang itu lebih dalam lagi, lagi dan lagi hingga mulutnya penuh sampai ke kerongkongannya. Ludahnya juga makin banyak menyelimuti kejantanan suaminya.

Adiknya Safira itu meringis nikmat saat Andini melakukannya. Setelah aksi deep throat itu, kini Andini mengejar bola-bola naganya. Telur-telur naga itu dijilat dan disedot hingga membuat penisnya ngilu. Rasa geli dan nikmat tercampur rasa seperti jus buah mix. Dan kini Arci mendorong istrinya agar berbaring. Kalau terus diperlakukan seperti itu Arci takut main course-nya nanti bisa berantakan.

Arci menciumi buah dada Andini lagi. Kali ini ia menghisap puting Andini kuat-kuat. Hal itu membuat Andini menutup mulutnya karena menjerit. Dia sekarang terbakar birahi. Vaginanya sangat basah sekarang, rangsangan-rangsangan itu membuat dia makin seperti bendungan yang jebol karena menahan air bah. Suaminya kini sudah mengelamuti garis di kemaluannya, menjilati garis itu dan memasukkan lidahnya di dalamnya. Andini mengerang.

Daging tonjolan berwarna merah didapat oleh Arci, ia kemudian segera menghisapnya. Andini makin menjerit dan ditahan dengan mulutnya. Arci sekali lagi menjilat lalu menghisap seluruh cairannya hingga sampai ke klitorisnya. Andini tidak tahan dan dia langsung bangun badannya melengkung dan keluarlah cairan dari kemaluannya. Ia tak menyangka bakal orgasme seperti ini.

"Aaahhhh... Cici...ahhhh, aku keluarrr!"

Arci memeluknya lagi. Kedua dada mereka bertemu. Entah kenapa Arci sekarang sangat terpesona dengan buah dada istrinya itu. Kencang, padat, sekal, dan putingnya ngajak berantem.

Tanpa dikomando kepala penisnya sudah tepat di depan kemaluan Andini. Andini menatap mata Arci dalam-dalam. Ia tahu Arci tidak pertama kali ini melakukannya, tapi ia telah menjadi suaminya. Bukankah sebagai seorang istri dia harus memberikan segalanya kepada suaminya. Andini mengangguk tanda bahwa ia mengijinkan Arci melepaskan keperawanannya malam itu.

Kepala penis yang sudah keras itu mencoba masuk. Seret, susah, walaupun cairan kewanitaan Andini sudah memberikan pelumas, tapi tetap membuat susahnya batang itu masuk. Arci tak perlu diberitahu di mana letak lubang istrinya, ia sudah mengerti. Ia sudah terlatih, apalagi batangnya kini sudah meluncur sedikit demi sedikit. Tekanan demi tekanan dilakukan hingga kepala penisnya masuk semua. Andini menggigit bibirnya sambil memejamkan mata. Arci tak pernah memerawani seorang wanita, ini adalah pertama kali dia merasakannya. Penisnya rasanya sedikit ngilu ketika belahan vagina itu meremas-remas batangnya. Dan sekali lagi Arci menekan.

SLLEEEEBB! SREEETTTT! SLAASSTTH!

"AAHH!" pekik Andini. Ia bahkan tak peduli kalau seisi rumah terbangun. Penis Arci meluncur dalam merobek sesuatu yang ia jaga selama ini. Sesuatu yang telah ia siapkan untuk suaminya, yang telah ia jaga dengan penuh perjuangan. Janjinya kini telah dipenuhi. "Cici...kamu telah memerawaniku...."

"Iya sayang," kata Arci.

Andini memeluk punggung suaminya erat-erat. Kini pinggul Arci naik turun menarik dan menekan penisnya yang kini sudah licin, bercampur dengan darah dan cairan kewanitaan.

Hentakan naik turun itu makin membuat penisnya masuk makin dalam hingga mentok ke rahim Andini. Pantat Arci naik turun, menggesek-gesekkan dua kulit kemaluan. Menerobos liang kenikmatan, menyeruak ribuan birahi yang selama ini terpendam. Penisnya sekarang benar-benar mendapatkan jodohnya.

Lenguhan mulai terdengar walau suaranya berbisik. Lenguhan menahan rasa sakit dan nyeri, serta lenguhan kenikmatan. Andini menahan rasa sakit itu, ia tak ingin merusak kenikmatan suaminya. Ia rela melakukannya, namun lambat laun ia pun menikmatinya, rasa sakit itu berubah jadi rasa nikmat, terlebih ia berusaha mencengkram batang kemaluan suaminya. Hal itu membuat Arci menghentikan sejenak gerakan pistonnya. Kedua kelamin itu berkedut-kedut, seolah-olah mengerti bahwa mereka ditakdirkan bersama.

"Rengkuhlah kenikmatan ini sayangku!" ujar Andini.

Arci kemudian menciumi bibir Andini. Lalu berbisik, "Menungging dong sayangku."

Andini mengerti. Arci perlahan-lahan mencabut penisnya. Rasanya geli sekali bagi Andini saat penis itu bergeser lepas dari liang senggamanya. Ia kemudian menungging. Arci memijat-mijat bongkahan pantat Andini yang bahenol itu. Diremasnya dan dikuaknya jalan ke arah vagina yang kini ada bercak darah. Arci tak menunggu lama-lama, ia langsung menempatkan penisnya ke tempat semula.

SLEEBBBHH!

"AAAHH!" Andini menjerit lagi.

Arci kini bergoyang lagi dengan gaya doggy style. Penisnya makin enak dan serasa menyodok penuh sampai ke rahim Andini. Andini pasrah saat Arci meremas-remas buah dadanya. Ia juga menyadari suaminya kini benar-benar suka dengan buah dadanya. Siapa sangka ia juga takluk oleh ketampanan Arci. Ahh....ia menyesal kenapa tidak sejak dari dulu saja bercinta dengan Arci. Tapi ia sadari inilah yang diinginkannya. Ia tak mau cintanya hanya sebatas nafsu saja. Tapi ia ingin cintanya adalah take and give...

PLOK! PLOK! PLOK!

Suara pantat beradu dengan perut membuat ruang tengah itu jadi lebih bergairah. Dua insan yang dimabuk cinta kini sedang melepaskan rindu dengan kegiatan "membuat anak". Arci makin nikmat ketika Andini berinisiatif memutar-mutar bokongnya. Hal itu membuat penisnya makin ngilu-ngilu enak. Tapi ia terus bergoyang kemudian meraih kedua tangan Andini sehingga kedua tangannya kini dipegang membuat tubuh Andini terangkat dengan buah dada menggantung, mengayun ke depan dan ke belakang. Gaya grafitasi itu mungkin juga membuat buah dada itu makin terlihat besar.

Sesuatu datang menggelitik perut Andini, bukan karena tangan. Tapi ia mau orgasme. Sekujur tubuhnya terasa nikmat, melebihi apa yang ia sangka. Makin lama rasa nikmat itu menjalar ke satu titik. Aliran darah kini memompa antara otak dan kemaluannya.

"Cici, aku keluaaarrr!" bisik Andini.

Arci makin cepat memompanya. Hal itu membuat Andini menggeleng-geleng. Dan saat kemaluannya mencengkram batang kejantanan itu kuat-kuat, barulah Arci menghentikannya. Beberapa semprotan cairan keluar dari kemaluan Andini. Batang kemaluan Arci seperti tersiram air hangat, berlendir, malah membuat dia makin nikmat. Andini kemudian berbaring lemah.

Arci mencabut kejantanannya. Membiarkan Andini berbaring. Kini Andini berbaring ke kanan. Arci kemudian berbaring miring di belakangnya. Dia mengangkat kaki kiri istrinya, kemudian menyodokkan batang kemaluannya yang masih tegang. Seolah tak ingin memberikan kesempatan Andini istirahat, kembali Arci menyodokkan penisnya.

"Aahhh...Cii...teruuss... puaskan dirimu!" kata Andini.

Arci menusuk-nusukkan penisnya yang tegang itu ke dalam liang senggama istrinya. Makin lama makin kencang. Ia juga menikmati punggung istrinya. Ia menghisap, menjilat dan menciuminya, sedangkan tangan kirinya meremas-remas buah dada istrinya. Suara becek antara gesekan dua kemaluan itu makin membuat Andini bergairah lagi. Meskipun ia sudah dua kali orgasme, tapi ia tak boleh menyerah karena suaminya belum dapat apa-apa.

"Beeibbh...ahh...nikmat sekali," bisik Arci.

Seakan tak ada habisnya, Arci terus-menerus menggenjot istrinya. Begitu Andini orgasme lagi, maka ia pun berhenti. Tiga kali orgasme dan Andini pun lemas.

"Sayangku...kamu kuat sekali," bisik Andini. "Keluarin di dalam yah, aku ingin punya anak darimu."

"Aku akan selalu mengeluarkannya di dalam. Ini adalah tempatku bukan?"

Andini mengangguk.

Akhirnya Arci berada di atas Andini. Penisnya benar-benar mengkilat terkena cairan kewanitaan Andini yang keluar berkali-kali plus sebercak darah perawan. Andini membuka lebar pahanya, mengijinkan suaminya untuk masuk. Dan, akhirnya Arci menggenjot Andini lagi. Kali ini cukup cepat, sehingga membuat Andini kewalahan. Arci juga sudah tak tahan lagi ingin mengakhiri persengamaan ini.

Penisnya sudah berkedut-kedut, sepertinya ingin menyudahi saja kegiatan ini dengan semburan sperma yang mungkin saja sangat banyak. Andini sudah mulai orgasme yang keempat. Detik-detik orgasme mulai datang sepertinya hanya menunggu hitungan waktu. Penis Arci masih terus keluar masuk, menggesek rongga kemaluan Andini. Dan kini sepertinya sudah pada waktunya.

Jepitan vagina Andini makin rapat. Seiring itu Arci juga makin cepat menggoyang, nafasnya juga memburu.

"Beibbhhh....oohhkkk....nyampe ssshh...!" bisik Arci.

"Aku juga sayangku."

CROOOTTTTT.....CROOOTTT....CROOTT!

Milyaran sel sperma pun akhirnya keluar, menembak langsung ke rahim Andini. Arci menekan sedalam-dalamnya. Kenikmatan yang akhirnya datang itu pun membuat Andini merasakan orgasme keempat, tidak bahkan kelima setelah sperma itu meledak berkali-kali di dalam rahimnya. Arci membuat dia merasakan multiple orgasme.

Kedua insan ini pun berpelukan. Rasa nikmat menjalar di tubuh Arci dan Andini.

"Sebentar ya Din, sekali lagi," kata Arci.

Andini terkejut ketika Arci bilang demikian. Tapi ia hanya bisa menerima saja, saat Arci mengulang lagi untuk kedua kalinya goyangannya. Arci menggoyang lagi seolah-olah ia masih ingin terus dan terus bercinta dengannya. Dan keluarlah spermanya sekali lagi, kali ini hanya lima menit. Andini tak pernah menyangka suaminya bisa seperti ini. Entah berapa banyak sperma di dalam rahimnya sekarang. Apalagi Andini yakin bahwa hari ini adalah masa suburnya. Ia sangat bahagia dan memagut Arci berkali-kali.

"Aku bahagia sayangku, akhirnya kamu melakukannya," kata Andini.

"Aku juga bahagia," kata Arci.

Mereka masih berpagutan mesra. Setelah itu buru-buru mereka memakai baju lagi. Takut kalau nanti bangun seluruh isi rumah kaget melihat mereka berdua telanjang. Hari sudah masuk subuh ketika mereka tertidur sambil berpelukan dan Andini menyunggingkan senyuman dalam pelukan suaminya.

Rumah Rahma ini jadi makin ramai dengan kehadiran Arci sekeluarga. Ghea masih sibuk dengan mobil dan persenjataannya di luar. Ia tak ingin memperlihatkan perasaan cemburunya. Dia lebih memilih di luar. Lian dan Putri akhirnya bisa tidur malam itu. Arci dan Andini sangat berterima kasih kepada Rahma dan Singgih.

"Sekarang apa yang akan kita lakukan?" tanya Andini.

"Aku tetap harus menghancurkan mereka," jawab Arci.

Andini menghela nafas. Ia ada rasa khawatir sebenarnya. Perasaan khawatir akan kehilangan suaminya. Terlebih urusan dengan mafia bukan urusan yang enteng.

"Aku khawatir," kata Andini.

"Khawatir kenapa?"

"Kamu tahu aku sangat mencintaimu, aku tak mau kehilangan kamu. Tak bisakah urusan balas dendam ini selesai begitu saja?"

"Aku tak bisa. Aku sudah melangkah terlalu jauh. Aku tak ingin kehilangan dirimu, karena mereka sekarang sedang mengincarmu."

"Kenapa kita tidak lari saja, pergi jauh dari mereka dan menyembunyikan diri. Tak akan ada orang yang mengetahui, kita hidup bahagia selamanya?"

Arci menoleh ke arah Andini. Wajahnya yang cantik itu tampak lebih manis dengan senyumannya. Arci menghela nafas, "Andai aku bisa."

"Cici, Safira sudah pergi, kamu tak akan bisa mengembalikan dia apapun yang kau lakukan nanti."

"Aku tahu. Tapi, aku tak bisa. Aku harap kamu mengerti."

"Aku tidak mengerti."

Arci menempelkan keningnya ke kening Andini, "Percayalah, ini tak akan lama."

Arci meninggalkan Andini sendirian yang saat itu berada di halaman rumah. Ia menghampiri Ghea yang tampak sedang merawat senjata-senjatanya yang ada di bagasi. Andini sudah bertemu dengan suaminya, ia sangat takut kehilangan sekarang. Terlebih Arci saat ini lebih dekat dengan Ghea. Andini serasa cemburu.

Sementara itu dari jendela kamar tampak Rahma mengamati Arci dan Andini. Ada sesuatu yang ia simpan sendiri. Melihat Singgih yang sekarang sedang tidur di atas ranjangnya ia pun menjadi gundah sekarang. "Maafkan aku suamiku. Walaupun kamu sudah datang, tapi...aku merasa kehilangan Arci sekarang. Aku mencintainya...." Rahma meneteskan air mata.

Dalam hati rasa kerinduannya telah sirna bukan dengan kedatangan Singgih, tapi kedatangan Arci. Dialah yang sangat khawatir semenjak peristiwa pernikahannya itu. Dia memang masih mencintai Singgih, tetapi ada perasaan lain yang tak dapat ia ucapkan. Sesuatu itu adalah mencintai seorang yang sudah beristri. Hatinya pun resah.


0 Response to "I Love You Episode 26"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel