Jamuan Seks Di Pedalaman Episode 8

GADIS PEDALAMAN - Malam Yang Melelahkan- ​

Malampun tiba. Lusi dan Muna sudah agak akrab. Mungkin selama aku tinggal keluar tadi Lusi sudah banyak menanyakan segala hal kepada Muna.

Sambil berbaring diatas ranjang, kami bertiga ngobrol dengan Muna berada ditengah dalam keadaan bugil. Tak ada perasaan risih, jengah atau apa saja didirinya. Dan akupun tak berusaha menjahilinya meskipun bahasa tubuhnya seperti ingin dimanja, dicumbu dan sebagainya....

Obrolanpun sampai pada kemungkinan-kemungkinan buruk yang akan terjadi jika terus membiarkan Muna berada disini. Pasti warga Suku akan panik, terlebih Tapulu dan Mbu’i.

“Ton..., kayaknya kita harus mengantar Muna pulang ke Desanya “ Usul Lusi saat itu. “Aku khawatir ini akan buruk bagi kalian berdua..”

“Kita.....?, maksudmu kau juga ...?”

Aku menatap tajam wajah Lusi. Ni anak mengusulkan sesuatu yang tambah bikin pusing kepalaku saja. Lagian buat apa dia mau ikutan kesana ?

“Ya, iyalah...” Lusi menjawab dengan tegas, menandakan bahwa ia serius dengan apa yang diucapkannya.

“Tapi..., kau tak tahu bagaimana keadaan disana. Aku hanya tak ingin kau kenapa-kenapa disana.”

“Tenang saja, Ton. Kan ada kamu...” ucap Lusi manja.

“Muna yang dari tadi diam saja tiba-tiba bangkit dari tempat tidur, berdiri lalu melangkah masuk ke kamar mandi. Tak lama kemudian terdengar dipratan air.

“Hey, Ton. Bisa-bisanya kau ya ? masa tubuh gadis sebagus itu dianggurin ? “ goda Lusi berbisik.

“Wew..., dia masih perawan, Non...”

“Lha, malah bagus to ? dapet perawan gratis....hehehehehe..”

“Ih.., kau pikir gampang dan mudah ngambil keperawanan gadis-gadis suku ?”

“Emang kenapa...?”

“Ada konsekwensinya, Non “

Lusi mengernyitkan keningnya.

“Konsekwensinya seperti apa ?” ucapnya tak faham dengan konsekwensi yang kukatakan.

“Di suku itu untuk menyetubuhi wanita manapun bebas sesuka hati” ucapku mulai menjelaskan “ tapi harus melalui suatu prosesi. Nah, prosesi itupun harus disyahkan dengan suatu ucapan bertuah yang disebut dengan Titah. Titah ini hanya Tapulu yang berhak mengeluarkannya. Jika Titah itu dilanggar maka akan menyebabkan suatu bencana pada diri dan seluruh warga suku”

Lusi manggut-manggut.

“Tapulu mengizinkan aku menyetubuhi seluruh wanita suku, kecuali kedua putrinya...”

“Artinya kau sudah mencicipi seluruh wanita suku itu. Ton ?”

“Ya ga semua sih...” aku tersenyum.

Obrolan kami pun terhenti saat melihat Muna keluar dari kamar mandi. Masih bugil tanpa sehelai benangpun.
Sejujurnya, aku selalu ngaceng jika menatap tubuh bugilnya. Namun entah mengapa aku tak pernah berani menyentuhnya.

Tubuh Muna sangat bagus, bahkan lebih bagus dari tubuh Lusi. Payudaranya kencang dan imut, vagina yang tembem dengan bulu-bulu halus menghiasinya, dan pinggul yang sangat proposional.

“Kak Anton. Aku ingin bundato...” Muna berdiri menatapku. Tangan kanannya memegang pentil payudaranya yang menonjol, tangan kirinya mengusap lembut selangkangannya, memancing si Otong bergerak bangkit dari tidurnya. Dia menginginkan Bundato ?

Selama ini aku tak pernah berani menatap tubuh bugil Muna. Masih ada perasaan takut melanggar Titah Tapulu. Tapi kini..., tak bisa kuhindari pemandangan indah ini.

“Bundato ? itu sudah selesai Muna..., ritualnya sudah dilaksanakan “ ucapku gugup.

“Nah, tunggu apalagi ? kau tinggal menyempurnakannya saja kan ? “ Lusi yang menjawab. “Jangan bodoh, Anton. Jangan sok alim kau...”

“Aku... aku.... “ gelagapan aku menanggapi ucapan Lusi. Suasana ini sungguh sangat membuatku tak tahu harus berbuat apa. Dan Lusi mengerti akan perang dalam batinku.

“Baiklah. Kita mulai...” Lusi tersenyum padaku sambil turun dari ranjang. Dibukanya seluruh pakaian yang melekat ditubuhnya, lalu bugil seperti Muna tanpa penghalang apapun.

Menyaksikan dua gadis cantik yang tengah bugil didepanku, Juniorku menegang sempurna.
Lusi menarik tangan Muna dan mendorongnya perlahan hingga rebah terlentang di atas rannjang. Kepalanya langsung diarahkan ke selangkangan Muna, perlahan dan lembut dikecupnya vagina mulus gadis pedalaman itu. Aku terpana melihat hal itu.

“Wangi kok, Ton. Ga pengen nyoba ?” tanya Lusi sambil tersenyum menggoda padaku.

“Ayolah..., buka pakaianmu. Jangan dianggurin. Nanti nyesel lho...”

Pertahanankupun jebol. Muna mulai mengerang dan mendesis mendapat serangan Lusi. Tangannya menggapai-gapai entah mencari apa. Tersenyum aku melihat Muna, Sungguh suatu pemandangan yang sangat memacu birahi.....

Segera ku tanggalkan pakaianku, polos tak menyisakan apapun. Sebuah tonggak kokoh yang panjang dan berurat mengacung, membuat tatapan mata Muna terpokus ke benda itu.

Akupun naik ke atas ranjang dan mendekati Muna, lalu kudekatkan senjata andalanku ke mulutnya. Muna diam saja. Matanya mendelik, kadang ke bawah, kadang keatas, kekanan dan kekiri. Suara desisan terdengar dari mulutnya. Lusi dengan sigap memegang tangan Muna lalu mengarahkan ke batang penisku. Agaknya secara naluriah Muna mengerti. Digenggamnya batangku lalu dikocoknya perlahan. Nikmat pemirsa....!
Tak berhenti sampai disitu. Ku buka bibir Muna dengan jariku, Muna mengerti, masih secara alamiah barangkali. Dengan pelan ku dorong penisku masuk ke dalam mulutnya, sesaat Muna memundurkan kepalanya enghindari penisku, namun setelah aku membujuknya akhirnya Muna bersedia menerima batngku masuk ke mulutnya, Muna pun mulai mengemut batang penisku dengan bibir mungilnya. Lidahnya menyapu lembut ujung penisku. Nikmat lagi pemirsa....!

“Uhhhmmmm....” hanya itu suara yang keluar dari mulutnya.

Agaknya service yang diberikan Lusi kepada Muna semakin membuat gadis itu menggelinjang hebat dilanda birahi yang aku yakin belum pernah dirasakannya seumur hidupnya.

“Ayo, Ton. Kayaknya dia udah siap..” Lusi menarik tanganku menyuruh untuk segera melakukan penetrasi ke vagina Muna.

Agak ragu aku menatap Muna. Gadis itu hanya menatapku penuh birahi. Tangannya mengelus selangkangannya, vaginanya nampaknya yang sudah banjir dengan cairan dan ludah Lusi.

Dengan lembut aku menatap mata beningnya, meminta persetujuan. Muna mengangguk pelan seakan mengerti arti ttatapan mataku. Tangannya mengusap lembut belahan vaginanya.

“Tahan ya Muna ...” Lusi berbisik pelan kepada Muna. Direnggankannya kedua kaki Muna hingga makin menampakkan belahan vagina yang kemerahan. Sambil memijit lembut payudara Muna, Lusi mencium bibir gadis itu.

Ku genggam batangku lalu kuarahkan ke belahan vagina Muna. Kugesek-gesekkan sebentar pada daging kecil yang menonjol di belahan itu, lalu dengan pelan kudorong masuk kepala penisku. Muna agak terhentak. Kepala penisku masuk setengah, terlalu sempit. Kudorong lagi..., Muna terhentak lagi, kudiamkan sebentar lalu dorong lagi... dan berulang kali kulakukan hingga akhirnya dengan hentakan kuat aku coblos liang kemaluan sempit gadis perawan pedalaman itu.
Muna terpekik.

“Waw..., nanaaaaaaaaaaaaaaaaaa...!”

Air mata meleleh dari sudut mata Muna, giginya gemeretak, tangannya mencengkeram kuat tengkuk Lusi yang sedang membantu memberikan rangsangan pada payudaranya.
Kudiamkan sejenak penisku dalam vaginanya, membiarkan otot-otot vaginanya beradaptasi dengan penisku.
Setelah kurasa Muna mulai bisa beradaptasi dengan sumpalan penisku di vaginanya, kugerakkan lagi maju mundur penisku.
Sepuluh menit kemudian tak ada jerit kesakitan lagi keluar dari mulut Muna. Semua mulai berganti dengan erangan nikmat.

“Shhhh....hmfhhh...” Muna mulai mengerang lagi.

Tusukan penisku dan jilatan lidah Lusi pada puting payudaranya semakin menambah birahinya. Vaginanya mulai licin oleh cairan yang mengalir dari dalam vaginanya.

“Masih sakit, Muna ?” tanyaku sambil terus memompa.

Muna menggeleng sambil memejamkan matanya.

“Tak sakit, Kak. Rasanya seperti sesuatu menjalar dari ujung kaki sampai kepala. Enak...” Muna berkata sambil menjilat-jilat bibirnya.

Akupun mempercepat kocokanku diliang senggamanya. Sempit dan enak vaginanya.
Tak lama kemudian.....

crottttt.....crotttt.....

Semprotan spermaku memancar dahsyat mengisi rahim Muna.

Muna tersenyum puas. Lusi pun menghentikan kulumannya di payudara Muna.

Entah berapa kali aku orgasme dan menyemprotkan sperma ke dalam liang kenikmatan Muna malam itu, dan Muna pun tak kutahu berapa kali kejang-kejang orgasme. Dan Lusi ? diapun tak luput dari seranganku.

Malam itu kami bertiga bertempur habis-habisan hingga menjelang subuh. Lalu tidur sampai siang, saling berpelukan dengan tubuh telnajang dan sperma yang belepotan ditubuh mereka dan mengalir dari belahan vagina mereka.

Capek.... pemirsa....!

0 Response to "Jamuan Seks Di Pedalaman Episode 8"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel