Cerita Dewasa Cinta Sayur Asem Episode 33

After Mariying You



Inilah The Ultimate Fuck!

Aku ke KUA pakai kemeja putih dan jas hitam. Sang penghulu sudah siap, aku pun dijabat tangannya. Ada bapak, ibu, sama wali dan saksi dari pihak Anik ada Pak Liknya. Ini adalah saat-saat yang bersejarah. Anik menunggu di rumah. Karena Ijab Qabul emang nggak perlu wanitanya datang. Aku berdebar-debar, takut salah ngomong. 

"Saudara Rian Ramadhani bin Jaelani, apakah saudara bersedia menikah dengan Anik Yuanawati binti Abdul Karim dengan mas kawin uang sebesar dua ratus lima puluh ribu rupiah dibayar tunai?" 

"Saya terima nikahnya Anik Yuanawati binti Abdul Karim dengan mas kawin uang sebesar dua ratus lima puluh ribu rupiah dibayar tunai," kataku. Agak ngos-ngosan juga. Bukan karena lari-larian, tapi karena beban berat yang tiba-tiba saja kerasa di punggungku. 

"Sah saksi?" tanya pak penghulu. 

"Saaahhh," jawab semua orang serempak. 

Yah, inilah masa depan itu. Aku sudah resmi jadi suaminya. Pernikahan ini aku hanya mengundang teman-temanku yang dekat aja dan para tetangga, sangat berbeda dengan pernikahan pertamaku yang meriah. 

Anik, wanita yang menjadi istriku ini memakai gamis putih, persis seperti Rahma. Wajah mereka berdua mirip. Ahh...sial, aku jadi teringat Rahma. Anik mengusap bahuku. Ia membisikkan sesuatu.

"Aku tahu aku mirip Mbak Rahma, tapi jangan tampilkan ekspresi terharu ya. Nggak enak dilihat para tamu," katanya. Tahu aja apa yang ada di pikiranku. Aku menoleh ke arahnya. Ia mengangguk sambil senyum.

Hari itu tamu-tamunya nggak sebanyak dulu. Setidaknya malam pengantin keduaku, aku tidak secapek dulu. Aku heran kenapa kamarnya Anik dikasih wallpaper segala. Sore hari semuanya sudah beres-beres. Kursi-kursi sudah dibereskan. Ya emang kami nggak mewah acaranya. Biasa aja. Yang penting kan para tetangga udah tahu kalau kita menikah.

"Ini apaan, Nik?" tanyaku. 

"Oh...aku yang minta dipasangin," jawabnya.

"Kenapa? Nggak biasanya. Beda banget."

Anik melepaskan kerudungnya. Rambutnya panjang, sama seperti Rahma. Aneh juga sih, Rahma nggak kepengen aku membayangkan Anik ketika melihat dirinya, tapi ini sebaliknya melihat Anik aku malah terbayang wajahnya. Apa memang ia inginkan aku seperti ini? Apa dia memang inginkan agar aku bisa bersama Anik dengan terus mengingatnya? Sekarang aku malah melihat dua orang ada dalam satu tubuh. Anik dan Rahma ada dalam satu tubuh yang sama. Aku tak melihat ada perbedaan pada diri mereka. Sama semuanya. Sifat-sifat Anik sekarang seperti Rahma, hampir tak ada perbedaan. 

Ia menoleh ke arahku. "Aku mandi dulu ya?!"

"Silakan!" kataku. "Aku sudah koq tadi."

Anik menuju kamar mandi. Aku kemudian membuka laptopku memeriksa email-email sebentar karena dealku dengan beberapa orang untuk membuka kantor di Kediri harus aku cek lagi. Sibuk membalasi email dan membalas ucapan selamat teman-temanku di facebook sampai aku lupa waktu. Tiba-tiba saja Anik udah selesai Mandinya. Wangi bener. Dia cuma pake handuk. Aduh...bener kan? Sama seperti Rahma.

"Urusan kerjaan?" tanyanya. 

"Iya," jawabku. "Maaf ya."

Aku tutup laptopku.

"Teruskan saja nggak apa-apa kalau memang penting," katanya. 

Rambut Anik sedikit basah. Wajahnya sangat cantik habis mandi. Aku letakkan laptop di meja. Dia berdiri menuju ke lemari baju. Aku mencegahnya dan langsung aku ciumi lehernya.

"Rian, udah dong. Aku mau ganti baju dulu," katanya. 

"Aku melarangmu," kataku. 

"Duh, yang udah nggak sabar," katanya. 

Aku tak peduli, aku balikkan badannya dan aku cium dia. Lidah kami saling memagut. Perasaan ini...sebentar aku pernah merasakan perasaan ini. Aku ingat-ingat lagi, ya...ini dia. Ini dia perasaanku, perasaan pertama kali aku mimpi basah dengan Anik. Tapi kali ini beda, aku merasa aku bercinta dengan dua orang. Dua orang dalam satu tubuh. 

Anik menaikkan kaosku hingga terlepas. Aku kemudian membuka lilitan handuknya telanjanglah dia sekarang. Aku kembali lagi melihat dadanya. Dada yang dulu pernah aku lihat. Payudara yang menantang, payudara yang dulu kentang banget ingin aku hisap. Sekarang tak ada lagi yang menghalangiku. Aku hanya menatapnya saja. 

"Kenapa hanya dilihat saja, Rian?"

"Kamu tahu apa yang aku pikirkan kali ini?"

"Apa?"

"Ini adalah The Ultimate Fuck," kataku.

"Apaan itu?"

Aku tak memberi jawabannya. Aku segera menggendong Anik hingga kami sudah ada di atas ranjang. Kami berciuman lagi sambil aku meremas kedua buah dadanya. Anik menggeliat merangkulku. Ciumanku mulai turun ke lehernya, aku cupangi lehernya, aku cipok sampai membekas kemerahan. 

"Rian...sayang....ahhh....ahhhh," Anik merinding, aku bisa merasakan bulu kuduknya merinding. Aku tak puas menciumi lehernya. Cipokanku benar-benar membekas bahkan mungkin bakal terlihat kalau dia nggak pakai kerudung nanti. Aku benar-benar rindu dia. Kuciumi buah dadanya. Ahh...aku baru lihat sekarang putingnya warnanya benar-benar sempurna, pink kecoklatan. Warna putingnya itu membuatku ingin mengisapnya. Kuhisap putingnya, kujilati.

Sluurrrppp. Aku hisap sampai pipiku kempot. 

"Riaan....aahh...jangan keras-keras. Sakit..!" katanya. Aku melihat wajah Anik yang memohon. Aku mengangguk. Aku pelankan sekarang menghisap putingnya. Putingnya mulai mengeras. Ahh..nikmat sekali. Kucupangi pula buah dadanya. Sampai benar-benar membekas merah. Seperti Rahma, aku mencupangi buah dadanya gemas sekali. "Riaaannn....hhmmmhh...terus...enak Rian..!"

Aku pandangi hasil karyaku sebentar. Aku menciumi perutnya setelah itu. Anik mulai tahu apa arah tujuanku dan dia membuka pahanya. Aku terus ke bawah kukelamuti seluruh kulitnya yang mulus itu. Sampailah aku di sebuah surga yang selama ini tertutup dan tabu dilihat oleh siapa saja. Surga milik Anik ini bersih. Aku bahkan tak melihat bekas sehelai pun bulu tumbuh di sana. Apa emang dia nggak pernah tumbuh bulu? Indah sekali. Aku bisa melihat seluruh bentuk kemaluannya, merah, tembem dan menggiurkan. Ingin aku kecup dan jilati. Ingin juga aku hisap seluruh cairan yang keluar dari sana. Aku sibakkan sebentar, ah iya, cairannya udah keluar. 

"Riaann...," desahnya. 

Mulutku kemudian menempel di bibir kemaluannya. Pantatnya menggelinjang. Merasakan sesuatu luar biasa yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Apalagi ketika lidahku masuk ke lubangnya, menggelitik dan menyedoti cairannya. Tangan Anik mulai meremas rambutku, meremas-remas rambutku seperti membuat adonan kue. Aku sibuk menjilati dan memberikan kenikmatan kepada Anik. Kepalanya bergoyang kiri kanan, pantatnya naik turun, ia sudah menggelepar-gelepar seperti cacing kepanasan. 

"Riaaan...ehhkkk...aahhhhkk...ohh...sssshhhttt.... udah Rian! Udah....udah doongg! Aku nggak kuat Rian....aduh...aduhhhh.....aaaaahhhhh!"

Anik melenguh keras. Ia bahkan sampai bangun sambil memeluk kepalaku. Kuhentikan aktivitasku yang membuatnya keenakan itu. Setelah berhenti ia ambruk lagi. Nafasnya ngos-ngosan seperti lari maraton. 

"Rian,...kamu tega! Aku keluar tadi!" katanya cemberut. "Kamu apain punyaku? Enak banget."

"Hehehe....kasih tahu nggak ya?" 

"Rian, masukin yah? Aku udah nggak tahan Rian, punyaku gatel banget. Aku sudah siap."

Inilah dia The Ultimate Fuck! Rasanya benar-benar berbeda. Semuanya berbeda. Aku akan benar-benar memasukkan senjataku ke Anik. Orang yang benar-benar aku cintai. Aku seperti mendapat kekuatan entah dari mana, punyaku tegang sekali, nggak pernah sekeras ini sebelumnya. 

"Rian, itu punyamu, gedhe banget. Sakit nggak ya masuk nanti?" tanyanya. "Peluk aku!"

Aku kemudian memeluknya. Kuposisikan kepala pionku tepat di depan lubangnya. Mungkin karena emang sudah becek, atau memang sudah jodohnya tiba-tiba saja pionku sudah masuk saja setengah, membuat Anik tersentak. Dia menatap wajahku. Ditampakkannyalah rasa sakit di raut wajahnya. Ia meringis sambil menggigit bibir bawahnya. 

"Riaan...cium aku!" katanya. Kuciumi dia sekarang. Pinggulku mulai bergerak, naik turun perlahan-lahan. Batangku yang tegang maksimal ini mulai menyesuaikan diri dengan rongga kemaluannya, kemudian satu tekanan yang agak keras lagi membuat kedua pahanya menjepit pinggangku. Aku merasakan sekarang ini selaput daranya pecah, SREETTTTT! Anik tegang. Aku bisa merasakannya, dia merangkulku erat. Mungkin benar-benar sakit rasanya. Aku diamkan saja kemaluannya meremas-remas dan menyedot-nyedot batangku. Ahh....rasanya seperti inilah, persis seperti mimpiku dulu. Mimpi basahku ketika aku bercinta bersamanya. 

Anik, tahukah engkau, sekarang ini aku benar-benar merasakan yang namanya Ultimate Fuck. Aku mulai goyangkan setelah beberapa lama penisku ada di dalam kemaluannya. Kali ini ia melepaskan ciumannya. Hanya suara ah dan uh yang aku dengar keluar dari mulutnya. Ia masih memejamkan mata. Dada kami berhimpitan menimbulkan sensasi yang luar biasa nikmat. Kualihkan sekarang mulutku ke buah dadanya, aku menyusu disana. Menyusu seperti anakku Rangga. 

"Aaaahh....Riaan...kamu cinta aku Rian?" 

"Iya, Nik. Sangaaaat cinta."

"Aku juga Rian. Aku rela jadi ibu dari anak-anakmu. Inilah keinginanku sekarang. Aku tak pernah berkorban cinta demi dirimu. Sekarang aku ingin berkorban demi cintaku kepadamu. Ayo Rian, buahi rahimku. Isilah rahimku Rian. Ayo! Terusss.....teruss...!"

Sesuai keinginannya aku percepat goyanganku. 

"Ohh...Nik...Nik...enak banget, seret, punyamu seperti mijit-mijit punyaku," kataku. 

"Penuh banget Rian. Punyamu penuh....sesek rasanya, ngilu...ahhkkk."

"Ahhh...Niiik....enak Niiik.....bercinta denganmu sungguh enak. Aku mau lagi dan lagi."

"Ahhh....sayangku, teruslah, terus....terserah kamu mau berapa kali bercinta denganku. Aku akan meladenimu." 

"Aku kangen kamu Rian. Jangan pergi lagi dariku ya?"

"Aku tak akan pergi lagi. Ahhh...ahh...Niik....aku mentok nih, mau keluar...oohh...ohh..."

"Rian, punyamu tegang banget, keras....aahhh...ahh...ayo Rian, rahimku siap disemprot. Semprotkan Rian, basahi Rahimku."

"Aaahh...ahhh....ahhhh...ini dia, ini...ini.....aahhh....AAAAHHKKK!"

"Riaaann...aaaahhhhh....aahhh!"

Lahar panas keluar dari penisku membasahi rahimnya. Nikmat banget. Baru kali ini aku menyemprot selega ini. Tidak dengan Rahma. Ini beda. Aku benar-benar merasakan Ultimate Fuck yang sebenarnya. Puasnya benar-benar dari ujung rambut sampai ujung kaki. Kedua insan ini pun saling berpelukan erat. Kami akhiri orgasme ini dengan berciuman mesra, saling memagut lagi. Aku masih menindih Anik, membelai rambutnya keringatnya bercucuran. 

Punyaku masih tegang aja. Belum tidur juga, padahal biasanya kalau sudah bercinta bakal lemes sebentar. Ini tidak. Sepertinya ingin lagi.

"Belum lemes?" bisiknya. 

"Belum nih," kataku. 

Aku pun menggoyang lagi. Aahh...nikmat sekali, baru kali ini aku merasakan setelah keluar aku masih bisa keenakan kalau digoyang. 

"Teruskan saja sayang, aku akan menerimanya," kata Anik. 

Aku teruskan goyanganku. Anik hanya pasrah menerima genjotanku yang naik turun ini. Kakinya hanya dibuka lebar saja menerima setiap tusukanku. Goyanganku makin berenergi, makin semangat. Pelukanku makin menghangat. Anik makin keenakan terhadap perlakuanku. Pantatnya pun ikut bergoyang kiri kanan. Batang kemaluanku seperti dioblok-oblok. Uhh..ngilu rasanya, apalagi kemaluannya makin menjepitku erat dan menyedot-nyedot. 

Ahhh....sebentar lagi aku akan keluar lagi. Dan bener saja. Pantatku makin bergoyang naik turun. Anik tahu aku akan keluar lagi. Ia mangerang.

"Aaaaahhhh....Riaaaaaaannnnnnnnn!" ia berteriak keras. Seakan tak peduli ada yang mendengar atau tidak.

"Niiikkk...aaahhhhhh....keluar aku!" gila, aku belum mencabut kemaluanku padahal. Udah dua kali keluar aja. CROOT! CROOT! CROOT! Uuhhh...masih banyak yang keluar membasahi rahim Anik. Tapi aku belum lelah. Penisku pun masih tegang. Apa-apaan ini, aku sepertinya benar-benar tak kelelahan. 

"Sayang....masih tegang aja? Aku sudah lemes," katanya.

"Sudahankah?"

"Teruskan sampai kamu puas," kata Anik yang kelelahan. 

Aku bergoyang lagi naik turun. Ahhh...makin enak aja ini. Aku rasanya nggak puas-puas ngentotin dia. Uhhh...aahhh....enak banget. Penisku serasa digelitik. Ngilu tapi enak, bahkan mungkin rasa kenikmatan saja yang bisa aku rasakan dari penisku. Seluruh tubuhku benar-benar seperti merasakannya. Kami berciuman lagi, kedutan-kedutan di penisku makin menambah sensasi kenikmatan, dan....edaaaaann....penisku gatel lagi. KEluar lagii! AAAHHHHHH.....CROOOTT! CROOOTT! 

Anik sedikit tersentak. Ia sudah kelelahan menerima tiga kali spermaku. Entah sudah berapa kali dia orgasme. Punyaku baru mulai lemes, mengkerut. Kemudian keluar dengan sendirinya. Aku berlutut dan kulihat hasil karyaku di bawah sana. Spermaku banyak sekali keluar dari kemaluannya disusul bercak darah yang bercampur. Batangku juga dipenuhi lendir dan bercak darah. Inilah dia Ultimate Fuck. Ahh....aku puas sekali. Puasss.... Aku mengambil selimut, kututupi tubuh Anik dan diriku. Ia kelelahan hingga tertidur sambil terlentang. Aku kemudian memeluknya. Kuciumi pipinya. 

Anik sudah tertidur. Nafasnya yang tadi memburu kini mulai tenang dan mendengkur halus. Malam pengantin ini tak akan aku lupakan. Benar-benar luar biasa. 

****

Pagi sudah datang. Anik sudah bangun dan mandi. Aku masih tertidur. Baru bangun ketika ia menciumku. 

"Bangun say," katanya. 

"Eh, udah pagi ya?" tanyaku. 

"Udah dong. Hebat banget semalem. Punyaku ampe ngilu. Masih kerasa sampe sekarang. Pantes aja Mbak Rahma sampe lemes digarap ama kamu."

"Hehehehe, habis ini juga kamu bakal ngerasain koq."

"Idih, ogah ah."

"Lah, kenapa?"

"Kalau aku lemes, siapa yang ngurus kamu nantinya?"

"Hehehehe. Yah, bisa diatur itu."

Hidungku dicubit olehnya. "Dasar lelaki maunya ituuu mulu."

"Kamu tahu kan sekarang artinya apa itu Ultimate Fuck?"

"Iya, tahu. Kamu benar-benar melampiaskan semuanya kepadaku tadi malem ya? Melampiaskan semua angan, cinta, sayang dan nafsumu. Gilaaak, ampe lemes."

Aku bangun lalu kucium bibirnya. Kami berpagutan lagi. Ia mendorongku. 

"Kenapa?"

"Ih, belum gosok gigi. Asem," katanya sambil menutup mulutnya. 

"Hehehehe, biarin. Kan enak."

Aku lalu berdiri. Nggak pake baju. Punyaku tegang aja.

"Duh, Beib, tegang lagi nih," kataku.

"Idiiihh...semalem apa belum cukup?"

"Belum kayaknya," kataku.

"Hehehehe, sini sini!" ia memeluk pantatku dan tanpa basa-basi pionku sudah dilahapnya HAP!

"Aaahhh...," desahku. 

Pagi-pagi dapat blowjob itu sesuatu. Anik terampil sekali mengurut kemaluanku tangan satunya memeluk pinggangku, kadang diusap-usapnya perutku. Kepalanya maju mundur memberikan stimulus ke batangku. Nikmat banget. Mulutnya menjepit kemaluanku dan lidahnya menari-nari menggelitik kepala pionku. 

"Belajar di mana Nik?" tanyaku. 

Ia menggeleng. Kocokannya makin cepat dan ia menyedotnya. Ahhh...gilaaakk...aku nggak tahan. Aku goyang-goyangkan pinggangku dan...keluar deh pejuhnya. Anik tampung semuanya di mulutnya. Ia sedot-sedot. Uhhh....aku biasa juga keluarkan di mulut Rahma dan dia nggak nolak untuk nelan pejuhku. Dan....surprise, Anik juga nggak nolak ia telan semuanya.

Setelah selesai, Anik berdiri. 

"Puas sayang?" tanyanya. 

"Iya."

"Lain kali banyak makan buah ya, rasanya asin," katanya. 

"Iya deh, iya." 

"Mandi sanah, habis ini anterin aku yah, ke Radio Suara ******."

"Mau apa?"

"Ada lowongan jadi penyiar radio, siapa tahu rejekiku di sana."

"Oke deh," aku bergegas ke kamar mandi. 

Ini adalah kisahku dengan Anik. Berakhir dengan Happy Ending semoga. Aku masih menuliskan perjalanan cinta kami sampai sekarang. 

Aku bermimpi bertemu lagi dengan Rahma. Kali ini Rahma menungguku di sebuah tikar. Aku berjalan bersama Anik menuju ke tikar itu yang ternyata sudah ada banyak sekali makanan di sana. 

"Apa kabar Yang?" sapanya.

"Baik," kataku.

"Nih, aku suapin," katanya. Aku pun disuapi olehnya. 

"Anik, kamu juga ya," katanya. Ia menyuapi Anik. 

Aku rindu wajahnya, wajah Rahma yang tersenyum. Rahma kemudian bercanda bersama Anik. Mereka berdua mirip. Sangat mirip. Bahkan aku melihat di dalam diri Anik ada Rahma. Sosok yang telah pergi mendahuluiku. Dan di akhir mimpiku, aku memeluk mereka semua, aku memeluk keduanya. Mereka berdua bersandar ke dadaku. Aku mencintai mereka berdua. Ya, aku mencintai mereka berdua.

0 Response to "Cerita Dewasa Cinta Sayur Asem Episode 33"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel