Cerita Dewasa Cinta Sayur Asem Episode 32

Before Mariying You



Komitmen....
Itulah hal yang terpenting dalam sebuah hubungan

#Pov Rian

Aku membantu orang-orang untuk mengatur tenda dan menata kursi. Pernikahanku kali ini kubuat sesederhana mungkin. Karena yah....dananya terbatas. Aku masih ribet ama urusan buka kantor di Kediri, jadi dananya belum begitu banyak. Tapi untung deh, aku ditolong ama Mas Yogi. Semuanya sudah dipersiapkan, sehari menjelang pernikahan aku mengajak Anik sebentar. Aku ingin mengingat-ingat kembali momen kebersamaan kita dulu. 

Aku mengajaknya ke sekolah kami. Beda tentu saja. Sudah banyak yang berubah. Karena pagarnya terbuka kami pun masuk, anak-anak sekolah masih ada yang mengikuti ekstrakurikuler. 

"Heh, harusnya aku hari ini dipingit lho, ngapain ngajak aku ke sini?" tanya Anik.

"Udah deh, dipingit pun percuma wong aku juga serumah ama kamu koq sekarang," jawabku.

"Aku ingin kembali mengingat-ingat kembali kenangan kita, moga kamu nggak keberatan," kataku.

Anik menyunggingkan senyumnya sampai giginya kelihatan. Beda emang dengan Anik yang dulu. 

"Kamu berbeda dengan yang dulu Nik. Aku ingin ungkapkan semuanya sekarang. Kuharap kamu mau denger ya," kataku. 

Dia menarik nafas dalam-dalam. "Oke deh. Silakan!"

"Kamu pasti tahu, kalau aku suka ama kamu sejak dulu. Sejak kita masih kecil, sejak kita masih belum mengenal arti cinta yang sesungguhnya," kataku.

"Iya, aku ngerti."

"Kamu juga pasti tahu, alasanku selalu ikut kemanapun kamu sekolah, itu karena aku suka ama kamu."

"Masa' sih? Aku baru tahu."

"Yah, sekarang kamu tahu kan? Aku memang tak sepintar kamu. Untuk ngejar kamu sampai sekolah di sini aku berjuang mati-matian. Akhirnya aku bisa ketemu kamu di sekolah ini dan kita di kelas yang sama."

"Hehehehe, aku terkejut. Beneran, ternyata kamu selama ini terobsesi ama aku ya?"

"Lebih tepatnya pengagum rahasia."

"Ya ya ya terus?"

"Aku sebagai seorang sahabat, sebagai teman, ingin selalu melindungimu, juga Rahma. Kalian berdua lebih dekat kepadaku daripada teman-teman yang lain. Pak Jaelani dan Pak Abdul Karim dua sahabat, kedua ayah kita memang sudah dekat dari dulu, jadi wajar kalau anak-anaknya terutama aku bisa dekat dengan kalian. Jalan lagi yuk!" 

Aku menggandeng tangan Anik, sekarang kami berjalan menyusuri lorong kelas. Sampailah kami di depan kelas di mana aku dan anik dulu berada. 

"Kamu ingat kelas ini?"

"Iya, ini kelas kita."

"Kamu tahu aku sering lesu kalau pagi karena ngantuk begadang buat belajar, tapi begitu lihat kamu rasa ngantukku hilang."

"Gombal ah."

"Bener koq, terserah deh percaya atau tidak. Itulah kenyataannya. Kamu adalah lentera dalam hari-hariku Nik, aku sebenarnya marah waktu kamu jadikan aku barang taruhan. Tapi sesungguhnya aku tidak bisa marah kepadamu. Aku ingin mengatakan bahwa saat itu aku tak benar-benar marah kepadamu. Aku hanya ingin memberikan pelajaran kepadamu. Itu saja sebenarnya, tapi aku terlalu O'on untuk masalah ini. Aku tak sanggup melihatmu menangis, maka dari itulah aku tak pernah melihatmu ketika kamu bersedih. Untuk menghindar dari dirimu, aku pun tak lagi mengejarmu, aku memilih jurusan yang berbeda denganmu, hal itu semata-mata karena keegoisanku."

"Rian..."

"Yuk, kita jalan lagi!" aku menggandengnya untuk pergi lagi. Kali ini kami pergi ke Gua Selomangleng tempat di mana aku nembak dia.

Aku tahu Anik sekarang berdebar-debar, mengingat kembali kenangan kita di tempat ini. Gua yang konon katanya jadi tempat bertapanya Dewi Kediri ini sekarang sudah banyak berubah. Tempat wisata ini sudah ada tempat parkir yang tertata rapi. Berbeda saat kita dulu ke sini. Aku menggandeng Anik untuk menaiki tangga menuju ke atas. Ke tempat di mana kita dulu saling mengungkapkan perasaan. 

Anik terharu. "Kamu masih inget aja tempat ini?"

"Aku tak bisa melupakannya Nik, ini adalah kenangan yang tak akan terlupakan bagiku. Bagaimana aku bisa melupakan saat aku bilang mencintaimu? Nggak akan bisa. Kamu adalah cinta pertamaku, dan akan selamanya seperti itu."

"Rian...tahu nggak sih? Kamu juga cinta pertamaku."

"Sekarang dan selamanya?"

"Iya, sekarang dan selamanya."

"Nik?!" aku menggenggam tangannya, Aku tarik tubuhnya, "Aku mencintaimu."

"Aku juga Rian," katanya. Dahi kami saling menempel. Mata kami terpejam meresapi perasaan kami masing-masing, sebuah kerinduan yang tak tertahankan pun akhirnya terjawab sudah. Kami masih saling mencintai satu sama lain. Sebuah perjalanan cinta yang panjang. Sebuah perjalanan cinta yang penuh liku. 

Kusadari sekarang sebenarnya cinta sejatiku bukan hanya Anik, tapi juga Rahma. Keduanya adalah orang-orang yang aku cintai. Mereka berdua adalah teman, sahabat dan juga kekasihku. Sayangnya Rahma harus pergi lebih dulu. Kalau saja Rahma masih hidup, aku tak akan melepaskan mereka berdua. Rahma yang baik kepadaku. Anik yang aku sayangi. Mereka berdua bagaikan dua bidadari yang memang tercipta hanya untukku. 

Dan kini salah satu bidadari akan mengisi hidupku lagi. Pancaran mata mereka sama, mata seseorang yang mencintaiku. Pandangan yang mana Rahma juga pernah memandangku dengan cara seperti itu, Anik kini menatapku dengan pandangan yang sama. Wajahku maju dan kini kami berciuman lagi, entah sudah berapa banyak kami berciuman tapi ciuman kali ini adalah ciuman kerinduan kami. Bahasa tubuh kami sudah mengatakannya. Ini adalah awal bagi kami untuk menulis kisah cinta kami di masa depan. 

Aku merindukanmu Nik, sangat merindukanmu. Bibirnya tetap manis, sama seperti ketika pertama kali aku menciumnya. Setelah ciuman itu kami menundukkan wajah kami dan saling menyentuhkan dahi kami. Kami tersenyum penuh arti. Seolah-olah hari itu semuanya menjadi ada pada tempatnya. Kembali ke tempat semula, tempat di mana hati bertaut kepada yang semestinya. 

"Kita pulang yuk!?" kata Anik. "Nanti dicariin ibu."

Aku kemudian menggadenganya. Tangannya menggenggam erat tanganku. Berbeda dengan Rahma, Rahma tak pernah menggenggam erat tanganku seperti ini, itulah perbedaan dia dengan kakaknya. Rahma, kali ini aku akan menjaga Anik, sesuai dengan wasiat terakhirmu. 

***

Aku dijewer oleh ibuku. "Adudududuh! Ampun bu, ampuun."

"Awakmu iki lho, sesuk iku rabi. Kudune arek wadon dipingit eeeeeehhh....malah diajak gendhakan!(Kamu ini lho, besok itu nikah. Harusnya anak gadis itu dipingit eeehhh...malah diajak pacaran)" kata ibuku.

Mas Yogi ngakak. "Wis ora kuat bu si Rian. Hahahahahaha!"

Telingaku sampai panas dijewer ibu. Aku melihat Rangga yang masih bayi digendong ibuku itu ketawa melihatku dijewer. Waduh anakku saja sampai ketawa. 

"Hahahahaha, rasakno kon, diguyu anake dhewe(Rasakan kamu, sampai diketawain anaknya sendiri)" kata Mas Yogi. Di rumah ini ada dua anaknya Mas Yogi, Yudistira ama Arjuna. Mereka tampak sedang mengetawai aku juga.

Walah, semua anak kecil ini ngetawain aku. Dasar....

0 Response to "Cerita Dewasa Cinta Sayur Asem Episode 32"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel