The Dark Lantern "Cinta Monyet atau Cinta Beneran" Episode 9

Cinta Monyet atau Cinta Beneran?

Aku dan Agni mulai seperti sepasang kekasih. Kemana-mana selalu bersama. Aku seperti kerbau yang dicokok hidungnya, kemana-mana nurut saja. Agni mungkin lebih bisa dibilang cewek yang agresif. Mungkin dia adalah cinta pertamaku atau mungkin juga cinta monyet. Aku sendiri tak yakin. Tapi pada suatu malam dia pun mengatakannya kepadaku.

"Hei Ray! Kamu punya pacar nggak?" tanya Agni tiba-tiba. Kami sedang duduk-duduk di atas atap panti. Di saat semuanya tidur aku dan Agni berada di atas. Ini biasa kami lakukan kalau malam. Toh semuanya juga sedang tidur. Bapa Joseph, ibu kepala, suster Elizabeth jarang bangun malam, juga suster-suster yang lain.

Baca Juga


"Koq nanya gitu?" tanyaku.

"Udah, jawab aja napa sih?"

"Blom punya, lagian masih kelas 1 SMP."

"Yee, ntar lagi kan kamu naik ke kelas 2. Aku udah masuk SMA. Cepet juga ya ternyata perjumpaan kita."

"Kamu nggak pernah cerita ke aku Ni, bagaimana masa lalumu sebelum bertemu denganku."

Agni memeluk kakinya. Dia sepertinya tak ingin menceritakannya.

"Oh, kalau tak ingin cerita nggak apa-apa, aku bisa memahami koq," kataku. Aku takut kalau dia marah.

"Nggak apa-apa. Sebenarnya, kami bertiga kabur dari sirkus."

"Hah? Koq aku nggak tahu?"

"Ya jelaslah. Aku hanya cerita ke Bapa Joseph."

"Oh, trus?"

"Kami anak yatim piatu sejak kecil. Kemudian kami baru sadar kami bisa menggerakkan elemen. Bisa memerintahkan mereka, bisa bicara dengan mereka. Seperti ada yang berbisik di hati nurani kami, tapi kami baru sadar bahwa itu adalah elemen-elemen yang selalu bersama dengan kami."

"Iya, aku juga merasakannya."

"Awalnya pihak sirkus senang dengan keahlian kami bertiga. Tidak, tidak, kami bukan bersaudara tapi nasiblah yang menghantarkan kami sampai seperti ini. Kemudian ternyata pihak sirkus malah berlaku sewenang-wenang kepada kami. Aku sendiri menyangka tuhan tak pernah menolong kami. Setiap hari kami pasti menerima cambukan dan diancam tidak akan diberi makan kalau tidak memberikan pertunjukan yang bagus. Hingga akhirnya kami pun lari. Lalu kami bertemu dengan Bapa Joseph. Beliau mengatakan bahwa tuhan tidak jahat, hanya kita yang terlalu berputus asa kepada-Nya. Kami pun akhirnya bertemu denganmu."

Begitu ternyata ceritanya. Agni meluruskan kakinya.

"Ray, berjanjilah kepadaku!" kata Agni sambil menoleh kepadaku.

"Janji apa?"

"Berjanjilah kita selalu bersama-sama sampai nanti."

Aku melihat wajahnya. Eh...kenapa dia menangis? Dan entah bagaimana dia memajukan wajahnya ke wajahku. Dan....bibirku pun bersentuhan lembut dengan bibirnya. Inilah ciuman pertamaku dengan seorang wanita. Seorang yang aku kagumi dan aku cintai pertama kali. Agni.

***

Yup, setelah ciuman kami hari itu, aku makin mesra ama Agni. Dan...dia sedikit feminim denganku, walaupun sebenarnya ketika bersama yang lain tidak. Setelah aku naik kelas 2 dan dia masuk SMA rasa cinta kami makin kuat. Yah, dia juga kan ada pertumbuhan. Wajahnya makin cantik. Walaupun masih terkesan tomboy.

Alex dan Troya pun tahu hubungan dan kedekatanku dengan Agni. Mereka sih bisa memaklumi. Sudah menganggap Agni sebagai kakak mereka. Kalau Agni sudah mengatakan sesuatu maka ia tak akan bisa diubah. Sifat Agni yang keras kepala mungkin juga menjadi suatu pertimbangan bagi mereka untuk tidak melawan seniornya itu.

Suatu malam aku dan Agni melakukan petting untuk pertama kalinya. Kami memilih tempat yang sedikit romantis di tepi pantai di atas perahu nelayan yang tidak terpakai. Kami memang iseng saja sebenarnya jalan-jalan ke Ancol, eh Agni malah ngajak.

Aku menciumnya, bibir kami menyatu seolah-olah sudah terkena lem kuat. Kami saling menghisap, lidah kami bertemu dan memberikan sentuhan-sentuhan birahi. Aku tak pernah tahu caranya untuk bercinta. Tapi Agni dan aku tahu apapun yang kami sentuh semuanya adalah insting. Ketika Aku cium bagian tubuhnya semisal leher, dan dia merasa enak, maka aku teruskan di sana.

"Oh...Ray,..aku cinta kamu," itulah yang kudengar dari bibirnya. Bisikan-bisikan cintanya kepadaku ibarat sebuah embun penyejuk di pagi hari. Dan hari itu untuk pertamanya tangannya mengarahkan tanganku ke dadanya. Dadanya sekal, bulet , empuk dan kenyal. Aku tak percaya aku memegang dada wanita.

"Ni... aku cinta kamu," kataku.

Ciumanku sekarang menurun ke dadanya. Kuhirup aroma tubuhnya yang wangi. Perlahan-lahan kubuka kancing bajunya, satu per satu. Kubisa lihat dadanya yang cukuplah untuk anak seusia dia. Branya sepertinya cukup pas menahan kantung susu itu. Nafas Agni naik turun. Ia bantu aku melepaskan kancing branya. Aku bisa melihat dalam cahaya remang-remang kulit putih susunya.

"Ni...aku boleh?" tanyaku.

"Iya, tentu saja," jawabnya.

Aku sentuh putingnya dengan bibirku. Dia meremas rambutku. "Ray...cintailah aku Ray!" katanya.

Ku usapkan lidahku di tonjolan dadanya itu. Putingnya makin mengeras. Aku pun menghisapnya sebuah sentakan kecil kurasakan di punggungnya.

"Ray, rasanya geli," katanya. "Ohh...hisap terus. Aku senang kamu adalah lelaki yang melakukannya."

Tangan kananku sudah bergerak meremas-remas dadanya sebelah kiri. Kemudian aku pun mencaplok putingnya sebelah kiri. Dengan lahap aku gigiti, kukenyoti dan kuhisap buah dada Agni. Nikmat dan lembut. Dadanya pun kini mengkilat karena air ludahku akibat jilatanku.

Tangan Agni mulai nakal mengelus-elus kemaluanku yang sudah mengeras.

"Ni, jangan!" bisikku.

"Kenapa?" tanyanya.

"Aku...geli," kataku.

Ia tersenyum. Kemudian dilepaskannya kancing celanaku. Dia kemudian membuka resletingnya dan merogoh isinya. Punyaku makin mengeras. Aku sedikit malu ketika ia memegang dagingku yang berurat dan tegang sekali.

"Besar ya Ray," katanya.

"Aku malu Ni," kataku.

"Tak perlu malu, aku mencintaimu Ray," kata Agni. Ia menurunkan celanaku selutut. Tampak kepala pionku mengeras karena sentuhannya.

"Aahhhhh.....Niii....aduh...jangaaann!" cegahku ketika Agni tersenyum kepadaku sambil meremas-remas.

"Enakkah?" tanyanya.

"Iya, padahal cuma kamu gituin ya?"

Dia lalu mencoba cara lain dikocoknya naik turun. Aku makin tak kuasa.

"Nii...enak banget!" kataku.

"Masa' sih? Aku cuma giniin lho," katanya.

"Bener, udah dong, aku rasanya nggak kuat kalau digituin. Tanganmu terlalu lembut, rasanya aku melayang Ni," kataku.

Tiba-tiba tangan satunya mengusap kepala pionku. Aduuuhhh.....nikmaattt bangeeeettt...

"Nii...aaahhhaakkk...kamu apain itu?" tanyaku.

"Aku cuma giniin aja koq, enak ya?" tanyanya.

AKu mengangguk.

"Ih, pria emang aneh. Kamu sendiri giniin gimana?"

"Nggak ada rasanya Ni, entahlah ketika kamu sentuh tadi serasa mengeras," kataku.

"Kalau inimu masuk ke punyaku kita bisa jadi anak ya?" katanya sambil menunjuk ke selakangannya.

"Jangan Ni...akukan masih sekolah, masa' punya anak sih?"

"Ih, siapa yang kepengen punya anak. Aku cuma tanya aja, kan kita cuman dapat pelajaran biologi kalau ininya cowok masuk ke sini. Caranya gimana kan nggak tau," katanya sambil masih terus melakukan kocokan lembut dan mengusap-usap kepala penisku.

"Nii...kamu curang deh, masa' punyaku aja yang kamu gituin. Punyamu juga dong!" kataku.

Akhirnya Agni menaikkan roknya. Kemudian perlahan-lahan celana dalamnya dilepas, "Nih, sentuh aja!"

Tanganku pun menyentuhnya. Ada rambutnya. Jari telunjukku kemudian bergerak ke sebuah tonjolan di belahan kemaluannya. Apakah itu namanya klitoris? Agni menggigit bibirnya sambil memejamkan mata. Lalu tiba-tiba kepalanya disandarkan ke dadaku.

Aku pun mengobel-kobel kemaluannya. Kugesek-gesek bibir kemaluannya. Agni makin mempercepat kocokannya, seiring cepatnya kobelanku.

"Ray, aku enak banget Ray....," katanya.

"Aku juga Ni, enak banget kocokanmu," kataku.

"Ray, udah ya kocokannya. Tempelin itumu ke ini dong!" katanya.

"Nanti hamil gimana?" tanyaku.

"Nggak sampai masuk, gesek-gesekin gitu. Mungkin lebih enak Ray," katanya sambil menatapku dengan pendangan sayu.

Aku mengangguk. Kami berciuman hangat dulu sebelum melakukannya. Ia merebahkan dirinya di atas perahu. Dadanya masih terekspos. Sehingga aku makin terangsang. Agni melebarkan kakinya. Terlihatlah kakinya yang mulus dalam cahaya remang-remang itu. Aku tak percaya bisa melihat kemaluan wanita dari dekat seperti ini. Aku tak akan memasukkannya. Aku sudah janji kepada diriku sendiri.

Aku menggesek-gesekkan pionku di bibir kemaluannya. Lendirnya menggelitiki kemaluanku. Geli-geli nikmat. Enak sekali.

"Ohh..Raay...hhhmmmmhh...cepetin Ray, cepetin!" katanya.

Aku pun menggesek-gesekkan kemaluanku di kemaluannya. Enak banget, geli-geli nikmat. Ada sesuatu yang ingin keluar di ujung kemaluanku, seperti kebelet kencing, tapi rasanya nggak di perut. Tapi di ujung pionku. Seluruh otot-otonya tegang.

"Ray, punyamu keras banget, nikmat banget. Aku....aku...kepengen pipis Ray!" katanya.

"Nii....aku juga!" kataku.

Dan Agni pun menyemprot. Ia squirt. Mungkin itu squirt pertama kalinya. Dan bersamaan dengan itu sebuah tembakan mani melesat ke dada dan perut Agni. Nggak cuma itu mani itu juga sampai menyemprot ke wajahnya. Agni tak mempedulikannya. Aku lalu memegangi penisku yang tegang itu. Rasanya nikmat sekali. Apalagi setelah itu Agni membantuku mengocoknya. Sisa-sisa sperma meleleh ke perutnya.

Setelah itu aku hanya bisa menatap wajahnya. Ada sebuah garis lurus dari dahi ke hidungnya cairan putihku. Ia tersenyum kepadaku. Dibersihkannya cairan itu. Ia lalu bangun dan mencium bibirku.

"Terima kasih Ray," katanya.

"Ni..., aku cinta kamu," kataku.

"Aku juga," jawabnya.

****

Yang terjadi selanjutnya. Aku sering bercumbu dengan Agni ketika di luar panti. Hubungan kami menjadi lebih hot walaupun tak pernah melakukan penetrasi, tapi apa yang terjadi dengan kami adalah kenangan indah. Perasaan cinta. Aku pun sampai sekarang masih merindukan momen-momen bersama dengan Agni. Hingga terjadilah peristiwa yang tak terlupakan itu.

Saat itu, empat sekawan sedang diajak oleh Bapa Joseph pergi ke kota lain untuk ceramah. Awalnya tidak ada firasat apapun. Semuanya berjalan seperti biasa, seperti kunjungan-kunjungan pada umumnya. Setelah ceramah selesai dan seluruh peserta pulang. Ada beberapa orang yang menemui kami.

"Bapa Joseph?!" sapa orang itu.

Aku saat itu sedang ada di belakang panggung. Aku hanya melihat mereka dari sana. Agni dan yang lainnya tampak sedang membantu Bapa Joseph untuk beres-beres.

"Apa yang bisa aku bantu anakku?" tanya Bapa Joseph.

"Saya March, dari Divisi Khusus ATFIP kepolisian, saya ingin bapak menyerahkan anak asuh bapak. Saya tahu apa yang mereka miliki," kata orang itu.

"Siapa maksud Anda?" tanya Bapa Joseph.

"Anda tak perlu menyembunyikannya. Saya tahu semuanya. Dapat ijin atau tidak saya akan mengambil anak-anak berkemampuan khusus itu," kata March. "Permisi."

"Tunggu! Jangan ambil mereka! Aku yakin kamu pasti bermaksud jahat! Langkahi dulu mayatku!" kata Bapa Joseph.

"Maaf, tapi aku tak perlu berdebat denganmu," kata March. Sebelum March mendorong Bapa Joseph Agni menyerangnya.

"Agni! Jangan!" cegah Bapa Joseph. "Kamu tak boleh lakukan itu. Larilah!"

"Saya tak bisa lakukan itu!" kata Agni.

"PERGI!" bentak Bapa Joseph.

"Alex, ayo!" kata Agni agak tidak tega meninggalkan Bapa Joseph. Tapi mereka sudah berjanji untuk tetap patuh kepada beliau. Aku masih berdiri mematung di belakang panggung sambil menyaksikan Bapa Joseph dari celah tirai. Nampaknya orang-orang berbaju hitam itu tidak mengetahui keberadaanku.

Setelah Agni pergi Bapa Joseph berdiri menghadang March dan teman-temannya. March lalu berusaha untuk mendorong Bapa Joseph tapi pendeta itu memukul March dengan keras sampai terhuyung. March menggeleng-gelengkan kepala.

"Aku mantan petinju, jangan anggap remeh pukulanku," ujar Bapa Joseph.

Dua orang yang bersamanya lalu menyerang Bapa Joseph, tapi dengan mudah keduanya ditumbangkan dengan satu pukulan. Ternyata kemampuan Bapa Joseph sangat luar biasa. Ia masih ingat caranya bertinju.

March berdiri lagi. Ia lalu menyerang Bapa Joseph, memukulnya tapi Bapa Joseph bisa berkelit lalu menghantam perut March. March pun roboh. Ia tak menyangka bahwa orang sebesar dia bisa dirobohkan oleh Bapa Joseph.

"Ayo, masih mau lagi?" tanya Bapa Joseph.

Bapa Joseph naik ke panggung dan sebenarnya ingin menemuiku. Aku bisa lihat ia tersenyum kepadaku karena tahu aku ada di balik panggung. Ia bisa melihatku dari celah tirai, tapi....DOR! Bapa Joseph seperti tersentak. Tidak! tidak! tidak! tidak! tidak! tidak! tidak! tidak! tidak! tidak! tidak! tidak! tidak! tidak! tidak! tidak! tidak! tidak!

Aku tidak sadar beberapa saat. Aku hanya melihat tubuh Bapa Joseph diseret oleh mereka lalu March menembak kepalanya. Sebelum menembak beliau berkata, "Ray, dengarlah nasehatku. Di luar sana ada banyak sekali hal yang tidak kamu ketahui. Kamu harus bijak dalam menggunakan kekuatanmu. Ini adalah pemberian tuhan yang tidak ternilai untukmu."

Bapa Joseph, tidak! Jangan

"JANGAN KAU AMBIL BAPA JOSEPH DARIKU!" aku menjerit. Tiga orang itu terkejut. Mereka tak jadi mengeksekusi Bapa Joseph. Mereka melihatku keluar dari belakang panggung dengan kedua tanganku memancarkan cahaya berwarna biru menyala.

Seluruh angin dan air merasakan kepedihanku, merasakan kemarahanku, mereka bersedih, mereka juga marah. Air pun muncul dari bawah tanah, angin pun masuk ke tenda kami. Ketiga orang itu kebingungan suhu tiba-tiba menjadi dingin. Aku menjerit, menangis dan mengeluarkan seluruh emosiku yang tak bisa dibendung lagi.

Bapa Joseph selama ini sudah aku anggap sebagai ayahku. Dia selalu menyayangiku. Dia selalu membimbingku untuk jadi anak yang baik. Mengajariku cara mengenal tuhan. Mengajariku cara untuk menjadi anak yang berbakti. Tapi...kenapa mereka harus menyakitinya???

Angin mengamuklah!

Air bersedihlah!

Cukup satu detik. Cukup satu detik. Tempat yang luas itu membeku. Tenda kami membeku, bahkan seluruh kainnya yang baru saja berkibar tertiup angin pun membeku. Ketiga orang yang menyakiti Bapa Joseph membeku. Mereka tak akan bergerak untuk selamanya. Tapi....kenapa Bapa Joseph juga? Aku pun menangis. Kupeluk jasadnya yang membeku itu.

"Maafkan aku Bapa, maafkan aku!" tangisku.

Saat itulah dari arah lain kulihat Agni masuk ke tenda dengan energi apinya. Ia, Alex dan Troya selamat karena dilindungi oleh api milik Agni. Kami berempat bersedih hari itu. Mulai saat itulah aku takut menggunakan kekuatanku sendiri. Ternyata inilah yang selalu di nasehati oleh Bapa Joseph agar aku bijaksana dalam menggunakannya. Kekuatannya sangat mengerikan.


I Hate When You Are Weak

Seminggu lamanya aku mengurung diri di kamar. Aku masih berduka atas kepergian Bapa Joseph. Ibu kepala selalu menghiburku tiap hari. Agni, Troya dan Alex bergantian menghiburku, tapi aku tak bisa. Rasa dukaku makin dalam. Terlebih, akulah yang menyebabkan kematian beliau. Tapi berkali-kali Agni bilang, "Itu bukan salahmu." Tetap saja itu salahku. Kemampuanku ini mengerikan. Cukup satu detik aku sudah membekukan seluruh kota hari itu. Tapi untunglah Agni bisa menormalkan lagi keadaan dengan kemampuan apinya walaupun ia kehilangan banyak energi karena melakukan itu. Untunglah penduduk kota tidak ikut membeku jadi tak ada korban jiwa lagi.

Setelah seminggu aku pun keluar dari kamar. Para suster mulai senang dengan kehadiranku. Mereka menganggap aku sudah tidak lagi berkabung dan bersedih. Tapi sebenarnya tidak. Masih ada rasa berkabung.

Agni sedikit senang melihat aku sudah keluar dari kamar. Aku pun mulai ikut makan bersama setelah sebelumnya tidak pernah sama sekali. Aku juga ikut kebaktian walaupun terlihat pasif. Lambat laun aku tak bisa membohongi perasaanku bahwa aku masih berkabung, aku masih bersedih.

Malam itu aku duduk di atap lagi. Agni menemaniku. Ia lalu memelukku.

"Sudahlah Ray, yang pergi biarkan pergi," katanya. "Relakanlah!"

"Bukan masalah seseorang pergi atau tidak. Tapi masalahnya adalah aku yang membuatnya pergi," kataku sambil memperlihatkan kedua telapak tanganku. "Lihatlah, kekuatan ini. Sampai kapan aku bisa mengontrolnya? Aku ingin kekuatan ini hilang saja. Kenapa sampai aku mendapatkannya?"

"Aku juga punya pemikiran seperti itu Ray," kata Agni. "Tapi semuanya pasti ada hikmah. Kamu yakin saja."

"Aku takut kekuatan ini nantinya malah menyakitimu. Sekarang ini cuma kamu yang paling aku sayangi Ni," kataku.

"Oh, Ray!" Agni lalu memeluku lebih erat lagi. "Aku juga sayang kamu."

Rasanya pelukan Agni itu sedikit memberikan rasa nyaman kepadaku. Karena memang pelukannyalah yang saat itu aku perlukan.

***

Sudah selama sebulan ini aku tak menggunakan kekuatanku. Beda dengan Agni yang masih bermain-main. Seperti bikin kembang api, atau membantu ibu asuh ketika tak ada api gara-gara tabung gas habis. Aku masih takut menggunakan kekuatanku. Sampai suatu ketika. Ada sekelompok preman yang memalak diriku. Aku dihajar hingga babak belur gara-gara nggak memberikan uang. Pulang dengan luka lebam membuat Agni marah.

"Siapa yang melakukannya? Bilang sama aku!" kata Agni.

"Sudahlah Ni, nggak usah," kataku.

"Kamu ini gimana sih Ray, kamu itu kuat. Punya kekuatan tapi kenapa kamu lemah?!" ujar Agni. "Aku benci kamu Ray, aku benci. Mati saja sana!"

Agni marah kepadaku hari itu. Besok dan besoknya lagi. Kejadian pun terulang lagi. Aku dipalak preman yang sama, tapi aku memberikan mereka uang. Hal itu diketahui oleh Agni dan lagi-lagi ia marah kepadaku.

"Kamu itu lemah dan aku benci cowok lemah!" katanya.

Agni tidak lagi menyapaku. Tidak lagi memperlakukan aku seperti biasanya. Aku pun sedih.

"Ni,...maafkan aku!" kataku. "Aku tak ingin lagi memakai kekuatanku."

"Kamu pengecut Ray, kamu lemah!" kata Agni.

"Kamu harus tahu alasanku tidak memakainya, aku tak ingin menyakiti orang lagi. Aku tak tahu bagaimana mengendalikannya!" kataku.

"Itu karena kamu lemah dan aku benci kamu yang lemah seperti ini! Jangan lagi memanggil namaku. Dasar lemah!" katanya.

"Agni, please!" kataku memohon.

Ribut-ribut itu membuat semua orang menonton. Seluruh penghuni panti asuhan seperti mendapatkan tontonan gratis dari kami. Aku mencoba meraih tangan Agni. Tapi dia mengeluarkan apinya dari tangannya. Segera aku melepaskan peganganku. Kucoba mengendalikan suhu panas dengan kekuatanku.

Agni menatapku tajam. "Katakan kamu mencintaiku!"

"Ni..aku..!" aku melihat semua orang. Mereka terkejut ketika Agni bicara seperti itu.

"Katakan!" bentaknya.

"Iya, aku cinta kamu!" kataku.

"Kalau begitu aku menantangmu bertarung!" katanya Agni.

"Kenapa?" tanyaku.

"Kalau begitu kamu tak mencintaiku," katanya.

"Agni!" panggilku.

Tangannya kini sudah memancarkan api lagi. Dia melemparkan bola api ke arahku. Aku menangkap bola api itu dan hancur dengan kekuatan esku.

"Tunggu Ni, jangan!" pintaku.

"Lawan aku! Dasar lemah, cowok lemah!" katanya. Ia melemparkan api lagi kini aku menghindarinya malah terkena meja yang ada di pinggir ruangan. Meja itu pun terbakar. Para penghuni panti langsung mengambil pemadam kebakaran dan memadamkannya. "Lawan aku Ray! Lawan! Kamu tidak cinta aku. Kamu tidak mencintaiku!"

Ibu kepala yang melihat ribut-ribut itu segera keluar. "Ada apa ini? Agni? Ray?"

Agni lalu berlari. Ia keluar dari panti.

"Tunggu Agni!" teriakku.

"Kalau kamu mencintaiku maka kejar aku!" katanya.

"Ada masalah apa ini?" tanya ibu kepala ke Alex.

"Masalah cinta," jawab Alex.

"Ray dan Agni?" tanya ibu kepala.

"Sejak kapan?"

"Sudah lama ibu," kata Troya.

Aku lalu berlari mengejar Agni. "Tunggu Agni! Jangan pergi!"

Aku terus mengejar Agni. Larinya cukup cepat hingga kami berhenti di sebuah jalanan sepi.

"Agni, jangan tinggalkan aku. Aku tak punya siapa-siapa lagi!" kataku.

"Kau kira aku juga punya?"

"Agni...aku...,"

"Aku tak ingin kamu lemah Ray. Lawan aku!"

"Tidak Agni, aku tak bisa!"

Agni berbalik menghadapku. Kini matanya menyala merah. Ia benar-benar marah. Seluruh pakaiannya serasa terbakar. Dan dalam sekejap dari kedua tangan dan seluruh tubuhnya mengeluarkan api. Seluruh bajunya terbakar. Rambutnya menyala seperti api yang membara.

"Agni...jangan! Aku mohon bagaimana aku bisa melawan orang yang aku cintai?" kataku.

"Kamu lemah! Aku benci cowok lemah!" katanya. "Kalau kamu tak melawanku, aku akan membakar semua yang ada di sini hingga tak tersisa. Kamu tak tahu betapa kesepiannya diriku melihatmu berduka Ray? Kamu tak mengertikah perasaanku? Kami selalu berusaha mengerti perasaanmu, tapi kamu egois. Kamu tak tahu perasaanku."

"Ni, tak perlu seperti ini juga kan?"

"Perlu, sangat perlu. Padamkan apiku Ray, karena aku tak akan memadamkannya kecuali dengan kekuatanmu!"

Aku tak tahu harus bagaimana lagi. Dia sungguh-sungguh. Aku seperti melihat Human Torch dalam wujud seorang wanita yang membakar dirinya tanpa busana. Air mataku pun meleleh.

Angin dan air bergetar. Mereka mengerti kesedihanku. Dan mereka pun menghiburku. Walaupun mereka tak bicara tapi dengan bahasa hati aku bisa mendengarkan mereka, bisa merasakan mereka. Kini seluruh kekuatan angin dan air menyatu ke dalam tanganku. Mereka berkumpul semuanya memberikan sebuah efek yang tidak biasa. Tubuhku seperti terbungkus oleh perisai pelindung berlapis-lapis. Angin dan Air menyatu di dalam tubuhku, tanganku pun kini berwarna putih, mulutku pun mengeluarkan uap air. Aku membeku, tapi aku tak merasakan kebekuan itu.

Agni, maafkan aku. Bapa Joseph, maafkan aku. Tuhan, maafkan aku.

Aku berjalan mendekat ke Agni. Ia mulai tersenyum. Kedua telapak tanganku mengeluarkan cahaya birunya dan cahayanya makin terang. Kedua kekuatan saling menghantam sekarang. Di sisi Agni semua di sekelilingnya terbakar, sedangkan di sisiku semuanya membeku. Aku makin mendekat dan sekarang mendekapnya. Tangannya menyentuh pipiku.

"Aku mencintai dirimu yang seperti ini Ray," katanya sambil tersenyum.

"Jangan tinggalkan aku Ni," kataku.

"Maafkan aku, kalau tidak seperti ini kamu tidak akan jadi kuat. Karena aku benci dirimu yang lemah Ray. Aku benci. Tapi yang seperti ini aku suka, aku cinta," katanya.

"Hentikan ini Ni, hentikan!" kataku.

"Tidak bisa Ray. Aku sudah mengeluarkan seluruh kekuatanku sampai aku membakar diriku sendiri. Tak ada yang bisa memadamkannya," katanya.

"Aku bisa aku akan padamkan!" kataku.

Ia menggeleng. "Aku tahu kamu bisa memadamkannya, tapi aku tak akan selamat. Kamu tak akan bisa menyelamatkanku."

Perlahan-lahan tubuhnya melepuh tangannya habis terbakar. Tidak! Jangan! Jangan lagi.

Saat itulah Alex dan Troya menyusulku. Melihat aku sedang beradu kekuatan dengan Agni mereka tak berani mendekat. Ibu kepala juga melihatku dan Agni. Ia berteriak, "Agniii! RAAY! Hentikan! Kumohon nak hentikan!"

"Sampaikan maafku ke ibu kepala ya?! Kamu harus kuat Ray, kamu harus kuat!" katanya.

"Jangan lakukan ini Agni, bagaimana aku bisa hidup tanpamu?" tanyaku.

"Kamu pasti bisa. Akan ada seorang wanita yang akan mengisi hidupmu nanti. Dia pasti lebih baik dariku."

Api pun akhirnya membakar habis tubuh Agni. Aku pun mencoba menangkap seluruh sisa-sisa abunya. Aku menangis di tempat itu. Kekuatanku pun mulai aku padamkan hingga cahaya biru di kedua tanganku pun padam. Hari itu kami semua bersedih lagi. Aku telah kehilangan cinta pertamaku untuk selama-lamanya. Agni, maafkan aku. Bahkan dengan kekuatan sebesar ini aku tak bisa menyelamatkan siapapun.

****

Itulah cerita masa laluku. Itulah sebabnya aku banyak menutup diri. Menghabiskan waktuku dengan membaca. Takut dekat dengan perempuan. Bahkan ketika aku tahu bahwa aku menyukai Maria, aku tak pernah bisa dekat dengan dirinya. Alex dan Troya menyadari bahwa mereka akan membahayakan yang lainnya kalau terus tinggal di panti asuhan. Alex kemudian membuat kelompok sendiri bersama Troya. Empat sekawan pun pecah dengan sendirinya setelah kematian Agni. Misteri tentang orang-orang yang mengejar kami pun akhirnya terkuak. Mereka adalah sekte Dark Lantern. Sekte Lentera Kegelapan yang memang ingin menghukum orang-orang yang mempunyai kekuatan iblis.

Ya, kekuatan kami memang berbahaya. Kekuatan kami luar biasa. Kekuatan kami bisa menghancurkan apapun. Pantas mereka ingin membunuh kami. Tapi kami juga manusia, kami punya hati dan kami bukan hewan yang seenaknya saja bisa diburu. Sampai sekarang pun aku tetap mengira perasaanku kepada Agni bukanlah perasan jahat. Melainkan perasaan cinta. Perasaanku kepada Bapa Joseph. Kepada teman-temanku.

Aku memang bersedih ketika Troya dibunuh oleh mereka. Karena memang kami dulu pernah menjadi kawan. Misteriku selanjutnya adalah aku harus menemukan kedua orang tuaku, dan atas alasan apa mereka membuangku. Dark Lantern, aku sudah bersumpah aku akan menghancurkannya seorang diri. Aku tak ingin membahayakan orang-orang yang aku cintai. Aku bukan lagi orang yang lemah.

0 Response to "The Dark Lantern "Cinta Monyet atau Cinta Beneran" Episode 9"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel