Jamuan Seks Di Pedalaman Episode 7

GADIS PEDALAMAN - Muna​

Sudah hampir seminggu aku melakukan survey ke seluruh daerah pemukiman, namun sepertinya tak menghasilkan inspirasi ataupun ide yang bagus, tepat guna, dan sesuai dengan kebutuhan warga pemukiman.

Dalam suntuk, akhirnya terpikir satu ide di otakku. Aku hendak membuat alat penyuling air, karena sumber mata air yang digunakan warga pemukiman berasal dari air danau, yang kehigienisannya tidak terjamin. Mereka memanfaatkan air danau untuk mandi, minum, mengairi tanaman, dan segala aktivitas yang membutuhkan air terpokus ke danau itu. Jadi, tak ada salahnya dan menurutku pembuatan penyulingan air menjadi air bersih dan layak guna adalah ide yang baik buat warga pemukiman itu.

Akhirnya, setelah berkonsultasi dan membicarakan hal itu pada Tapulu, beliau menyetujuinya. Akupun mulai melaksanakan proses pembuatan penyulingan air yang sederhana dengan dibantu oleh beberapa warga.
Aktivitas sehari-hariku selama beberapa hari kedepannya terpokus pada pembuatan penyuling air. Aktivitas seks pun terhenti, karena aktivitas itu akan berjalan lagi jika aku memintanya, berhubung setiap hari aku kelelahan, maka harus beristirahat dari melakukan aktivitas seks.

Tak perlulah aku ceritakan proses pembuatannya serta alat dan bahan yang digunakan. Semua hanya memanfaatkan bahan-bahan alam.

Setelah semua selesai, Pak Juna juga telah datang menemuiku, akupun berencana hendak kembali pulang melaporkan hasilnya kepada Dosen pembimbing secara lisan dan tertulis.

Setelah dirasa semuanya rampung, dan aku telah memberikan petunjuk cara penggunaan dan perawatannya, Kamipun berpamitan kepada Tapulu dan keluarganya, terutama kepada dua putri Tapulu, Muna dan Muni, serta seluruh warga. Mereka melapaskan kepergian kami dengan berat, setelah sebelumnya menyalamiku.

Ada sesuatu yang kulihat di mata Muna, sebersit harapan yang menjulang, harapan untuk dikasihi dan disayangi. Matanya berkaca-kaca saat kuucapkan kalimat selamat tinggal padanya.

------------------------------------------
------------------------------------------

Sudah seminggu aku kembali dari pemukiman Suku Lihito. Seminggu itu pula aku tak melakukan aktivitas apa-apa, tidak juga pergi ke kampus. HP ku yang terus berdering tanda SMS masuk aku abaikan. Ada hampir seratusan SMS masuk, dari teman-temanku, mereka mungkin SMS aku sejak beberapa minggu lalu sejak aku ke pemukiman suku Lihito. Tak satupun SMS itu ku buka. Aku ingin istirahat total.
..............................

Hari itu aku keluar dari halaman kampus dengan langkah kaki yang kurang bersemangat. Betapa tidak ! Bahan yang aku ajukan kepada Dosenku ditolak ! Huh...! katanya apa yang aku lakukan dipemukiman itu bukanlah hal yang bersifat Tepat Guna. Penyulingan air bukanlah sesuatu yang prioritas di daerah itu, karena warga daerah itu sudah menggunakan air danau sudah bertahun-tahun dan belum ada satupun fakta bahwa air itu tidak layak digunakan. Fakta, analisis dampak lingkungan, serta segala argumen yang aku berikan tidak cukup kuat dan tidak cukup meyakinkan.

Aku mesti bagaimana lagi ? apakah aku mesti kembali lagi ke pemukiman itu ? Hadeh...., disana ada Muna, Muni, Mbu’i, Bu Panio, dan warga-warga yang terus menyodorkan isteri-isteri mereka buatku. Bisa mati aku melayani hasrat GILA mereka...!

Dengan perasaan tak menentu aku melajukan sepeda motorku menuju ke Taman Kota. Di sebuah bangku beton yang terletak di sebuah pohon rindang aku menghempaskan tubuhku. Nafas kecewa dan kesal ku hembuskan sekuat-kuatnya.

Tak jauh dari tempatku nampak beberapa pasangan muda dan mudi sedang duduk berduaan, entah mereka sepasang kekasih atau hanya teman aku tak tahu. Pandanganku ku alihkan lagi ke tempat lain, ke arah orang-orang yang sedang berkerumun. Ah, penjual obat keliling barangkali. Biasanya mereka menjual obat sambil melakukan trik-trik sulap yang bikin kagum orang yang melihatnya. Trik yang cukup jitu untuk menjerat calon pembeli.

Boleh juga tuh. Daripada bete, mending aku turut berdesakan disana, siapa tahu atraksi si penjual obat bisa menghilangkan stress.
Wow..., hebat juga sang penjual obat. Pantesan banyak yang berkerumun, ternyata dia menggunakan jurus dahsyat. Si penjual obat itu memanfaatkan seorang wanita cantik dengan pakaian seksi, pakaian minim yang bisa memancing birahi pria-pria mesum disana.

“Gabung ahhh...” aku tersenyum (agak mesum) sambil mendekat.

Seorang gadis dengan pakaian yang agak aneh, persis seperti pakaian yang dipakai oleh ...

“Kak, Anton..?! “ Gadis yang sedang menjadi pusat perhatian itu tiba-tiba berteriak kegirangan sambil berlari ke arahku.

“Hah ??!..., Munaaa ?? “

Tak peduli dengan orang-orang disekelilingnya, gadis yang ternyata Muna berlari memelukku. Rasa canggung yang luar biasa menghinggapi perasaanku.
Orang-orangpun menatap kami dengan penuh tanya. Rasa heran mungkin, seorang gadis dengan pakaian aneh kini memeluk seorang pria yang memakai Jas biru berlogo sebuah Perguruan Tinggi.
Segera kutarik Muna pergi menjauh dari tempat itu.

“Ayo kita pergi dari tempat ini..” kataku sambil menyeret Muna.

Muna tak menjawab, lengannya terus digayutkan ke lenganku meskipun terus ku tepiskan.

Segera aku bonceng Muna, melaju menuju ke kosanku.

Tak banyak cakap, setelah tiba disana, dikamar kosku, aku menyuruh Muna mandi membersihkan tubuhnya yang sudah berbau keringat.
Agak kesal juga aku dengannya. Muna mandi tanpa melepaskan bajunya, langsung nyemplung dibak mandi yang penuh berisi air, walhasil akupun memberikan bajuku untuk dipakainya, juga celana jeansku tanpa pakai CD dan BH karena pakaian Muna otomatis basah.
Biarlah, daripada dia harus berpakaian aneh dan basah seperti itu. Bisa-bisa memancing perhatian dari seluruh penghuni kos. Untung saja saat kami tiba tak ada seorangpun di kosan ini. Maklumlah, rata-rata adalah Mahasiswa dan pekerja kantoran yang masih single dan pendatang.

Ketika malam aku membeli dua bungkus nasi di warung dekat kosan, lalu kami makan berdua di dalam kamar. Aku tak mengijinkan Muna keluar kamar, karena khawatir jangan sampai dia melakukan hal-hal aneh.

Sambil duduk ditepi ranjang, aku mulai menginterogasinya dengan berbagai macam pertanyaan, mulai dari kenapa dia datang kemari, bagaimana perjalanannya, bagaimana bisa dia nekat pergi sendirian dan apa tujuan utamanya datang. Muna menjawab semuanya sambil berbaring di atas ranjang.

Ada sedikit rasa senang dihatiku ketika ku tahu ternyata kepergian Muna dari Dusunnya karena ingin bertemu denganku.

Setelah kepergianku, Muna terus mengurung diri dalam kamarnya. Dan dua hari lalu dia pergi diam-diam dari pemukiman dengan tekad hendak mencariku. Nekat juga.......
Muna mendatangi Pak Juna di Desa Moutong, lalu dengan memaksa dia minta Pak Juna menemaninya mencariku. Pak Juna yang tidak tega padanya akhirnya bersedia dengan syarat Muna tak boleh cerita kepada Tapulu bahwa dialah yang telah menemani Muna mencariku.

Setibanya di Baraya (letak Kampusku dulu, sejak tahun delapan puluhan dipindahkan ke Tamalanrea ) Muna dan Pak Juna terpisah. Saat itu Muna melihat seseorang yang mirip denganku diseberang jalan. Diapun berlari ke arah itu tanpa sepengetahuan Pak Juna.

Setelah terus berjalan Muna akhirnya tiba di Taman kota. Disana dia bermalam di baruga (rumah singgah) yang terdapat di salah satu penjuru taman. Siangnya kembali dia berjalan mencariku dengan keyakinan penuh akan menjumpaiku, hingga akhirnya ketemu denganku di Taman itu.
**************
**************

“Hahahahaha...., seorang Anton panik hanya karena ada cewek dalam kamar kosnya ?” gelak tawa Lusi terdengar keras diseberang ketika aku telepon dia dan menceritakan tentang kepanikanku karena Muna sudah dua hari nginap di kosanku dan tidur seranjang denganku.

“Jangan ketawa mulu...!” bentakku membuat Lusi menghentikan tawanya.

“Lha iyalah, Ton. Kamu kok panik ? aku aja sampe berhari-hari nginep disana, tidur seranjang denganmu, kamu ga pernah panik. Lagian dia itu Cuma gadis pedalaman kan ?”

“Itu beda, Lusi sayang.....”

“Beda apanya ? Toh aku dan dia sama-sama perempuan..”

“Udah...! berhenti bercanda. Aku serius nih...”

“Trus apa yang bisa aku bantu ?”

“Bantu mikir nyari solusi. Ga mungkin dia terus disini. Bisa lama skripsiku terbengkalai”

“Oke, mending aku kesitu sekarang”

klik sambungan terputus. Lalu.....

Lusi pun tiba dikosanku tak lama kemudian.

Sedikit tentang Lusi. Dia adalah temanku, bukan pacar. Kami sama-sama mahasiswa di jurusan yang sama. Aku dan Lusi terbiasa mengerjakan segala hal, baik tugas kuliah maupun pekerjaan lainnya yang tak ada hbungannya dengan kuliah selalu bersama-sama. Ada kedekatan tercipta diantara kami, kedekatan yang terlihat sangat akrab lebih dari sekedar teman ataupun pacaran.

Berulang kali Lusi menginap dikosanku, lama, sampai seminggu. Tak ada rasa canggung diantara kami jika berada dalam kamar. Mandi bersama, tidur seranjang, telanjang dalam kamar sambil nonton film bokep dari laptopku, sudah bukan hal yang luar biasa. Untuk urusan seks ? apalagi ? melakukan hubungan badan? itu sudah sering kami lakukan tanpa ada beban tanggung jawab apapun.

“Mana gadis pedalaman yang bikin kau panik itu ?” tanya Lusi sambil kakinya terus melangkah masuk kamarku. Akupun segera menyusul Lusi masuk.

“Owh, pantesan kamu panik...” bisik Lusi pelan sambil tersenyum menggoda padaku.

Muna sedang tertidur diatas ranjang tanpa selimut, tanpa kain apapun melekat dibadannya. Bugil ...! Aku tambah panik.

“Eh..., ini..i-ni..., kenapa kok ni anak bugil gini “ ucapku gugup.

“hehehe..., bagus tuh badannya. Pasti kamu ngaceng tiap hari ya..” Lusi malah menggodaku. Dicubitnya pinggangku dengan keras, aku mengaduh hingga membuat Muna yang sedang tertidur bangun.

“Kak Anton...” sapanya pelan. Pandangannya berganti tertuju pada Lusi.

“Ini Lusi, temanku. “ aku mencoba menjelaskan. Lusi mengangguk dan tersenyum pada Muna.
Tanpa perasaan jengah, Muna bangkit duduk ditepi ranjang tanpa menutupi tubuhnya yang telanjang. Kulirik Lusi, raut wajah cemburu terpancar dari sana. Ah, mending aku keluar. Ini perbincangan antara wanita..., ya kan mas bro ???

“Malam ini aku akan nginap disini, bersama kalian....”

Hah ????!

0 Response to "Jamuan Seks Di Pedalaman Episode 7"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel