Cerita Dewasa Si Rambut Merah Episode 4

Approaching

Dalam kehidupan ini memang aneh. Anehnya adalah, kenapa juga ceweknya Joshua ada di kelasku. Sedangkan orang yang aku taksir ada di kelasnya. Duh....

Niken ini anaknya manis, rambutnya seleher. Kulitnya putih. Pantes si Joshua demen ama do'i. Tapi entah kenapa cewek yang aku ingini seperti Yunita itu. Orangnya kalem sih, wajahnya semi-semi oriental gitu. Tatapannya itu lho...duhh....bikin hati lumer. Begitulah, aku selalu pedekate, tapi dasar akunya yang nggak berani dekatin cewek, akhirnya ya cuma pake perantara si Niken ama Joshua. 

Sialnya juga si Yunita ini katanya ditaksir juga ama anak dari kelas lain. Banyak yang demen ama do'i rupanya. Dan Joshua selalu menyemangatiku, "ayo broooo kapan nembaknya??"

Yaelah pedekate aja belom koq. 

"Eh, Ken, Niken!" panggilku.

"Apaan?" tanyanya.

"Masih sering jalan ama Yunita?" tanyaku.

"Masih dong, kenapa? Kamu sih cuek melulu," katanya.

"Yaelah, cuek gimana sih?" 

"Udah deh, Hiro. Sebenarnya banyak lho yang suka ama kamu, tapi kamunya sendiri yang tertutup. Nggak terbuka gitu. Ama cewek malah menjauh," katanya.

"Bohong lu."

"Suwer deh. Terus terang ya, selama ini itu kamu itu kelihatan terlalu seperti apa ya....hmmm....susah dideketin."

"Maksud lo?"

"Coba lihat, kamu tiap hari dianter sopir. Kaya' nggak bisa mandiri. Trus klo sudah selesai sekolah ya sudah pulang. Naaahh...?? Kapan kamu pernah jalan?"

Aku akui. Aku ini sedikit culun. Tapi apa ya, aku masih belum bisa nyaman dengan itu semua. Apalagi aku dimanja banget sama ortuku, terutama bunda. Tapi mungkin setelah ini aku bisa berubah. Aku berusaha sih sebenarnya. Aku sering diejek sama Joshua bahwa aku ini "anak mama". Hiks mungkin emang bener sih. Aku ingin tahu sebenarnya ayah dulu seperti apa sih waktu muda. Karena sepertinya ayah ini orang yang sempurna. Bagaimana tidak? Dua wanita yang dicintainya bisa takluk gitu. 

Aku hanya bisa menunduk hari itu. Mungkin memang sudah saatnya aku berubah. Aku malu rasanya kalau minta nasehat ayah. Malu banget. Nanti malah diejek, masa' anak laki-laki takut ama cewek?

Dan hari itu seperti biasa aku lesu. Pulang sekolah aku langsung ke kamarku. Aku mengurung diri di sana. Kenapa aku sama cewek nggak pernah bisa lancar kalau komunikasi? Hadeeh... Aku lalu membuka facebook. Eh ada notification. Dari Moon. Dia sedang selfie, "Wake up in the morning". Cakep juga nih cewek. Usianya berapa sih? Wajah-wajah oriental seperti ini susah ditebak sih. Tapi kalau dari cara dia selfie, sepertinya masih sekolah. Aku pun memberikan komentar, "Cute overload" sambil kutekan tombol Like.

Aku menunggu, siapa sangka dia nanti online. Dan...dia pun menjawab, "Thanks"

Oh, dia online. Aku pun langsung menyenggolnya. 

Me: "Hi Moon?!"

Moon: "Hi."

Me: "Just Woke up?"

Moon: "No, that was old pic."

Me: "Ahh I see. Btw, how old are you?"

Moon: "Guess??"

Me: "17?"

Moon : "Almost, but it's fine."

Me: "When you visit Indonesia again?"

Moon: "I don't know. I'm student you know. So I can't just have a trip around the world."

Me: "How about New Year?"

Moon: "Hmm...."

Me: "So?"

Moon lama tak menjawab. Aku sampai bosan. Akhirnya aku pun tak menghiraukannya lagi mungkin sedang sibuk. Saat aku mau menutup laptopku dia baru menjawab.

Moon: "Sorry. Just from bathroom. Maybe next time."

Me: "Arghh...what a pity."

Moon: "Do you have a girlfriend?"

Me: "No. I haven't. But I had someone...."

Moon: "Someone? your crush?"

Me: "Yeah, like that."

Moon: "Your friend at school?"

Me: "Trully yeah."

Moon: "What do you do normally to the person you love?"

Me: "Nothing."

Moon: "What?"

Me: "Yeah, tell me what you like."

Moon: ":v :v :v :v"

Sialan aku malah diketawain.

"Hirooo??! Kamu nggak makan dulu?" ibuku sudah memanggil.

"Iya bunda!" kataku.

Me: "Sorry Moon, I've to go. Bye "

Moon: "OK, bye."

NARASI MOON

AKu sudah mencoba membuat akun di facebook. Posting foto selfie. Memalsukan identitasku dan mencoba mendekati Hiro. Tampaknya ini akan berlangsung lumayan lama. Pendekatan dengan anak SMA tidak pernah aku lakukan. Apalagi anaknya masih polos. Belum punya pacar. 

Kalau aku dengan orang-orang selain dia cepet banget pendekatannya, asal aku pakai pakaian seksi korban langsung melirik dan takluk di hadapanku. Tapi tidak dengan yang ini. Dia belum mengerti sama sekali tentang perempuan. Apa mimpi basah juga dia belum? Oh tidak, kenapa aku harus dapat tugas seperti ini. Kenapa bukan anaknya Hendrajaya yang berada di Oxford saja yang aku dekati kenapa harus anak sekolahan ini.

Dan gara-gara ini juga aku harus belajar bahasa Indonesia. Hampir tiap hari Devita dan aku berkomunikasi dengan bahasa Indonesia, walaupun terdengarnya sedikit aneh. Paling tidak kalau nanti aku ketemu dengan Hiro tidak kebingungan dengan bahasanya. 

Dari semua info yang aku dapatkan, Hiro ini sangat lugu dan polos. Ia bahkan menuliskan segala hal di akun sosmednya. Mulai dari curhat, nomor telepon, kesukaannya semuanya. Aku juga mencoba mengikuti dia di sekolahnya. Aku mengamatinya dari jauh bagaimana dia diantar oleh sopir untuk sampai ke sekolah. Dia jarang keluar rumah, karena aku tak pernah melihat dia keluar dari rumah kalau tidak ke sekolah selama seminggu ini. Dan tentu saja aku chatting dengan dia saat sedang mengawasi rumahnya. Hal ini tidak akan mudah pikirku. 

"How could I get him?" tanyaku kepada Devita.

"But, you're the best person for this job?" tanya Devita balik

"I know, but....he is innocent. He is good guy. I can't smack him down like anyone else," ujarku. "Devita, I think I can't do it."

"Moon, remember the world need us," Devita mencoba memberiku semangat.

Aku menghela nafas. Ini tak mudah. Sangat tidak mudah.

"I have an idea, but it will seems awkward," kata Devita.

"What?"

"Why you don't go to study in his school?"

"Whaaat?? You know I will not allowed."

"Hahahahaha...you seems doesn't know our country. Besides your face is baby face. Just like 17 years old girl. But not me," kata Devita. Serius?

NARASI HIRO

Sebentar lagi ulang tahunku ke-17. Tapi aku sama sekali belum punya gebetan. Aku ingin sekali mengungkapkan perasaanku ke Yunita. Hadeeeeh.....kalau lihat dia sepertinya aku tiba-tiba menjadi es. Kaku, dingin. Hawanya sampai membuat orang lain menyingkir. Sialan.

Aku sudah seminggu ini sering chatting dengan Jung Ji Moon. Dia cewek yang menyenangkan sebenarnya. Seandainya ia ada di Indonesia, pasti kami bakal jadi teman akrab. Kami banyak ngobrol seputar hobi. Dari percapakan kami, aku baru tahu dia ini suka sekali sesuatu yang berbau tantangan. Wah, cewek tangguh nih. Aku juga sih sebenarnya kepengen banget punya hobi seperti dia. Dia lalu bertanya kepadaku "Kenapa tidak dicoba?" Mana boleh sama orang tuaku??

Hari ini ketika aku bicara dengan Moon ada yang lain. Ia pakai bahasa Indonesia!

Moon: "Hai."

Me: "Hi, how are you?"

Moon: "Aku baik-baik saja."

Me: "Wow, kamu coba bahasa Indonesia?"

Moon: "Iya, aku akhir-akhir ini sedang belajar bahasa Indonesia."

Me: "Aku turut senang."


Me: "Kalau begitu aku nggak mau pakai bahasa Inggris lagi setelah ini."

Moon: "Eh??? Tapi aku masih belajar "

Me: "Tenang aja, tanyakan kepadaku kata-kata yang tidak kamu mengerti."

Moon: "OK"

Me: "Btw, kamu sudah punya pacar?"

Moon: "Belum."

Me: "Cewek secantik kamu belum punya pacar? Yang bener?"

Moon: "Beneran."

Me: "Bohong."

Moon: "Beneran! Aku ingin pindah ke Indonesia."

Ini cewek serius?

Me: "Wah, jadi kita bakal ketemuan dong?"

Moon: " mau ketemuan?"

Me: "Siapa takut?"

Moon: "Dua hari lagi aku akan ke sana, ikut orang tuaku."

Me: "Oh, emang orang tuamu kerja di mana?"

Moon: "Pekerjaannya sebagai konsulat"

Me: "Ah. I see. Tapi, kamu mau janji?"

Moon: "Janji?"

Me: "Kalau nanti ketemu aku jangan ketawain aku. Aku memang sedikit culun, tapi tidak bodoh."

Moon: "What is the meaning of culun?"

Me: "Hmmm...maybe 'nerd' is the meaning of 'culun'"

Apa ya? aku juga nggak tahu hihihi...

Moon: "Oh, it's OK. We are friends right?"

Me: "Ok, see you around and be careful."

Aku tak tahu kalau orang tua Moon ini bekerja di konsulat. Wah, dua hari lagi ke Indonesia??? Muke gile. Berdebar juga nih mau ketemuan. Hihihi. 

Me: "Moon, boleh aku tanya sesuatu?"

Moon: "Go ahead."

Me: "Aku tak pernah bisa mendekati cewek sebenarnya, setiap kali dekat dengan mereka pasti grogi, nervous. Kamu tahu cara yang tepat untuk mendekati cewek yang disuka?"

Moon terdiam agak lama. Argh...kenapa juga aku tanya ke dia? Dia juga kan masih jomblo. 

Moon: "Yang jelas sih, kamu harus tunjukkan bahwa dirimu orang yang pantas untuk dia. Sebab seorang wanita akan melihat seorang pria dari banyak hal. Sampai akhirnya sang wanita membutuhkan dirinya, maka dia masih belum pantas."

Aduuuhhh....dalem banget nih kata-katanya. Hiks....etapi gimana ya? Apakah Yunita punya perasaan seperti itu? Padahal aku pedekate aja memble...huhuhuhu....masa mudaku kenapa kamu harus bertemu dengan diriku yang culun seperti ini.

Moon: "First of all, change yourself. You are a boy right?"

Me: "Yeah, you're right."

Moon: "How about this. Aku ingin melihatmu merubah penampilanmu ketika kita nanti ketemuan?"

Me: "OK. Good idea."

Idenya nggak buruk-buruk amat sih. Aku pun akhirnya ngobrol sama Moon sampai lupa waktu. Bahkan aku lupa kalau aku belum makan malam. Sampai aku tertidur di meja belajar. Malamnya kembali mimpi itu mengusikku lagi. 

Aku melihat seorang cewek dengan rambut merahnya. Aku memegang tangannya sambil berkata, "Jangan lepaskan! Jangan lepaskan!"

Aku pun terbangun. Tahu-tahu sudah pagi aja. Aku melihat percakapanku dengan Moon. Ketawa-ketawa sendiri bacanya. Aku ternyata begitu ya, nggak modist. Bajuku nggak pernah sesuai dengan trend. Mungkin karena aku tidak pernah keluar rumah. Aku ada sepeda sih, apa enaknya mulai hari ini aku naik sepeda saja? Coba aja ah. 

Hari itu pun aku mulai berdandan. Menata rambutku, merapikan bajuku. Ada yang berbeda dengan diriku hari ini. 

Aku keluar dari kamar. Sarapan kali ini telur rebus. Aku orang yang dulu ada di meja makan. Bunda kaget melihatku. 

"Hiro??" sapanya.

"Hi mom," sapaku.

"Kamu nggak apa-apa?" 

Aku heran. "Emang ada yang aneh ama diriku?"

"Yaa...nggak sih. Hari ini kamu lain deh," kata ibuku yang masih menata meja makan. 

"Oh ya, hari ini Hiro ingin naik sepeda aja, nggak dianter sopir. Nah, karena itu aku ingin berangkat lebih awal," kataku. "Nggak apa-apa kan bunda?"

"Nggak apa-apa sih," katanya.

"Mulai hari ini, sopirnya biar buat yang lain aja. Aku ingin naik sepeda ke sekolah," kataku.

Setelah menghabiskan telur rebus dan jus jeruk, aku berangkat. Aku cium tangan beliau lalu berangkat. Bunda cuma terbengong aja melihatku. Aku ke garasi memeriksa sepeda yang sudah lama tidak aku pakai. Kupompa bannya yang sedikit kurang angin itu. Setelah itu aku berangkat. Sebelum berangkat bunda mengirimi aku SMS. Aku heran, ngapain juga ngirimi aku SMS?? Aku coba buka.

"Siapa dia cewek yang sudah merebut hati anakku?"

Alamaaakk, bunda tahu aja? Aku balas SMS-nya. 

"Mau tahu aja bunda."

Bunda langsung membalas. 

"Cara merubah penampilanmu itu persis ama ayahmu waktu deketin bunda dulu. Nggak bapak nggak anak sama aja. Hahaha"

Aduh, jadi malu sendiri aku.

Kejutan

Hari ini aku naik sepeda ke sekolah. Hampir satu sekolahan heboh melihatku naik sepeda. Kenapa? Ya karena sekarang aku nggak dianter sopir lagi. Nggak keluargaku, nggak orang lain, semuanya heboh. Dan melihat penampilanku yang nggak seperti biasanya hari ini, mereka juga sedikit terkejut. Terutama Joshua.

"Kamu kesambet ya?" tanya Joshua.

"Kenapa?" tanyaku.

"Lain daripada kemaren," jawabnya. 

Kami pun berpisah di kelas masing-masing. Suasana kelas sedikit aneh juga. Mereka memperhatikan aku tak seperti biasanya. Aku sekarang pakai parfum cowok, rambutnya rapi, bajunya rapi. Niken pun agak terkejut melihatku. 

"Kamu kesambet ya?" tanyanya.

"AH, kalian ini. Nggak Joshua nggak kamu ngomongnya sama," jawabku.

"Hihihihi, habis kamu ini koq ya aneh banget, tiba-tiba berubah gitu," katanya.

"Berubah jadi jelek?" tanyaku.

"Justru gini yang cewek demen. Dari dulu kek," kata Niken. "Aku yakin pasti hari ini Yunita bakal negur lo."

"Yeah, I wish," kataku.

Jam pelajaran pun dimulai. Guru walikelas masuk. Bu Ratna adalah walikelasku sekaligus guru pelajaran Bahasa Indonesia. 

"Anak-anak sebelum pelajaran dimulai ada murid baru. Moon, Come in!" kata beliau. Eit, tunggu dulu, Moon? Nggak salah denger kan?

Saat itulah masuk seorang cewek. Wajahnya oriental, rambutnya merah, tingginya...seaku sih. Dia nggak salah lagi. Mimpi apa aku semalem? Eh, mimpiin dia. Iya, bener mimpiin dia. Koq dia bisa ada di mimpiku?? Dia ini....

"Namanya Jung Ji Moon, dari Korea. Karena ayahnya kerja di konsulat, makanya dia sekolah di sini sekarang," kata Bu Ratna.

"Heokseo, Selamat pagi," katanya sambil membungkuk. Alamaaaak...lebih cute aslinya daripada di facebook. 

"Pagiii...," sapa seluruh murid. 

"Moon, duduk di sana ya, di sebelah Hiro," kata Bu Ratna. 

Moon melambai ke aku sambil tersenyum. Aku membalasnya. Semua mata langsung menoleh ke arahku. 

"Lo kenal dia?" tanya Arief teman di sebelahku. 

Aku tak menjawabnya. Moon melangkah menuju ke bangku di sebelahku yang kosong. Aku masih tak percaya. Dia beneran Moon.

"Hai, apa kabar?" sapa Moon. 

"B..baik," jawabku.

"Ok anak-anak, kita lanjutkan pelajarannya," kata Bu Ratna mengalihkan perhatian. Semua murid langsung menghadap ke papan. Sebagian masih menoleh kepadaku nggak percaya. Terutama Niken.

Singkat cerita jam istirahat tiba. Langsung si Moon dikerumuni anak-anak satu kelas. Barang baru maklum. Apalagi dari Korea. Bahasa Indonesia Moon agak lancar, walaupun ada beberapa kata yang dia tidak faham.

"Moon, kenal sama Hiro?" tanya Niken.

"Iya sih, teman facebook," jawabnya. 

"OOOOOOOoooo....," seluruh orang kompak banget bilang O.

"Udah ah, aku mau keluar dulu," kataku. 

Aku segera keluar dari kelas. Sumpek juga di dalam sana. Semuanya ngerubuti Moon, seperti semut. Tapi emang di manis sih. Aku berjalan-jalan ke perpustakaan. Seperti biasa. Sampai kemudian pundakku disentuh. Aku menoleh dan kudapati Moon sudah berjalan di sebelahku.

"Hai?" sapanya.

"Hai juga," sapaku.

Aku masih tak percaya dia beneran Moon. Well, kalau menurutku dia lebih dewasa daripada foto dia di facebook. Apa bener dia usianya 17 tahun? Mataku mengarah ke boobsnya. Masa' sih? Lalu aku mengalihkan pandangan ke yang lain.

"Mau kemana?" tanyanya.

"Mau ke perpustakaan," jawabku. 

"Makasih ya," katanya.

"Makasih untuk?"

"Makasih aja."

Apaan sih? Dia tersenyum kepadaku. Senyumnya cukup manis. 

"Boleh ikut ke perpustakaan? Hmmm...please show me all about this school," ujarnya. 

"Ok, siapa takut," jawabku.

Maka, jam istirahat itu aku berkeliling sekolah. Aku ngasih tahu ruangan-ruangannya. Di mana kantin, di mana gym, kelas-kelas dan seterusnya. Kami juga banyak ngobrol. Ada perasaan aneh waktu aku jalan ama dia. Nyaman sih iya. Dan entah bagaimana aku dan Moon lebih lancar berkomunikasi. Saat aku jalan itulah aku berpapasan dengan Yunita.

"Hai Nit?" sapaku.

"Hai," jawabnya. Dia melihat Moon, "Murid baru?"

"Iya, aku ngajak dia lihat-lihat sekolah ini. Kenalin namanya Jung Ji Moon, baru masuk hari ini," kataku. 

Moon membungkuk sambil menyalami Yunita. 

"Yunita," kata Yunita memperkenalkan diri. 

"Jung Ji Moon, just call me Moon," kata Moon.

"Sampai nanti ya," kata Yunita.

"OK," kataku.

Setelah Yunita pergi menarik nafas dalam-dalam. 

"Itu ...perempuan yang kamu suka?" tanya Moon. Tahu aja dia.

"Actually yes," jawabku. "How did you know?"

"Because, the way you are looking at her it's different," katanya.

Kadang cewek lebih sensitif daripada cowok ya? Kalau Moon saja tahu cara aku memandang Yunita beda, tapi kenapa Yunita nggak ada rasa?

"Begini saja, Hiro. Aku akan membantumu biar Yunita suka sama kamu," kata Moon.

"Hah? But how? I mean...why?" 

"We are friends don't we? Trust me," Moon mengedipkan matanya kepadaku. Aduuuuh...cute banget. Sayang dia bukan cewekku. 

****

NARASI MOON

Aku dan Hiro mulai dekat. Dia memandangku benar-benar sebagai teman. Sering aku nasehati bagaimana cara mendekati cewek. Bahasa Indonesiaku sudah mulai lancar. Walaupun masih ada beberapa kata yang aku tidak tahu. Terutama kalau kata-kata itu dicampur dengan bahasa daerah. Misiku sudah mendekati kata berhasil. Kalau sudah sedekat ini, aku tinggal tanya bagaimana keadaan gedung M-Tech.

Tapi yang bikin aku eneg adalah lockerku penuh surat cinta. Baru seminggu di sini sudah jadi idola ternyata. Pesonaku apakah sedahsyat itu? Hihihihi

Aku punguti amplop warna-warni itu dan satu per satu aku masukkan ke dalam tas plastik. Aku mau bakar semuanya. Gila apa masa' gadis seperti aku harus pacaran sama anak SMA. Yang benar saja. Hiro waktu itu kebetulan mau mengambil sesuatu di locker. Dia kaget melihatku membawa tas plastik penuh amplop. Aku mengunci lockerku.

"Apaan tu?" tanyanya.

"Teman-temanmu yang kepengen mendapatkan cinta dari seorang Moon," jawabku.

Hiro tertawa terkekeh-kekeh. "Baru seminggu aja sudah banyak yang naksir kamu. Pesonamu emang dahsyat."

Agak sombong dikit sih. Aku berjalan meninggalkan Hiro. Sesampainya di depan tong sampah aku masukkan plastik berisi surat-surat cinta itu. Sang tukang kebun tampak keheranan melihatku membawa plastik berisi kertas-kertas. Karena aku lihat tukang kebun itu merokok aku minta korek apinya. Dia nurut saja. Lalu aku bakar semua isi tong sampah itu. 

Nggak nyangka saja setelah bertahun-tahun meninggalkan SMA, aku ketemu lagi dengan masa-masa ini. Dan kini harus ngurusi orang bernama Hiro. Hanya saja aku masih belum bisa bertanya kepadanya tentang M-Tech. Belum saatnya.Lucunya adalah sekarang ini aku jadi orang yang ngajari dia untuk mendekati cewek. Dia tergila-gila kepada seorang cewek namanya Yunita. 

Jam pelajaran telah usai. Semua murid pulang. Jangan sampai Hiro tahu di mana aku tinggal, bisa kacau semuanya. Aku telah mempersiapkan sesuatu untuknya. Alat yang disebut Weaves Geometric Survilance. Aku pasang alat itu di sebuah boneka Minions kecil. Aku berikan itu ke Hiro.

"Buatmu," kataku.

Hiro menerimanya, "Kamu suka minion?"

Aku mengangguk.

"Wah, terima kasih. I'll treasure it," kata Hiro. Dia langsung memasukkannya ke dalam sakunya. 

"Kamu ada acara hari ini?" tanyaku.

"Tidak," jawabnya.

"Aku mau ngajari kamu cara ngajak cewek kencan," kataku. "Lihat kamu nggak bisa apa-apa bikin aku...ehhmm..."

"OK, to be honest. I'm really suck in this," katanya. 

"Fine then. To your house?" 

"NO!" dia langsung menolak.

"Tempat lain aja," kata dia sambil menyatukan telapak tangannya.

"Ok, di kafe," kataku.

"Ah, aku tahu kafe yang cocok. Kafe Berontoseno," katanya.

****

Jadilah sore itu kami berada di kafe Berontoseno. Lagi-lagi aku harus memakai baju anak remaja. Pakai jeans, kaos, jaket jins, sepatu kets. Euughh...Dan harus kuakui Hiro benar-benar kerja keras. Dia merubah penampilannya. Dan ketika kami bertemu dia benar-benar wangi. Parfumnya ini....kenapa parfumnya sama seperti Suni. Oh tidak, aku jadi teringat kepadanya. 

"Hai?! Sudah lama" sapanya. 

"Baru saja," kataku.

Tak banyak yang aku ajarkan kepada Hiro sebenarnya. Aku justru mengajarkan kepada dia bagaimana cara Suni memperlakukanku. Bagaimana cara dia berbicara kepadaku, cara dia memandangku, cara dia makan, cara dia berjalan. Aku bukan orang yang tahu bagaimana seorang pria yang ideal bagi para wanita. Tapi aku sudah menganggap Suni adalah seorang cowok yang paling ideal bagiku. Dan ini adalah kesalahan fatal bagiku. 

Setiap sore, aku dan Hiro bertemu di kafe. Dia benar-benar melakukan apa yang aku ajarkan. Dan dia dari hari-ke-hari makin mirip Suni. Apa yang sudah aku lakukan? Aku seharusnya tidak boleh melakukan ini. Sekarang seluruh sifat-sifat Suni ada pada diri Hiro. Aku tak mau melakukannya lagi. Tapi ini adalah tugas negara. 

"Aku punya tiket buat nonton bioskop, seharusnya hari ini mau ngajak Joshua. Kamu mau? mubadzir kalau dibuang," katanya.

"Boleh," kataku.

"OK, jadi begitu ya caranya?" katanya. Eh?? Dia tadi cuma akting?

"Aku kira tadi sungguhan," kataku.

"Hehehehe, kan kamu sendiri yang ngajarin caranya ngajak cewek. Gimana sih?" gerutunya. 

"Oh iya, iya. Coba saja ke Yunita. Dia pati mau," kataku. 

Hiro terdiam. Dia memandang keluar. Hujan bulan Desember. Sebentar lagi liburan Natal dan Tahun Baru. Aku pandangi wajah Hiro. Bayang-bayang Suni mulai tampak di wajahnya. Sikapnya, cara berjalannya kenapa harus Suni? Aku bodoh, bodoh. Aku segera beranjak. Aku tak mau terus-terusan di sini. Kepalaku bisa meledak. 

"Moon, mau kemana?" tanyanya. 

"Aku mau pulang. Permisi," kataku.

"Tapi hujan!" 

Aku tak peduli. Di bawah guyuran hujan aku pun berlari meninggalkan kafe itu. Suni...aku sangat merindukanmu.

0 Response to "Cerita Dewasa Si Rambut Merah Episode 4"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel